33 Persen Warga Jerman Tidak Ingin Anggota Keluarga Muslim
30 Mei 2018
Survei terbaru Pew Research Center menunjukkan, 33 warga menolak seorang muslim menjadi anggota keluarga. Penolakan tertinggi di Italia (43 persen), Inggris (36 persen dan Austria (34 persen).
Iklan
Sekitar sepertiga warga Jerman menyatakan tidak ingin menerima seorang Muslim ke dalam keluarga mereka, dan seperlima menolak menerima seorang Yahudi sebagai anggota keluarga, demikian hasil Penelitian terbaru Pew Research Center yang berbasis di AS dan dirilis hari Selasa (29/5).
Penelitian itu dilakukan di tengah meningkatnya kecemasan tentang Islam radikal dan sentimen anti-Semitisme di Jerman. 19 responden warga Jerman dalam survei PEW menjawab negatif terhadap pertanyaan: "Apakah Anda bersedia menerima seorang Yahudi sebagai anggota keluarga?"
Di antara 15 negara Eropa yang diteliti, persentase responden Persentase responden yang mengatakan bahwa mereka tidak ingin menerima seorang Muslim di keluarga mereka adalah yang tertinggi di Italia (43 persen), Inggris (36 persen) dan Austria (34 persen).
Dari responden yang mengatakan mereka tidak ingin menerima anggota keluarga Yahudi, persentase tertinggi di Italia (25 persen), Inggris (23 persen) dan Austria (21 persen). Sedangkan Belanda dan Norwegia menunjukkan persentase terendah (3 persen).
Warga yang religius lebih intoleran
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Kristen di seluruh Eropa lebih tidak bertoleransi terhadap Muslim, Yahudi dan imigran daripada warga Eropa yang tidak mengidentifikasikan diri sebagai religius.
Kesediaan untuk menerima anggota keluarga Muslim di Jerman sangat berbeda antara umat Katolik dan Protestan. Lebih dari separuh umat Katolik mengatakan mereka tidak menerima seorang Muslim, tetapi hanya 16 persen umat Protestan.
Pew Research Center mensurvei 24.599 orang dewasa yang dipilih secara acak di 15 negara Eropa Barat antara April dan Agustus 2017. Mereka mengkategorikan responden menurut apakah mereka mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Kristen yang religius, tidak religius atau sebagai orang yang tidak beragama.
Sejak 2015, Jerman kedatangan jutaan pengungsi dan migran dari Timur Tengah dan Afrika. Kedatangan telah memicu reaksi anti-imigran dan memicu lagi debat politik tentang peran Islam di Jerman. Beberapa politisi juga mengaitkan kedatangan pengunsi dengan peningkatan sentimen anti-Semitisme.
Toleransi Beragama di Jerman
Toleransi beragama semakin digalakkan di Jerman. Itu diwujudkan antara lain dengan perayaan religi bersama, pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah, juga aktivitas kebudayaan lain.
Foto: picture-alliance/ZB
Merasa Anggota Masyarakat
Seorang perempuan muslim di Jerman mengenakan sebagai hijab sehelai bendera Jerman, yang berwarna hitam, merah, emas untuk menunjukkan keanggotaannya dalam masyarakat Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Poetry Slam Antar Agama
Perlombaan ini digelar 17 Agustus 2013 di Berlin. Pesertanya : penulis puisi dari kelompok agama Islam, Yahudi dan Kristen. Mereka membacakan sendiri karyanya. Pelaksananya yayasan Jerman, Friedrich Ebert Stiftung.
Foto: Arne List
Jurusan Teologi Yahudi
Jurusan ini diresmikan 19 November 2013 di Universitas Potsdam. Pada semester pertama, jurusan yang berakhir dengan gelar Bachelor ini memiliki mahasiswa 47 orang dari 11 negara. Jurusan ini juga terbuka bagi orang non-Yahudi, yang berniat mempelajari teologi Yahudi.
Foto: picture-alliance/dpa
Hari "Open Door" Mesjid 2013
"Tag der offenen Moschee" diadakan setiap tahun di Jerman, pada tanggal penyatuan Jerman, 3 Oktober. Pelaksanaannya dikoordinir berbagai perhimpunan Islam di Jerman. Lebih dari 1.000 mesjid di Jerman menawarkan ceramah, pameran, brosur informasi dan acara pertemuan serta tur di dalam mesjid. Setiap tahun lebih dari 100.000 warga menggunakan kesempatan untuk lebih mengenal Islam itu.
