1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lawatan Clinton ke Rusia: Kebekuan yang Belum Tentu Mencair

6 Maret 2009

Jumat ini Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton melawat ke Rusia. berbagai isu diagendakan termasuk soal konflik Timur Tengah, senjata atom, dan krisis keuangan. Akankah membawa perubahan hubungan keduanya?

Simbol sengketa Rusia dan AS dalam persoalan rencana pembangunan sistem penangkis rudalFoto: AP

Sia-sia penantian pemerintah Amerika Serikat yang baru akan pujian dari Rusia. Perhatian dan tawaran-tawaran yang diajukan Presiden AS Barack Obama disambut dingin politisi Kremlin. Hanya sikap optimistis yang lebih berhati-hati yang ditunjukkan. Rusia ingin melihat tindakan ketimbang kata-kata, jelas pengamat politik Viktor Kremenjuk dari Institut Penelitian Amerika: „Apa yang dituntut Rusia kini setelah perang Agustus di Kaukasus adalah ketentuan baru atas hubungan kedua pihak. Presiden Rusia, Dmitri Medvedev langsung pada poinnya: Kami menginginkan, agar kepentingan kami diperhatikan, kami ingin diperhitungkan. Saya pikir, bila presiden AS tidak memiliki rumusan baru untuk ditawarkan, akan terjadi konflik lagi antara AS dengan Rusia.”

Perang antara Georgia dengan wilayah yang ingin memisahkan diri Ossetia dan Abkazia telah menggangu hubungan antara AS dan Rusia. Mantan menteri luar negeri AS; Condoleeza Rice mengancam secara terbuka pengucilan internasional terhadap Rusia. Pada saat yang bersamaan, Pemerintahan Bush mengupayakan perluasan NATO untuk negara-negara timur Eropa dan melancarkan rencana pembanguan sistem penangkal rudal di Polandia dan Ceko, yang ditentang Rusia. Rusia merasa semakin terdesak. Dampaknya: trend anti Amerika. Dalam sebuah jajak pendapat yang dilakukan organisasi non pemerintah Levada Center atau Pusat Levada September lalu, 75 responden menilai hubungan Rusia dengan AS sangat dingin, tegang dan bermusuhan. Presiden Rusia, Dmitri Medvedev memaparkan dengan gusar:“Supremasi negara tidak bisa diterima. Dominasi negara tertentu tidak bisa dibiarkan. Kita tidak dapat menerima adanya pengatur dunia, yang segala keputusan diambil hanya oleh satu negara. Juga meski dilakukan oleh negara yang serius dan punya otoritas yang kuat seperti Amertika Serikat.”

Percakapan telefon maupun surat-menyurat tingkat tinggi, tampaknya tidak menghilangkan sikap skeptis pemerintahan di Kremlin terhadap kebijakan AS. Perjumpaan pertama antara menteri luar negari Rusia Sergei Lavrov dengan menlu AS AS Hillary Clinton diamati dengan perasaan campur aduk yang kontradiktif. Media-media di Rusia sejak berminggu-minggu mempertanyakan dengan kritis, berapa harga yang harus dibayarkan untuk memperbaiki hubungan kedua pihak ini? Rusia tidak boleh dirugikan.

Mulai dari konflik Timur Tengah, sengketa atom Iran, konflik di Afghanistan, krisis keuangan hingga kesepakatan baru pelucutan senjata menjadi daftar poin-poin pembicaraan yang diagendakan. Menteri luar negeri Rusia, Lavrov terutama memandang penting poin terakhir. Kontrak awal pengurangan senjata atom strategis akan habis masa berlakunya akhir tahun ini. Rusia sudah sejak lama mendesak perundingan baru.

Dari pertemuan dengan menlu AS Hillary Clinton di Jenewa ini Rusia lebih menginginkan kepastian ketimbang kata-kata manis. Dalam hal ini dibutuhkan kerjasama yang lebih jujur. (ap)