1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Utusan Khusus PBB: Myanmar Bertindak Berlebihan dalam Menangani Demonstran

13 Desember 2007

Utusan Khusus PBB mengatakannya dengan sopan, Rejim Myanmar tidak menunjukan upaya menjamin hak azasi manusia dan kebebasan dasar warganya.

Demonstarasi para biksu di Myanmar September 07Foto: AP

Myanmar merupakan sebutan yang digunakan untuk Birma, sejak junta militer mengambil alih negara itu. Dan dalam laporan yang baru dipublikasi di Dewan HAM Jenewa, Paulo Sergio Pinheiro tegas menyatakan, bahwa sampai kini pencidukan aktivis kritis masih berlangsung.

Lima bulan setelah ditangkap, Ko Htin Kyaw, baru pekan depan akan diajukan ke pengadilan. Junta Myanmar menuduh aktivis berusia 40 tahun itu, telah menggangu keamanan publik. Ia diciduk karena bersama seorang rekannya melancarkan protes atas memburuknya standar kehidupan rakyat. Menurut pengacaranya, bila terbukti bersalah, Ko Htin Kyaw terancam hukuman dua tahun penjara.

Pria yang sejak Agustus berada dalam tahanan ini, selama dua minggu terakhir mogok makan. Ia menuntut pembebasan para biksu dan tahanan sipil lainnya yang diciduk September lalu, setelah memrotes kenaikan harga bahan bakar. Ko Htin Kyaw sudah ditahan empat kali tahun ini karena mengritik kegagalan junta militer mengatur ekonomi, yang sebelumnya punya masa depan cerah.

Tentara Myanmar memblokir jalan ke Pagoda Sule di YangonFoto: AP

Utusan Khusus PBB, Paulo Sergio Pinheiro mencatat, di Birma 653 orang ditahan dan sekitar 74 orang dinyatakan hilang sejak penindasan brutal di bulan September. Pinheiro melakukan penyidikan selama bulan November di negara itu. Laporannya dipublikasi di Dewan HAM Jenewa pekan ini.

“Sumber-sumber yang dapat dipercaya mengatakan bahwa jumlah biksu yang ditahan atau dihilangkan jauh lebih banyak dari itu. Juga kompleks-kompleks wihara masih diamati oleh junta.” Demikian diungkapkan Paulo Sergio Pinheiro

Terkait penumpasan aksi protes September lalu, Liga Perempuan Birma mencatat, sekitar 106 perempuan ditahan, diantaranya enam orang biarawati. Kelompok perempuan ini menyatakan, banyak ibu-ibu menyusui, perempuan hamil dan nenek yang sudah lanjut usia menjadi sasaran buruan polisi rahasia dan satuan paramiliter yang dipekerjakan junta militer Myanmar.

Ribuan penduduk Yangon penuhi jalan, berdomonstrasi tuntut demokrasi, September 07Foto: AP

Liga Perempuan Birma menyebutkan, bahwa banyak perempuan yang digunakan oleh rejim yang berkuasa untuk menjatuhkan martabat para aktivis dan biksu. Para perempuan ini dipaksa mengaku di depan kamera televisi bahwa mereka memiliki hubungan seksual dengan para biksu.

“Pasukan keamanan Myanmar, menurut saya, telah menggunakan kekerasan yang berlebihan terhadap warga sipil, termasuk penumpasan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.” Dikatakan Paulo Sergio Pinheiro di Jenewa, dalam presentasi laporannya.

Reaksi terhadap laporan Pinheiro juga terdengar di Amerika Serikat, Presiden Amerika George W. Bush mengancam akan meningkatkan sanksi terhadap Myanmar, antara lain dengan membatasi impor batu giok dan permata lainnya dari negara itu. Baik Amerika Serikat, maupun Uni Eropa serta Dewan Keamanan telah menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar, yang kaya akan sumber bumi ini, tapi miskin akan demokrasi.