Foto: DW/R. Najmi
Mencari Informasi dan Berkenalan
Pengunjung pada hari "open door" di Mesjid Sehitlik, Berlin. Sebanyak 18 mesjid di Berlin, setiap tanggal 3 Oktober membuka pintunya bagi semua orang.
Foto: picture-alliance/dpa
Saling Menerima
Suster dari tiga ordo Katolik mengunjungi mesjid Yavuz Sultan Selim di Mannheim, pada "Hari Katolik" ke-98, tanggal 17 Mei 2012. Bertepatan dengan Hari Katolik tersebut, mesjid Yavuz Sultan Selim mengadakan hari pembukaan pintu.
Foto: picture-alliance/dpa
Pelajaran Agama Islam di Sekolah Jerman
Guru Merdan Günes berdiri bersama murid-murid di sekolah dasar kota Ludwigshafen-Pfingstweide, pada pelajaran agama Islam. Foto dibuat 09.12.2010. Pelajaran agama Islam mulai dilaksanakan di sebuah sekolah di negara bagian Rheinland Pfalz sejak tahun ajaran 2003/2004, dan sejak itu semakin diperluas.
Foto: picture-alliance/dpa
Belajar Toleransi
Guru Bülent Senkaragoz dalam pelajaran agama Islam di sekolah Geistschule di kota Münster. Foto dibuat 25/11/2011. Senkaragoz mengatakan, "Tugas saya bukan mengajarkan kepada murid, bagaimana cara sembahyang yang benar bagi seorang Muslim." Murid-murid di sini belajar tentang pentingnya toleransi. Pelajaran agama Islam dimulai di negara bagian Nordrhein Westfalen sejak 1999.
Foto: picture-alliance/dpa
"Mein Islambuch"
"Mein Islambuch“ (buku pelajaran Islam saya). Ini adalah buku pelajaran agama Islam baru untuk sekolah dasar. Ditulis oleh Serap Erkan, Evelin Lubig-Fohsel, Gül Solgun-Kaps dan Bülent Ucar. Di sebagian besar negara bagian yang dulu termasuk Jerman Barat, pelajaran agama Islam sudah termasuk kurikulum sekolah.
Berjalan Bersama
Buku pelajaran lain berjudul "Miteinander auf dem Weg" (bersama dalam perjalanan). Tokoh utama dalam buku itu hidup di dalam masyarakat, di mana pemeluk agama Kristen, Yahudi dan Islam hidup bersama dengan hak-hak sama. Seperti tampak pada salah satu ilustrasinya.
Foto: Ernst Klett Verlag GmbH, Stuttgart/Liliane Oser
Guru Agama Islam Orang Jerman
Annett Abdel-Rahman adalah guru pelajaran agama Islam di sekolah tiga agama di Osnabrück. Guru perempuan ini mengenakan jilbab, sementara rekannya yang Yahudi memakai kippah. "Bagi saya penting untuk memaparkan persamaan agama-agama Samawi kepada para murid," kata Annett Abdel-Rahman.
Foto: DW
Buka Puasa Bersama
Sebelum buka puasa bersama, para tamu membeli makanan dan manisan khas Turki, di Lapangan Kennedy di kota Essen. Dalam kesempatan ini umat berbagai agam bisa menikmati makanan bersama. Selama bulan puasa, hingga 500 orang, terdiri dari warga muslim dan non muslim datang ke tenda besar di lapangan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Sama-Sama Warga Kota
Di bawah moto ”Wir sind Duisburg” (kitalah Duisburg), penduduk sekitar rumah tempat tinggal warga Roma di kota Duisburg dan sejumlah ikatan masyarakat serta persatuan warga Roma mengundang imigran untuk bersama-sama menyantap sarapan.
Foto: DW/C. Stefanescu
Pekan Antar Budaya
Seorang perempuan Senegal berdiri di lapangan pusat kota Halle an der Saale, di sebelah gambar gedung pemerintahan Rusia, Kremlin. Dalam "Interkulturellen Woche Sachsen-Anhalt" diadakan berbagai pesta, pameran, ceramah di negara bagian itu. Tujuannya mengembangkan toleransi bagi warga asing dan pengungsi. Pekan budaya ini adalah inisiatif gereja Jerman, dan diadakan akhir September setiap tahun.