Niat Uni Eropa mencegah impor produk kerja paksa dari Xinjiang dikhawatirkan bakal merepotkan pengusaha Asia Tenggara. Legislasi itu dianggap tidak ampuh mendeteksi pelanggaran pada rantai suplai yang acap tak berjejak
Iklan
Sebanyak 28 juta manusia di dunia menjalani kerja paksa, lebih dari separuhnya tercatat di kawasan Asia-Pasifik. Angka korban kerja paksa meningkat sepuluh kali lipat antara 2016-2022, kata Organisasi Buruh Dunia (ILO).
Adalah kawasan Xinjiang, Cina, yang dicurigai sebagai ladang subur bagi perbudakan sistematis. "Sangat beralasan untuk menyimpulkan bahwa praktik kerja paksa di kalangan etnis Uighur, Kazak dan etnis minoritas lain di sektor-sektor seperti pertanian dan manufaktur, telah muncul di Daerah Otonomi Xinjiang, Cina,” lapor utusan khusus PBB, Tomoya Obokata, Agustus 2022 silam.
Namun, karena mengkhawatirkan amarah Beijing dan intervensi Badan Perdagangan Dunia, Uni Eropa menghindari pelarangan secara khusus terhadap produk dari Xinjiang. Brussels sebaliknya menggodok larangan umum bagi barang impor yang diproduksi dengan kerja paksa.
"Legislasi ini tidak fokus pada satu kawasan tertentu, melainkan berlaku bagi praktik kerja paksa oleh perusahaan swasta atau negara di Asia Tenggara dan secara global,” kata Henrike Hahn, anggota parlemen Eropa dari Partai Hijau Jerman, yang termasuk anggota delegasi ke Cina ..
German lawmakers agree on supply chain bill
03:52
Jejak produk asal Xinjiang di Asia Tenggara
Besarnya kebergantungan kepada impor bahan baku dari Cina sebabnya bisa menjadi petaka bagi pelaku usaha di Asia Tenggara. Saat ini pun, UE bersitegang dengan sejumlah negara ASEAN terkait regulasi ramah lingkungan bagi produk impor semisal minyak sawit.
Iklan
"Negara-negara di Asia Tenggara merasa sedikit khawatir melihat inisiatif-inisiatif berkelanjutan dari UE,” kata Chris Humprey, Direktur Dewan Bisnis UE-ASEAN, yang mewakili perusahaan Eropa di Asia Tenggara.
Meski tanggung jawab mengungkap praktik kerja paksa pada rantai suplai ada di pihak Uni Eropa, regulasi baru itu dikhawatirkan akan semakin menyudutkan pengusaha di ASEAN. Saat ini, banyak komoditas ekspor dari ASEAN yang menggunakan bahan baku dari Cina, terutama pada sektor tekstil.
Terlebih, kebanyakan perusahaan tidak akan mampu menyelidiki sendiri pelanggaran pada rantai suplai, kata Humprey.
"Jelas kita membutuhkan komunikasi yang lebih baik dan penguatan kapasitas untuk mendukung inisiatif ini dan mempelajari bagaimana dampaknya bagi pelaku usaha di ASEAN.” jelasnya.
Inilah Negara Sarang Perbudakan
Jutaan manusia ada dalam perbudakan modern dunia. Sebagian negara bahkan ikut memetik keuntungan dari praktik keji tersebut. Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar Indeks Perbudakan Global edisi 2018.
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
1. India
Sekitar 270 juta penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, negeri raksasa di Asia Selatan itu saat ini masih mencatat jumlah pekerja paksa sebanyak 18.354.700 orang. Sebagian besar bekerja di sektor informal. Sementara sisanya berprofesi prostitusi atau pengemis.
Foto: picture alliance/Photoshot
2. Cina
Maraknya migrasi internal kaum buruh menjadikan Cina lahan empuk buat perdagangan manusia. Pemerintah di Beijing sendiri mengakui hingga 1,5 juta bocah dipaksa mengemis, kebanyakan diculik. Saat ini lebih dari 70 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, Cina masih memiliki sekitar 3.864.000 budak.
