Diterjang perubahan iklim dan sampah plastik serta eksploitasi penangkapan ikan, lautan dunia sedang 'stres'. Padahal tugasnya berat: mencegah krisis iklim dengan mengabsorbsi CO2. Bagaimana melindungi laut?
Laut adalah rumah bagi ratusan ribu makhluk hidup menyediakan sumber pangan yang penting bagi manusiaFoto: Reinhard Dirscherl/imageBROKER/picture alliance
Iklan
Lautan yang luas adalah habitat bagi 250.000 jenis makhluk hidup - dari plankton mungil, terumbu karang besar, hingga paus biru raksasa, mamalia terbesar di planet bumi. Untuk satu miliar manusia di Bumi, lautan juga merupakan sumber bahan makanan terpenting.
Untuk melindungi lautan, komunitas internasional berkumpul di Cote d'Azur, Nice, Prancis, menghadiri Konferensi Kelautan PBB (UN Ocean Conference). Apa saja isu-isu yang dibahas?
Suhu laut yang ‘menghangat' berarti lebih sedikit makhluk hidup
Sebagian besar kehidupan bawah laut turut terancam karena pemanasan global. Meningkatnya suhu memicu pemutihan terumbu karang dan yang kemudian akan mati. Saat ini sekitar 84% terumbu karang di seluruh dunia terdampak. Jika suhu lautan di dunia lebih panas 1,5°C dari zaman pra-industri, sebagian besar terumbu karang akan mati.
"Mulai dari kenaikan 2°C, kehancuran tidak dapat dihindari,” kata Katja Matthes, yang mengepalai Pusat Penelitian GEOMAR di Kiel. Karena air yang lebih hangat lebih sedikit kandungan oksigennya, dan mengancam kehidupan banyak makhluk hidup lainnya.
Penelitian terbaru menunjukkan, suhu laut dapat memanas hingga kedalaman 2000 meter. "Akibatnya, plankton, ikan dan mamalia laut kehabisan oksigen. Contohnya, zona mati yang kami lihat di Laut Baltik, Jerman, di mana praktis tidak memungkinkan ada kehidupan laut”
Ubur-Ubur: Hidup dalam Tekanan Ekstrem
03:26
Penangkapan ikan masif membuat ekosistem laut ‘stres'
Penangkatan ikan yang berlebihan dan tidak terkendali juga mengancam ekosistem laut. Organisasi lingkungan WWF memperkirakan, jumlah spesies laut yang ditangkap secara berlebihan meningkat tiga kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Jika terlalu banyak yang ditangkap, spesies tersebut tidak dapat melakukan regenerasi dengan baik.
Terutama di Laut Mediterania masalahnya sangat kentara. Di kawasan itu, lebih dari 50 persen sumberdaya ikan tergolong mengalami penangkapan berlebihan. Yang paling banyak ditangkap nelayan adalah Ikan haring, sarden, dan ikan teri.
"Ini mengganggu rantai makanan mamalia laut yang lebih besar dan juga seluruh ekosistem,” analisis Matthes. Hal ini juga berpengaruh pada landasan eksistensi manusia: ikan adalah sumber protein terpenting bagi lebih dari satu miliar orang di dunia.
Sekitar 600 juta orang di seluruh dunia - terutama di Cina, Indonesia dan India - mata pencahariannya bergantung pada laut.
The Great Pacific Garbage Patch di Samudra Pasifik di tengah pusaran sampah plastik raksasa seluas 1,6 juta kilometer persegi - atau tiga kali lipat luas negara PrancisFoto: Ocean Voyages Institute/ZUMAPRESS.com/picture alliance
Tahun 2050: lebih banyak plastik daripada ikan di lautan
Menurut proyeksi, pada tahun 2050, bobot sampah plastik akan melebihi bobot seluruh ikan di lautan. World Resources Institute, sebuah organisasi nirlaba di bidang lingkungan hidup yang berbasis di Washington, memperkirakan setiap tahunnya tambahan delapan hingga sepuluh juta ton sampah plastik baru akan mencemari lautan.
