Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap Islamic State dan Al Qaeda di media sosial. Upaya ini diluncurkan dengan harapan dapat membendung penyebaran gagasan kelompok militan ini.
Iklan
Para diplomat dan pakar memang mengakui bahwa serangan di dunia maya yang dilancarkan di Twitter, Facebook dan YouTube tidak akan pernah menjadi solusi jitu untuk memerangi para jihadis. Namun para pejabat Amerika Serikat melihat media sosial sebagai medan perang yang semakin penting untuk mengubah pandangan kaum muda di negara-negara Islam terhadap kelompok radikal seperti Islamic State (IS) dan Al Qaeda.
Dalam 18 bulan terakhir, pihak berwenang AS telah menyoroti puluhan akun di jejaring sosial yang terkait dengan gerakan Islam radikal. Dan lewat akun-akunya sendiri, Amerika Serikat menulis komentar, mengirim foto dan video di akun-akun kelompok radikal tersebut.
Bukan Jumlah Anggota yang Jadikan IS Kuat
Melihat aksi Islamic State, banyak orang heran tentang bagaimana kelompok jihad kecil itu bisa merajalela.
Foto: picture alliance / AP Photo
Kekuatan IS kecil
Kelompok jihadi itu masih relatif merupakan kekuatan kecil dan kekuatannya tidak terletak dalam jumlah. Berikut alasan yang diidentifikasi oleh para ahli militer mengenai kenapa IS sukses.
Foto: Imago/Xinhua
Punya senjata baru
Islamic State menggunakan peralatan militer yang mereka rebut dari para musuh yang mereka taklukkan, termasuk tank-tank, Humvees, rudal dan berbagai senjata berat lainnya. Sejumlah perlengkapan, sebagian besar buatan Amerika, yang ditinggal kabur pasukan Irak yang melarikan diri ketika para jihadis meluncurkan serangan pertama mereka lebih dari dua bulan lalu, telah mengubah kemampuan IS.
Foto: picture alliance/AP Photo
Pengalaman Suriah
IS telah lama memiliki pijakan di Irak – yang bahkan menjadi tempat inkarnasi pertama kelahiran kelompok itu pada 2004 – namun apa yang membuat mereka kuat seperti hari ini adalah berkat pertempuran di negara tetangga Suriah. Mereka telah memerangi rezim Suriah dan kelompok pemberontak saingannya sejak 2011, kelihatan tidak takut mati dan mengadopsi taktik yang sangat agresif.
Foto: picture alliance/AP Photo
Memilih perang dengan cerdik
IS telah memilih perang dengan kecerdikan yang tajam, mefokuskan diri pada wilayah-wilayah Sunni di mana mereka bisa mendapatkan dukungan, infrastruktur-infrastruktur kunci atau tempat-tempat yang tidak dijaga dengan baik, serta pada saat bersamaan menghindari kekalahan yang tidak perlu untuk tetap memelihara momentum dan kesatuan di dalam organisasi.
Foto: Reuters
Propaganda efektif
IS menggunakan faktor ketakutan untuk menaklukkan seluruh kota tanpa perlawanan. Mereka menggunggah berbagai foto mengerikan orang-orang yang dipenggal dan dimutilasi, untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda dan pada saat bersamaan membuat musuh ketakutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Musuh yang lemah
Satu-satunya faktor tunggal terbesar yang membuat para jihadis itu kelihatan kuat adalah lemahnya para lawan mereka. “Angkatan bersenjata Kurdi relatif baik menurut standar Irak, tapi mereka betul-betul prajurit infantri yang “ringan”. Mereka yang berpengalaman memerangi Saddam Hussein telah pergi dan digantikan oleh orang-orang yang lebih muda,” kata Cordesman, mantan pejabat pertahanan AS.
Foto: Reuters
6 foto1 | 6
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS menggambarkan bahwa strategi ini sebagai kampanye gerilya siber. "Ini bukan obat mujarab, ini bukan peluru perak… Ini merupakan satu perang yang terdiri dari ribuan pertempuran. Tapi tidak ada pertempuran besar. Amerika menyukai pertempuran besar, tapi ini bukan. Ini seperti perang gerilya,” dikatakan pejabat tersebut.
Pihak berwenang AS mengatakan bahwa aksi ofensif di sosial media ini merupakan upaya untuk menunjukkan bahwa Amerika juga hadir dalam kampanye di jejaring sosial yang sebelumnya didominasi kelompok Islam radikal. Tujuan utamanya adalah untuk membuat para remaja di Barat atau negara-negara Islam untuk berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk pergi ke Irak atau Suriah bergabung dengan militan IS.
William Braniff, direktur eksekutif START, pusat studi dan pendidikan di University of Maryland yang berfokus pada masalah terorisme, mengatakan, strategi online yang dijalankan AS merupakan satu langkah benar, namun akan memerlukan waktu lama untuk membuahkan hasil.”