Kelompok gerilyawan menyerbu sebuah bangunan yang didiami organisasi bantuan internasional di Kabul, Afghanistan. Baku tembak terjadi dengan pasukan keamanan. Tiga milisi bersenjata tewas.
Iklan
Sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan menyatakan, sebuah bom mobil bunuh diri menerjang gedung yayasan amal internasional CARE di Shar-e Naw pada Senin (05/09) malam, setelah tiga penyerang memasuki gedung tersebut.
Sediq Sediqqi, yang merupakan juru bicara kementerian dalam negeri Afghanistan mengatakan beberapa orang terluka akibat insiden tersebut. Pasukan khusus kepolisan segera mencapai lokasi serangan dan mulai menyelamatkan orang-orang dari gedung. 42 orang yang terjebak telah dievakuasi oleh aparat keamanan, demikian tertulis dalam pernyataan pemerintah.
Lokasi penyerbuan itu merupakan rumah bagi banyak warga asing, termasuk para diplomat. Pasukan keamanan telah memblokir semua jalan mengarah ke Shar-e Naw.
10 Negara Paling Berbahaya di Dunia
Tiap tahun Institut Ekonomi dan Perdamaian (IEP) publikasi Global Peace Index. Peringkat dibuat berdasarkan 22 indikator, antara lain konflik ekstern dan intern serta korban tewas. Semakin tinggi skor, semakin berbahaya.
Foto: Zac Baillie/AFP/Getty Images
10. Korea Utara (skor GPI: 2.977)
Setelah merdeka dari Jepang, Korea terbagi dua. Korea Utara dipimpin keluarga Kim. Merekalah pemimpin struktur pemerintahan. Militerisasi besar-besaran menjadikan ekonomi negara lemah. Warga tidak punya properti, sehingga menyulut korupsi. Warga tidak punya hak bicara. Pemerintah bisa tangkap dan tahan orang tanpa alasan. Eksekusi dan kelaparan jadi penyebab peringkat rendah negara dalam GPI.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Chol Jin
9. Pakistan (skor GPI: 3.049)
Sejak kemerdekaan tahun 1947, Pakistan sudah berperang tiga kali dengan India. Ini melemahkan ekonominya. Situasi politik yang tidak stabil dan kekuasaan militer membuat situasi tambah buruk. Pakistan kerap digunakan teroris sebagai basis.
Foto: Reuters
8. Republik Demokrasi Kongo (skor GPI: 3.085)
Setelah digulingkannya rezim otoriter di negara itu, tepatnya sejak 1997 negara selalu dilanda perang saudara. Lebih dari 5,5 juta orang tewas akibat perang atau situasi yang diakibatkan perang. Pengungsian besar-besaran sebabkan penyebaran penyakit berbahaya seperti malaria. Di samping itu kurang gizi menyebar luas.
Foto: Reuters/N'Kengo
7. Sudan (skor GPI: 3.295)
Sudan terpuruk karena kekerasan antar etnis yang tak kunjung henti. Dua perang saudara dan konflik antar suku memecah-belah negara, yang akhirnya menyebabkan pemisahan diri bagian selatan Sudan menjadi negara Sudan Selatan. Tingginya kemiskinan dan praktek perbudakan memperburuk kondisi negara. Foto: serangan terhadap Kedutaan Besar Jerman di Khartum, 2012.
Foto: AFP/Getty Images
6. Somalia (skor GPI: 3.307)
Somalia tidak punya pemerintahan definitif, dan jadi tempat ideal bagi tumbuhnya kelompok radikal. Somalia dilanda perang saudara sejak 1991. Perang menyebabkan negara dilanda kemiskinan dan intervensi internasional memicu situasi tambah buruk. Foto: seorang tentara berpatroli di pantai Lido setelah serangan terhadap restoran Beach View Cafe, di Mogadishu, 22 Jan 2016.