Dibutuhkan waktu ratusan tahun untuk menguraikan komponen plastik. Sampah dan partikel mikroplastik yang sangat tahan lama ini memberi masalah besar pada mahkluk hidup di lautan.
Fakta Tentang Laut, Sumber Kehidupan Bumi
Laut menutupi sebagian besar permukaan Bumi dan juga berperan dalam mengatur iklim di Bumi. Kondisi Bumi dan laut terus berubah karena perubahan iklim. Masih banyak yang harus diteliti tentang tempat tinggal kita ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Planet biru tempat kita tinggal: Bumi
Bumi disebut juga sebagai planet biru tentu karena warnanya. Lautan menutupi hingga 71% dari permukaan Bumi dan 90% dari biosfer. Ini menjadi bagian integral dari kehidupan dan penyediaan kebutuhan oksigen hingga 80%. Menjadikan laut bagian vital dari siklus karbon. Asal-usul laut belum dapat dipastikan, tapi lautan menjadi katalisator pembentukan kehidupan 4.4 miliar tahun yang lalu.
Foto: NASA
Rahasia di balik dalamnya laut yang belum tersentuh
Sekitar 80% dari dunia bawah laut belum pernah dieksplorasi atau dijamah oleh manusia. Para ilmuwan dan peneliti selalu mencoba untuk menguak misteri apa yang ada di bawah laut sana yang bisa membantu kita untuk memahami perubahan lingkungan dan membantu upaya mengelola sumber daya laut yang vital untuk perubahan iklim.
Foto: Colourbox/S. Dmytro
Laut berperan mengatur iklim di planet kita
Dengan menyerap radiasi matahari, mendistribusikan panas dan menggerakkan pola cuaca, laut memiliki peran vital dalam mengatur iklim di Bumi. Namun, kemampuan Bumi untuk melakukan hal natural seperti menyimpan kandungan karbon yang ada di udara dan memproduksi oksigen mulai terganggu karena perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/C. Triballeau
Laut juga 'padat' penduduk
Laut adalah rumah bagi sekurangnya 230.000 jenis spesies yang sampai sekarang diketahui. Terumbu karang menjadi tempat berlindung yang aman bagi invertebrata seperti kepiting, bintang, moluska dan ikan-ikan yang beragam. Sedangkan hewan besar seperti hiu, paus, dan lumba-lumba hidup di perairan terbuka.
Foto: Getty Images/D. Miralle
Hewan temuan bawah laut yang aneh
Para peneliti mengakui bahwa manusia mungkin baru menemukan sekitar 2/3 dari isi laut sesungguhya. Setiap tahunnya, ilmuwan selalu menemukan spesies baru seperti Squidworm atau Teuthidodrilus samae (foto) yang ditemukan di perairan laut Celebes di tahun 2007. Banyak hal lain yang menunggu untuk ditemukan di bawah sana.
Foto: Laurence Madin, WHOI
Tanda peringatan perubahan iklim
Laut dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Salah satu contoh utama adalah maraknya terumbu karang yang mulai "memutih" di seluruh dunia. Naiknya suhu dan polusi adalah situasi yang tidak optimal untuk kehidupan terumbu karang. Situasi ini menghambat terumbu karang untuk bertumbuh dan tidak semua terumbu karang dapat pulih setelah berubah menjadi "putih".
Foto: XL Catlin Seaview Survey
Tidak ada tempat berlindung lain untuk hewan laut
Penelitian terbaru menyatakan populasi ikan, moluska, dan kepiting turun dua kali lebih cepat dari populasi hewan daratan. Suhu ekstrem menjadi alasan utama, binatang yang hidup di laut tidak memiliki tempat untuk kabur dari naiknya suhu. Sayangnya, biota bawah laut tidak dapat berevolusi dengan cukup cepat untuk beradaptasi dengan situasi ini.
Es dan salju di Kriosfer mulai menghilang di tempat yang seharusnya ditutupinya. Naiknya suhu udara melelehkan glasier dan es. Kejadian ini berdampak pada naiknya permukaan laut dan juga naiknya tingkat keasaman laut dari metana yang dilepaskan dari permafrost dasar laut di Samudra Arktik.
