Kelompok tujuh negara industri maju dunia (G7) terutama rundingkan ekonomi global dalam KTT di Jepang. Selain itu, konflik Laut Cina Selatan dan masalah krisis pengungsi juga dapat sorotan.
Iklan
Dalam KTT yang diadakan di Jepang, kelompok negara-negara industri maju G7 menyatakan kekhawatiran melihat tren terus menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia. Mereka juga berjanji akan mencari cara untuk mendorong pertumbuhan global.
Dalam pernyataan penutup KTT dua hari di Jepang itu, para pemimpin G7 menyatakan komitment untuk mencegah devaluasi kompetitif antar mata uang. "Konjungktur global tetap rendah dan di bawah potensi sejatinya, sementara risiko penurunan tetap ada." Demikian pernyataan negara G7 yang terdiri dari: AS, Jerman, Jepang, Inggris, Perancis, Italia dan Kanada.
Tujuh negara industri maju tersebut juga menyatakan komitmen untuk bekerjasama dalam kebijakan ekonomi untuk memberi stimulasi. Jika konjunktuir kembali pulih, mereka juga akan bekerjasama mempertahankan pertumbuhan ekonomi dengan cara menggunakan strategi pengeluaran fleksibel. Dengan demikian pekerjaan baru bisa terbentuk, dan semua negara akan tambah yakin ekonomi akan kembali tumbuh.
Meningkatkan bantuan bagi pengungsi
Pada kesempatan itu Kanselir Jerman Angela Merkel menggambarkan KTT sebagai kesuksesan dan mengumumkan rencana sejumlah langkah yang sudah disetujui dalam KTT. Yaitu mendukung Irak dengan dana sekitar 4 milyar Dolar. Dana itut erutama akan digunakan untuk memerangi terorisme dan mengatasi penyebab utama imigrasi masal.
Dalam pernyataan bersama ditekankan, "G7 menyadari terjadi pergerakan imigran secara besar-besaran, dan melihat besarnya jumlah pengungsi dan imigran sebagai tantangan global yang menuntut reaksi yang juga bersifat global."
G7 juga menyatakan komitmen bersama untuk meningkatkan bantuan yang bersifat global untuk mendukung pertolongan jangka pendek dan panjang bagi pengungsi dan komunitas tempat mereka menetap sebagai tamu.
Masalah Laut Cina Selatan
Di samping itu, masalah meningkatnya ketegangan maritim di Asia juga dibicarakan dalam KTT. Dalam pernyataan akhir KTT G7 menyerukan agar perseteruan diselesaikan secara damai. Sebelumnya Cina yang tidak ikut KTT sudah menyerukan semua negara yang berpartisipasi untuk tidak ikut campur.
"Kami khawatir tentang situasi di Laut Cina Selatan dan Timur, dan menekankan betapa penting dan fundamentalnya manajemen dan penyelesaian konflik secara damai." Demikian dinyatakan secara bersama oleh G7, tanpa menyebutkan nama-nama negara tertentu.
South China Sea dispute
02:55
ml/as (welt, ap, rtre)
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.