Foto: Reuters
3. Pakistan
Sebanyak 3.186.000 penduduk Pakistan bekerja sebagai budak di pabrik-pabrik dan lokalisasi. Angka perbudakan tertinggi tercatat di dua provinsi, Sindh dan Punjab. Sejumlah kasus bahkan mengindikasikan orangtua di sejumlah wilayah di Pakistan terbiasa menjual putrinya untuk dijadikan pembantu rumah tangga, pelacur, nikah paksa atau sebagai bayaran untuk menyelesaikan perseteruan dengan suku lain.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages
4. Korea Utara
Berbeda dengan negara lain, sebanyak 2.640.000 budak di Korea Utara bukan bekerja di sektor swasta, melainkan untuk pemerintah. Eksploitasi buruh oleh pemerintah Pyongyang sudah lama menjadi masalah. Saat ini sebanyak 50.000 buruh Korut dikirim ke luar negeri oleh pemerintah untuk bekerja dengan upah minim. Program tersebut mendatangkan lebih dari 2 miliar Dollar AS ke kas negara.
Foto: picture alliance/AP Photo/D. Guttenfelder
5. Nigeria
Tidak sedikit perempuan Nigeria yang dijual ke Eropa untuk bekerja sebagai prostitusi. Namun sebagian besar buruh paksa mendarat di sektor informal di dalam negeri. Tercatat sebanyak 1.386.000 penduduk Nigeria bekerja di bawah paksaan.
Foto: UNICEF/NYHQ2010-1152/Asselin
6. Iran
Sebanyak 1.289.000 populasi di Iran terjebak perbudakan. Perdagangan perempuan dan gadis muda dari Iran untuk perbudakan modern, khususnya ke negara-negara Arab di Teluk Persia, adalah praktik umum di sana. Misogini dan korupsi yang merajalela menjadi faktor utama pendorong kenaikan angka perbudakan di Iran.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Taherkenareh
7. Indonesia
Menurut catatan Walk Free Foundation, kebanyakan buruh paksa di Indonesia bekerja di sektor perikanan dan konstruksi. Paksaan juga dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti di Arab Saudi atau Malaysia. Secara umum Indonesia berada di urutan kesepuluh dalam daftar negara sarang perbudakan dengan jumlah 1.220.000 buruh paksa.
Foto: Getty Images
8. Republik Demokratik Kongo
Serupa dengan negara-negara Afrika Sub Sahara lain, Republik Demokratik Kongo mencatat angka tertinggi dalam kasus perbudakan anak. Sebagian besar bekerja di sektor informal, prostitusi atau bahkan dijadikan tentara. Jumlah budak di RD Kongo mencapai 1.045.000 orang.
Foto: AFP/Getty Images
9. Rusia
Pasar tenaga kerja Rusia yang mengalami booming sejak beberapa tahun silam banyak menyerap tenaga kerja dari berbagai negara bekas Uni Sovyet seperti Ukraina, Uzbekistan, Azerbaijan atau bahkan Korea Utara. Saat ini sebanyak 794.000 buruh paksa bekerja di Rusia. Celakanya langkah pemerintah yang kerap mendiskriminasi buruh dari etnis minoritas justru membantu industri perbudakan.
Foto: picture-alliance/dpa
10. Filipina
Berdasarkan Indeks Perbudakan Global, dikatakan bahwa Filipina memiliki prevalensi perbudakan modern tertinggi ke-12 dengan 784.000 populasinya berkerja dalam perbudakan. Pada tahun 2018, Departemen Kehakiman Filipina menerima sebanyak 600.000 gambar dan video anak-anak Filipina yang menjadi korban perbudakan seks hingga dilecehkan. (rn/kp/hp)
Foto: Human Rights Watch/Mark Z. Saludes 2015
10 foto1 | 10
Negosiasi terus berlangsung
"Kami sudah melakukan sejumlah pembicaraan dengan kolega di Asia Tenggara soal proposal ini,” kata Igor Driesmans, Duta Besar Uni Eropa untuk ASEAN. "Kami akan terus berbicara selama beberapa pekan atau bulan ke depan,” imbuhnya.
"Kami berbagi kepentingan yang sama untuk meningkatkan kemakmuran dan mencegah pelanggaran hak asasi manusia dengan mengembangkan kerangka bisnis yang memandu perusahaan untuk beroperasi dengan cara manusiawi, berkelanjutan dan ramah lingkungan,” tukasnya lagi.
"Untuk menyukseskan legislasi tersebut, Uni Eropa harus melakukan investigasi dalam skala kolosal untuk bisa mengungkap pelanggaran pada rantai suplai di Asia Tenggara", ujar Sallie Yea, pakar masalah perdagangan manusia dan perbudakan modern di La Trobe University, Australia.
Dia terutama mempertanyakan kapasitas pengusaha kecil dan menengah untuk mengelola rantai suplai yang berkelanjutan.
"Sebagaimana kebijakan berbasis permintaan yang lain, larangan impor akan gagal menanggulangi penyebab struktural praktik kerja paksa di kawasan, termasuk pengungsian akibat konflik dan krisis iklim,” pungkas Yea.