Foto: AP
Kehilangan mata pencaharian
Manusia tidak dapat dipisahkan dari laut. Banyak kelompok sejak ribuan tahun yang lalu bermukim di pesisir pantai karena kelangsungan hidupnya bergantung kepada laut, seperti nelayan. Hari ini, keberlangsungan hidup banyak orang yang hidup di pesisir mulai terancam karena naiknya permukaan laut sedikit demi sedikit.
Foto: picture-alliance / Bildagentur H
Hilangnya biota laut
Hanya 13% dari laut di dunia bebas dari aktivitas manusia seperti menangkap ikan. Daerah pesisir yang sudah tersapu bersih mendorong para pencari ikan untuk berlayar lebih jauh. Kemajuan teknologi juga membantu menangkap ikan dengan jauh lebih mudah dan dalam jumlah yang lebih besar. Ini menjadi PR generasi mendatang untuk melindungi biota laut yang tersisa. (Ed.: pn/na)
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Suhu laut turut memengaruhi cuaca
Suhu laut juga berdampak pada cuaca dan suhu udara. Musim hujan monsun di Amerika Selatan dan Asia atau cuaca yang relatif sejuk di Eropa secara signifikan dipengaruhi oleh arus laut global.
Arus Teluk sebagai bagian dari sirkulasi Atlantik,,membawa air hangat dari daerah tropis ke Samudra Atlantik Utara. Ini memengaruhi suhu udara di Eropa yang relatifsejuk dan dengan begitu juga hasil meningkatnya hasil panen.
Menurut para peneliti, kenaikan suhu dapat mengubah sistem arus laut. Terdapat indikasi Arus Teluk kian melambat. Tanpa arus tersebut, suhu di Eropa utara akan lebih dingin lima hingga 15 derajat, menurut perhitungan Badan Lingkungan Hidup Federal Jerman.
Membetoni Laut: Tanggul Raksasa di Seluruh Dunia
Jakarta berambisi membangun tembok raksasa untuk melindungi wilayah utara dari abrasi dari banjir air laut yang melanda secara rutin. Hal serupa pernah dibuat di Belanda, Jepang dan kini juga Venesia.
Foto: picture-alliance/DUMONT Bildarchiv
Giant Sea Wall Jakarta
Digagas pada pemerintahan bekas Gubernur DKI, Fauzi Bowo, proyek tanggul raksasa di pantai Jakarta ini akan membentang sepanjang 32 kilometer dari Tangerang hingga Tanjung Priok. Tembok beton itu terdiri atas 17 pulau buatan yang membentuk lambang negara, Garuda. Giant Sea Wall Jakarta menelan biaya 600 Trilyun Rupiah dan akan rampung tahun 2030 mendatang.
Foto: 'NCICD/design KuiperCompagnons
Ancaman dari Utara
Beberapa faktor mendorong pemerintah membangun tanggul raksasa di teluk Jakarta. Selain gelombang tsunami, tembok beton itu juga dibuat untuk mencegah abrasi pantai dan banjir rob yang rutin melanda. Saat ini permukaan tanah di beberapa wilayah di utara Jakarta terus menurun. Proyek Giant Sea Wall mendulang kritik karena dampak lingkungan yang tidak tuntas dikaji.
Foto: ISMOYO/AFP/Getty Images
Banjir Melanda
Selain Giant Sea Wall, pemerintah Kota Jakarta juga menggalakkan penanaman pohon bakau di bibir pantai untuk menghadang abrasi dan banjir rob. Namun tidak jelas seberapa ampuh proyek tersebut mampu mengurangi risiko banjir di Jakarta. Terlebih, kritikus menilai, biaya pembangunan sebesar 600 trilyun Rupiah lebih baik digunakan untuk melindungi wilayah lain yang lebih terancam oleh bencana.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com
Berkiblat ke Negeri di Bawah Laut
Belanda adalah ahlinya mengendalikan laut. Negeri kecil di jantung Eropa ini membangun tanggul raksasa di wilayah pesisir untuk melindungi provinsi Zeeland dari terjangan air. Oleh American Society of Civil Engineers, tembok bernama Deltawerke ini mendapat gelar keajaiban dunia di abad modern.
