Pemanasan bumi dan kenaikan air laut terjadi lebih cepat dari sebelumnya dan terus memburuk, ungkap WMO dalam laporan terbarunya. Laporan tersebut digambarkan sebagai "sebuah kronik kekacauan iklim".
Iklan
Dalam delapan tahun terakhir, jika proyeksi tahun 2022 dihitung, suhu Bumi telah lebih panas daripada tahun-tahun sebelum 2015, ungkap laporan terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada hari Minggu (06/10). Laporan tersebut dirilis bersamaan dengan Pembukaan KTT Iklim PBB COP27 di Sharm el-Sheikh, Mesir.
"Saat COP27 berlangsung, planet kita mengirimkan sinyal bahaya," kata Sekjen PBB Antonio Guterres. Ia menggambarkan laporan terbaru itu sebagai "sebuah kronik kekacauan iklim."
Bumi telah menghangat lebih dari 1,1 derajat Celsius sejak akhir abad ke-19, di mana sekitar setengah dari peningkatan itu terjadi dalam 30 tahun terakhir, tulis laporan itu.
Menurut Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, target kesepakatan iklim Paris yang bertujuan untuk menghentikan pemanasan bumi di 1,5 derajat Celsius tidak mungkin tercapai, mengingat tingginya angka karbon dioksida di atmosfer saat ini.
Akankah Peningkatan Suhu Lampaui Batas 1,5 Derajat pada 2026?
Pakar iklim PBB mengungkap hal yang dikhawatirkan akan jadi kenyataan. Penelitian menunjukkan suhu rata-rata global akan meningkat di atas 1,5 derajat Celsius dalam empat tahun ke depan.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Maraknya kebakaran hutan
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB mengungkap adanya kemungkinan sekitar 50% dalam lima tahun ke depan akan terjadi peningkatan suhu 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Kebakaran hutan, misalnya seperti di Taman Nasional Plumas California pada tahun 2021, dapat terjadi.
Foto: David Swanson/REUTERS
Cuaca ekstrem
Menurut Sekjen WMO Petteri Taalas, penelitian terbaru menunjukkan peningkatan suhu melebihi batas 1,5 derajat Celsius, yang ditetapkan sebagai batas maksimal pada perjanjian Paris. Hal ini dapat mengakibatkan cuaca ekstrem, contohnya banjir akibat hujan deras di kota Zhengzhou di Cina pada 2021.
Foto: Aly Song/REUTERS
Kerusakan ekosistem
Di tahun 2015 silam, para pemimpin dunia setuju untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius, saat itu tidak diprediksi bahwa perubahan iklim akan terjadi begitu cepat. Dampaknya terlihat pada kerusakan ekosistem. Misalnya Laut Marmara di Turki yang sudah tercemar oleh air limbah, setidaknya 60% spesies hewan dilaporkan menghilang.
Foto: Umit Bektas/REUTERS
Gletser dan lapisan es mencair
Taalas mengkhawatirkan suhu panas luar biasa yang terjadi di Arktik. Dia mencontohkan, melelehnya gletser Jakobshavn di Greenland hingga menyebabkan sejumlah bongkahan es terbuang ke laut dari tahun 2000 hingga 2010. Hal ini menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 1 milimeter. “Apa yang terjadi di Arktik berdampak pada kita semua,” kata Taalas.
Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
Dampak fatal
Umat manusia akan dipaksa untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim dan cuaca ekstrem, misalnya Badai Ida di tahun 2021 yang menghancurkan rumah milik Theophilus Charles di Louisiana (dalam gambar). Taalas memperingatkan bahwa batas 1,5 derajat Celsius tidak ditetapkan secara sembarangan. Nilai itu menandai dampak perubahan iklim jadi berbahaya bagi umat manusia dan Bumi.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Kemungkinan buruk bagi perlindungan iklim
Para pengamat lingkungan sangat mengkhawatirkan perkembangan perubahan iklim, meskipun banyak penduduk Eropa yang fokus dengan perang di Ukraina. Apa pun yang terjadi di Eropa timur, darurat iklim masih akan terus berlangsung bagi umat manusia. (mh/vlz)
Foto: Christoph Hardt/Geisler-Fotopres/picture alliance
6 foto1 | 6
Naiknya permukaan laut
Laporan badan cuaca PBB itu juga mengungkap bahwa akibat dari semakin banyaknya lapisan es dan gletser yang mencair, laju kenaikan permukaan laut ikut meningkat dua kali lipat dalam 30 tahun terakhir, membuat spesies-spesies laut dan puluhan juta penduduk di daerah pesisir dataran rendah menjadi terancam.
Iklan
Sejak dekade ini dimulai, permukaan air laut naik 5 milimeter per tahunnya, jika dibandingkan dengan kenaikan 2,1 milimeter permukaan air laut pada tahun 1990-an, tulis laporan itu.
Selain itu, suhu permukaan air laut juga telah memecahkan rekor tertingginya pada tahun 2021 silam. Suhu laut disebut memanas lebih cepat dalam 20 tahun terakhir.
Menurut laporan itu, sekitar 90% panas yang terperangkap di Bumi diserap ke lautan, sehingga membuat 2.000 meter permukaan laut bagian atas semakin cepat memanas.
Suhu di lautan itu "akan terus memanas di masa depan, sebuah situasi yang tidak akan dapat diubah dalam skala waktu seratus hingga seribu tahun ," tambah laporan tersebut.
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Serentetan bencana
Pada tahun 2022, gelombang peristiwa akibat cuaca ekstrem yang diperparah oleh perubahan iklim dunia, telah menghancurkan banyak komunitas di seluruh belahan Bumi.
Diantaranya adalah gelombang panas yang berlangsung selama kurang lebih dua bulan di wilayah Asia Selatan pada bulan Maret dan April lalu. Diikuti pula oleh bencana banjir besar di Pakistan, yang membanjiri hampir sepertiga wilayah di negara itu, dengan korban meninggal dunia sebanyak 1.700 orang dan membuat 8 juta warganya terpaksa mengungsi.
Di Afrika Timur, tingkat curah hujan berada di bawah rata-rata dalam empat periode musim hujan berturut-turut, sebuah rekor kemarau terpanjang dalam 40 tahun terakhir. Di tahun 2022 ini, krisis kekeringan di negara tersebut diprediksi akan semakin memburuk.
Sementara itu, Cina juga dilaporklan telah mengalami gelombang panas terpanjang dan paling ekstrem dalam sejarah, yang menjadikannya negara dengan musim panas terkering kedua di dunia.