Foto: picture alliance/ANP
Gerbang Bergerak buat Venesia
Proyek MOSE mengusung solusi yang sedikit berbeda untuk melindungi Venesia dari terjangan air. Kota yang dipenuhi bangunan bersejarah di timur laut Italia ini membangun gerbang bergerak yang bisa ditidurkan ketika air surut. Secara keseluruhan proyek MOSE membangun 78 gerbang air yang sanggup menahan kenaikan permukaan air sebanyak 60 sentimeter.
Foto: picture-alliance/dpa
Tembok Jepang
Jepang adalah negara yang tergolong kenyang dilanda bencana. Tsunami bukan hal asing bagi penduduk negeri sakura itu. Terlebih badai mengintai setiap saat. Sebab itu pemerintah Jepang membetoni 43 persen dari garis pantainya yang sepanjang 29.751 kilometer.
Foto: picture-alliance/dpa
Beton Pelindung London
Lain ceritanya di ibukota Inggris, London. Kota yang dibelah oleh sungai Thames ini berulangkali dilanda banjir akibat permukaan sungai yang meluap. Sebab itu pemerintah membangun tanggul raksasa yang bernama Thames Barrier. Tanggul sepanjang 560 meter ini cuma membutuhkan waktu 15 menit untuk menutup gerbang air dalam situasi darurat.
Foto: picture-alliance/DUMONT Bildarchiv
7 foto1 | 7
Samudera: sekutu mencegah perubahan iklim
Pada tahun 2023 dan 2024, suhu permukaan lautan mencatat rekor baru, berdasarkan laporan terbaru yang dirilis Copernicus. Copernicus adalah program luar angkasa Uni Eropa yang melakukan pengamatan terhadap bumi. Semakin panas suhu air, semakin memuai juga volumenya. Ini menjadi alasan mengapa ketinggian muka air laut terus meningkat.
Suhu laut kian memanas, karena menyerap karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya - hampir sepertiga dari emisi yang dibuat manusia. Dengan itu laut menstabilkan iklim. "Tanpa fungsi penyerapan emisi oleh lautan, suhu di atmosfer akan sangat tinggi,” jelas Carlos Duarte. Dia meneliti masalah kelautan di Universitas King Abdullah di Arab Saudi.
"Lautan adalah sekutu kita dalam mencegah perubahan iklim,” kata Katja Matthes, ”tapi hanya selama kita menjaga fungsinya.” Karena ketika suhu air laut meningkat, ia hanya dapat menyimpan lebih sedikit CO2.
"Dan dengan meningkatnya kandungan karbon, laut menjadi semakin asam," lanjut Matthes, "itu menyebabkan kerang dan karang mati.” Banyak organisme yang kesulitan beradaptasi dengan kondisi yang semakin asam. Akibatnya, mereka kekurangan energi untuk tumbuh dan melakukan reproduksi.
Sampah Plastik Mencemari Sungai dan Lautan
Sebagian besar sampah plastik yang mencemari sungai akhirnya bermuara di lautan. Inilah sungai besar di Asia dan Afrika yang paling banyak membawa sampah plastik.
Foto: Imago/Xinhua/Guo Chen
1. Sungai Yangtze
Yangtze adalah sungai terpanjang di Asia dan terpanjang ketiga di dunia. Sungai ini menduduki peringkat puncak sebagai pembawa limbah plastik ke lautan. Yangtze mengalir ke Laut Cina Timur dekat Shanghai dan sangat penting bagi ekonomi dan ekologi Cina. Tepian sungai merupakan rumah bagi 480 juta orang - sepertiga penduduk Cina.
Foto: Imago/VCG
2. Sungai Indus
Pusat Penelitian Lingkungan Helmholtz Centre for Environmental Research menemukan bahwa 90 persen plastik yang mengalir ke lautan dapat ditelusuri ke 10 sungai besar. Sungai Indus menempati urutan kedua dalam daftar itu. Sungai ini mengalir melalui sebagian India dan Pakistan ke Laut Arab. Karena kurangnya struktur pengolahan limbah, banyak plastik memasuki sungai ini.
Foto: Asif Hassan/AFP/Getty Images
3. Sungai Kuning
Plastik di sungai bisa masuk ke dalam rantai makanan karena ikan dan hewan laut dan air tawar menelannya. Sungai Kuning, yang disebut-sebut sebagai tempat lahirnya peradaban Cina, berada di urutan ketiga dalam daftar pembawa limbah plastik. Polusi telah membuat sebagian besar air sungai tidak bisa diminum. Sekitar 30 persen spesies ikannya diyakini telah punah juga.
Foto: Teh Eng Koon/AFP/Getty Images
4. Sungai Hai
Sungai lainya di Cina menduduki peringkat 4, yaitu sungai Hai. Sungai ini menghubungkan dua wilayah metropolitan terpadat: Tianjin dan Beijing, sebelum mengalir ke Laut Bohai, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. 10 sistem sungai memiliki ciri khas, kata penelitian tersebut.
Foto: Imago/Zumapress/Feng Jun
5. Sungai Nil
Dianggap sebagai sungai terpanjang di dunia, Sungai Nil mengalir melalui 11 negara sebelum memasuki Laut Tengah di Mesir. Sekitar 360 juta orang tinggal di daerah aliran sungai. Airnya mendukung pertanian - kegiatan ekonomi utama di kawasan ini. Sungai Nil berada di peringkat 5 daftar sungai yang terbanyak membawa sampah plastik. Setiap tahun, sekitar 8 juta ton limbah plastik dibuang ke sungai.
Foto: Imago/Zumapress
6. Sungai Gangga
Sungai Gangga merupakan pusat kehidupan spiritual India dan menyediakan air bagi lebih dari setengah miliar orang. Limbah pertanian dan industri telah menjadikannya salah satu sungai paling tercemar di dunia. Dalam hal sampah plastik, Gangga berada di peringkat 6. Para ahli mengatakan, kita harus menghasilkan lebih sedikit sampah dan menghentikan polusi pada sumbernya.
Foto: Getty Images/AFP/S. Kanojia
7. Sungai Mutiara (Pearl River )
Para pekerja membersihkan limbah yang terapung di Sungai Mutiara di Cina yang bermuara di Laut Cina Selatan antara Hong Kong dan Makau. Limbah buangan dan limbah industri di sungai ini makin banyak, seiring dengan laju ekspansi kota yang luar biasa. Sejak akhir 1970-an, kawasan delta sungai telah berubah dari daerah pertanian dan pedesaan menjadi salah satu daerah perkotaan terbesar dunia.
Foto: Getty Images/AFP/Goh Chai Hin
8. Sungai Amur (Heilong)
Air sungai makin kotor ketika menyentuh daerah perkotaan dan industri. Namun, menurut penelitian terbaru, limbah plastik bahkan ditemukan di lokasi terpencil. Sungai Amur mengalir dari daerah perbukitan di Cina timur laut dan membentuk sebagian besar perbatasan antara provinsi Heilongjiang (Cina) dan Siberia (Rusia) sebelum menuju ke Laut Okhotsk.
Foto: picture-alliance/Zumapress/Chu Fuchao
9. Sungai Niger
Niger adalah sungai utama Afrika Barat, yang menghidupi lebih dari 100 juta orang dan salah satu ekosistem paling rimbun di planet ini. Sungai ini mengalir melalui lima negara sebelum bermuara di Samudera Atlantik di Nigeria. Selain polusi plastik, konstruksi bendungan yang luas mempengaruhi ketersediaan air. Tumpahan minyak yang sering terjadi di Delta Niger juga menyebabkan air terkontaminasi.
Foto: Getty Images
10. Sungai Mekong
Pembangunan bendungan juga memiliki dampak ekologi dan sosial, terutama di sungai Mekong. Sekitar 20 juta orang tinggal di Delta Mekong. Banyak yang bergantung pada perikanan dan pertanian untuk bertahan hidup. Sungai ini mengalir melalui enam negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam dan Laos. Sungai Mekong menduduki peringkat 10 dalam daftar sungai yang paling tercemar limbah plastik.
Foto: Imago/Xinhua
10 foto1 | 10
Bagaimana lautan dapat dilindungi?
Untuk menangkal bahaya tersebut, sejumlah negara membangun kawasan konservasi laut. Salah satu yang kawasan konservasi laut terbesar terletak di wilayah pesisir negara bagian Hawaii, Amerika Serikat.
Bentuk perlindungan kawasan laut berbeda-beda di setiap negara. Seringkali di kawasan tersebut tidak diizinkan dibangun taman turbin angin lepas pantai , dan melarang penangkapan ikan. Saat ini kurang dari sembilan persen lautan dunia dilindungi - tetapi hanya tiga persen dari jumlah tersebut menerapkan pembatasan penangkapan ikan.
Iklan
Targetnya: mengurangi sampah plastik di lautan
"Kita tidak bisa menyelesaikan semua masalah dengan kawasan konservasi laut. Perubahan iklim atau sampah plastik tidak dapat dikecualikan dari wilayah tersebut,” kata Duarte.
PBB telah lama ingin membuat suatu perjanjian internasional untuk menghentikan polusi plastik. Negosiasi mengenai perjanjian tersebut baru-baru ini gagal karena adanya penolakan dari negara-negara produsen minyak seperti Arab Saudi dan Rusia. Negosiasi rencananya dilanjutkan di Swiss pada Agustus 2025.
Penelitian alternatif pengganti plastik konvensional telah berlangsung sejak lama. Para peneliti Jepang telah mengembangkan bahan alternatif plastik, yang larut di dalam air laut yang memiliki kandungan garam, dalam hitungan jam. Namun, alternatif ini tidak solutif mengingat sampah plastik sudah ada di lautan dalam jumlah yang besar.
Melindungi Samudera Biru, Merayakan Laut yang Sehat
Sepertiga dari "planet biru" akan dilindungi hingga 2030. Demikian target Hari Laut Sedunia 2021 yang tandai dorongan untuk lindungi dan pastikan sistem penunjang kehidupan yang hakiki di Bumi tetap dalam kondisi prima.
Foto: World Resources Institute
Lindungi planet biru kita
Tahun ini, Hari Laut Sedunia berkomitmen untuk melindungi setidaknya 30% dari "planet biru" hingga tahun 2030. Tidak hanya untuk menjaga kehidupan laut yang menghilang dua kali lebih cepat dari spesies daratn. Tapi juga bertujuan untuk melindungi lautan dari kenaikan suhu akibat pemanasan global yang membunuh terumbu karang dan mengurangi oksigen dalam air yang dibutuhkan untuk kehidupan laut.
Foto: Colourbox
Sistem penunjang kehidupan di bumi
Meliputi lebih dari 70% permukaan bumi, lautan menghasilkan setidaknya 50% oksigen untuk planet ini, rumah bagi sebagian besar keanekaragaman hayati di bumi, dan sumber utama protein bagi lebih dari satu miliar orang di dunia. Ekonomi dan komunitas “biru” yang berberbasis laut, hendaknya menjadi pelindung laut berkelanjutan, yang jadi sistem penunjang kehidupan di bumi.
Foto: Imago-Images/Leemage/Novapix/P. Carril
Menyerap karbon
Hutan bakau (foto di Kepulauan Guinea-Bissau), rumput laut dan rawa payau mencakup ekosistem "karbon biru'' yang dapat menyerap CO2 hingga empat kali lebih banyak dibanding hutan terestrial dengan luasan yang sama. Akibatnya, semua itu sangat esensial untuk mengurangi emisi global guna memenuhi kesepakatan iklim Paris hingga tahun 2050.
Foto: picture-alliance/dpa/ESA/USGS
Memelihara ekonomi biru
Laut akan tetap jadi sumber pekerjaan dan sumber nafkah esensial, jika ekonomi biru dikelola berkelanjutan. Menangkap ikan tradisional, memungkinkan ekonomi pesisir untuk mempertahankan mata pencaharian sembari melestarikan keanekaragaman hayati dan budaya. Ekonomi biru juga bertujuan untuk menggabungkan energi terbarukan dalam melindungi sistem penunjang kehidupan bumi dari kenaikan suhu.
Foto: picture-alliance/Demotix
Menghentikan eksploitasi penangkapan ikan
Inti dari keberlanjutan laut adalah menghentikan secara luas eksploitasi dan penangkapan ikan secara ilegal, yang mengancam keragaman kehidupan laut global. Di saat kapal pukat Cina menjadi sorotan karena menjarah perairan di Amerika Latin, Greenpeace telah lama menyerukan dihentikannya "pembantaian" tuna sirip biru yang terancam musnah di Mediterania, dan menuntut penciptaan cagar alam laut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Solaro
Tempat pembuangan sampah plastik
“The Great Pacific Garbage Patch” adalah pulau besar yang terbentuk dari plastik dan mikroplastik, berukuran dua kali wilayah Texas. Pulau terbentuk dari 1.8 triliun kepingan sampah plastik dengan bobot lebih 80 ribu ton. Tumpukan sampah yang terbawa ke laut mengandung arti terputusnya sisi kemanusiaan dari laut, yang dijuluki ibunya kehidupan oleh penulis lingkungan Rachel Carsen.
Foto: Greenpeace/Justin Hofman
Sumber energi dunia
Ocean Energy Europe menyebut, energi ombak dan pasang surut lautan dapat memasok 10% dari kebutuhan listrik Eropa pada 2030. Potensi terbesar cekungan laut Eropa untuk pembangkitan energi ada di Inggris, yang menghasilkan sekitar 50% dari energi pasang surut dan 35% dari energi gelombang di Eropa, dan dapat membangkitkan seperlima kebutuhan listriknya dari lautan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Bielmann
Menyatu dengan laut?
"Kita semua memiliki persentase garam dalam darah yang sama persis dengan yang ada di lautan, dan karena itu pula, kita memiliki garam dalam darah kita, dalam keringat dan dalam air mata," ujar mantan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy saat membahas hubungan simbiosis manusia dan laut. "Kita terikat pada lautan. Dan ketika kembali ke laut, kita kembali ke tempat asal kita. (kp/as)
Foto: picture-alliance/AA/M. Ciftci
8 foto1 | 8
Siapa yang boleh mengeksploitasi sumber daya laut?
Sekitar 40% kawasan laut, berada di dalam administrasi hukum nasional negara-negara yang berada dalam radius sekitar 370 kilometer di sekitarnya.
Selebihnya adalah laut lepas, yang berstatus hak semua orang, dan sering disebut sebagai "warisan bersama umat manusia”.
Untuk waktu yang lama, area ini tidak diatur regulasi sama sekali. "Akibatnya, banyak sumber daya laut ‘dieksploitasi' secara tidak bertanggung jawab,” kata Duarte. Sebagai contoh, hanya satu persen laut lepas yang dilindungi, karena negara-negara tidak mencapai kesepakatan lain selain regulasi wilayah Antartika. Konvensi Internasional tentang Laut Lepas dimaksudkan untuk menutup kesenjangan ini.
9 Bencana yang Dipicu Pemanasan Suhu Laut
Pemanasan suhu laut ditenggarai sebagai salah satu penyebab semakin maraknya bencana yang melanda Bumi. Berikut berbagai bencana akibat suhu laut yang memanas dengan cepat.
Foto: WILDLIFE/I.R.Lloyd/picture alliance
Frekuensi badai lebih sering dan lebih kuat
Saat suhu laut menghangat, intensitas siklon tropis akan meningkat. Frekuensi badai dan angin topan akan berlangsung lebih lama, terutama di Atlantik utara dan Pasifik timur laut. Kondisi cuaca ekstrem akan menghasilkan badai yang sangat merusak di masa depan, bahkan di daerah-daerah yang sebelumnya tidak rawan bencana.
Foto: AFP/Rammb/Noaa/Ho
Naiknya permukaan air laut dan gelombang badai
Lautan menghangat bersamaan dengan meningkatnya suhu atmosfer bumi. Hal ini mengakibatkan perluasan massa air yang menyebabkan permukaan laut naik lebih tinggi. Mata pencaharian penduduk yang tinggal di pesisir akan hilang. Terlebih mereka yang tinggal di daerah miskin.
Cuaca ekstrem dapat menyebabkan dua hal, yakni banjir akibat curah hujan yang tinggi atau kekeringan parah. Di beberapa tempat yang dilanda kekeringan, akan terjadi kegagalan panen hingga kebakaran hutan. Musim kebakaran hutan berlangsung lebih lama di banyak tempat dan jumlah kebakaran hutan meningkat secara drastis.
Foto: Reuters/AAP Image/D.
Perubahan arus di Samudera Atlantik
Jika Arus Atlantik Utara terganggu akibat pemanasan laut, maka akan terjadi musim dingin yang parah di seluruh Eropa barat dan utara. Hal ini karena arus berfungsi memastikan sirkulasi air laut yang berkelanjutan, yakni saat air permukaan yang padat meresap ke lapisan yang lebih dalam dan lebih dingin.
Foto: NGDC
Memaksa spesies bergerak ke daerah lebih dingin
Suhu laut yang menghangat memaksa spesies dan pada akhirnya seluruh ekosistem laut untuk bergerak menuju daerah yang lebih dingin. Ikan dan mamalia laut akan bermigrasi ke kutub, selayaknya hewan darat. Populasi ikan kod di Laut Utara, menyusut lebih cepat akibat pemanasan suhu laut bila dibandingkan dengan penangkapan ikan secara berlebihan.
Foto: by-nc-sa/Joachim S. Müller
Matinya ikan akibat kekurangan oksigen
Semakin hangat air laut maka semakin sedikit oksigen yang bisa disimpan. Di banyak sungai, danau dan laguna, terdapat ''zona kematian'' yang menyebabkan hewan-hewan tidak bisa hidup akibat kesulitan mendapat oksigen di lautan.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Schmidt
Matinya ribuan ikan akibat racun ganggang
Air yang hangat dan minim oksigen menyebabkan ganggang beracun berkembang biak secara pesat. Racun mereka dapat membunuh ikan dan makhluk laut lain di sekitarnya. Pertumbuhan ganggang telah mengancam industri perikanan dan pariwisata di banyak tempat. Ini adalah gambar sebuah pantai di Chili, tempat ganggang merah tumbuh dan berkembang yang menyebabkan ribuan ikan mati akibat racun syaraf mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/F. Marquez
Kerusakan terumbu karang
Suhu laut yang menghangat tidak hanya menyebabkan karang kehilangan warna aslinya (memutih) namun juga kemampuannya untuk bereproduksi. Ancaman paling serius akibat rusaknya terumbu karang adalah rusaknya ekosistem laut secara keseluruhan. (pkp/vlz)
Foto: picture-alliance/dpa/D. Naupold
8 foto1 | 8
Setelah melalui negosiasi selama 15 tahun, perjanjian ini ditandatangani oleh sebagian besar negara di dunia pada tahun 2023. Namun, perjanjian tersebut belum bersifat mengikat. Karena perjanjian ini perlu diratifikasi oleh setidaknya 60 negara - saat ini hanya 31 negara yang telah meratifikasi, termasuk banyak negara kecil. Bangladesh dan Prancis sudah meratifikasi, tetapi Jerman dan Amerika Serikat belum meratifikasi.
Komunitas internasional sepakat lindungi keanekaragaman hayati.
Pada tahun 2030, atau hanya dalam waktu lima tahun, 30 persen lautan harus dilindungi. "Sebuah target yang ambisius," kata Duarte. "Hingga tindakan kita saat ini bisa berdampak di masa depan, butuh waktu lama.”
Namun demikian, dia optimis. "Jika kita menyepakati perlindungan ini sekarang, di tahun 2050 kita akan dapat mewariskan lautan yang kurang lebih mirip dengan lautan yang dikenal oleh kakek-nenek kita, kepada anak cucu kita.”
Artikel ini pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Jerman