Foto: Reuters/F. Omar
5. Republik Afrika Tengah (skor GPI: 3.332)
Negara ini merdeka dari Perancis 1960, setelahnya dikuasai rezim militer. Pemilu pertama diadakan 1993, tapi gagal menciptakan stabililitas. Pemerintah, kelompok Kristen dan Islam adu kuat memperebutkan kekuasaan. Foto: seorang tentara PBB berpatroli dekat mesjid Koudoukou di Bangui sebelum kedatangan Paus Fransiskus, 30 November 2015.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Medichini
4. Sudan Selatan (skor GPI. 3.383)
Negara terbentuk 2011 setelah memisahkan diri dari Sudan. Sejak itu negara baru ini terus dilanda perang saudara dan perang antar suku yang berebut kekuasaan. Konflik sebabkan tewasnya ratusan ribu orang, mungkin jutaan. Selain kekerasan etnis, kondisi kesehatan sangat buruk. Foto: seorang pengungsi Sudan Selatan membawa harta miliknya di Joda, setelah lari dari daerah perang Januaryi2014.
Foto: Reuters
3. Afghanistan (skor GPI: 3.427)
Negara ini selama beberapa dekade diduduki kekuatan asing . Setelah serangan teror 11 September di New York, AS menggulingkan kekuasaan Taliban di negara itu. Sejak 2001 tentara AS bercokol di negara itu. Akibat perang yang tak kunjung henti, infrastruktur negara rusak berat. Foto: polisi Afghanistan menjaga lokasi tempat terjadinya serangan bom di Kabul, 19 Mei 2015.
Foto: Reuters/M. Ismail
2. Irak (skor GPI: 3.444)
Setelah penggulingan Saddam Hussein 2003, Irak tidak pernah tenang. Sekarang Irak harus hadapi kelompok teroris ISIS (Islamic State) yang memperluas kekuasaan di wilayahnya dan di Suriah. ISIS sekarang berhasil bercokol di Mosul, Tikrit, Falluja dan menguasai sejumlah ladang minyak. Foto: aparat keamanan Irak memeriksa lokasi terjadinya ledakan bom mobil di New Baghdad 11 Januari 2016.
Foto: Reuters/Stringer
1. Suriah (skor GPI: 3.645)
Suriah jadi negara paling tidak aman sedunia. Perang saudara berkecamuk antara kelompok pemberontak lawan rezim Bashar al Assad. Untuk atasi konflik, pemerintah gunakan cara brutal dan senjata kimia. Situasi politik ini disalahgunakan, antara lain oleh ISIS. Ratusan ribu orang tewas sejauh ini. Foto: warga beri pertolongan setelah serangan bom oleh tentara pemerintah di Aleppo, 20 November 2015.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Alhabi
10 foto1 | 10
Pemboman terjadi setelah rangkaian ledakan
Serangan itu terjadi setelah pemboman kembar di dekat Kementerian Pertahanan Afghanistan yang menewaskan 24 orang. Juru bicara kementerian kesehatan Afghanistan, Ismail Kawasi, mengatakan 91 orang terluka dalam serangan di pusat kota Kabul tersebut.
Wakil juru bicara kementerian pertahanan Afghanistan, Mohammad Radmanish menceritakan, bom kedua diledakkan oleh seorang penyerang bunuh diri yang menyerbu setelah ledakan pertama dimana sejumlah pasukan keamanan berkonsentrasi di kawasan itu.
Seorang kepala polisi distrik dan seorang jenderal militer tewas dalam serangan itu, demikian disebutkan pejabat setempat yang tak mau disebut namanya karena tidak berwenang untuk mnyampaikan informasi.
Hidup dan Perang di Afghanistan
Fotografer Majid Saeedi menunjukkan lewat karyanya, dampak perang puluhan tahun atas rakyat Afghanistan. Jejak-jejak konflik dan kekerasan terlihat jelas, bahkan di tempat yang tidak disangka.
Foto: Majid Saeedi
Anak-Anak Afghanistan
Rakyat Afghanistan sangat terpengaruh perang puluhan tahun. Saeedi merangkum hidup mereka dalam seri foto terbarunya, yang diberikan kepada DW. Banyak foto berfokus pada anak-anak, seperti anak laki-laki yang kehilangan lengannya akibat ledakan ranjau.
Foto: Majid Saeedi
Boneka Lambang Tragedi
Dua anak perempuan bermain dengan sebuah tangan palsu di Kabul. Foto seperti ini yang membuat jurnalis foto seperti Majid Saeedi dari Teheran memenangkan banyak penghargaan.
Foto: Majid Saeedi
Berharga Ribuan Kata
Majid Saeedi mulai membuat foto ketika berusia 16 tahun. Lebih dari dua dasawarsa terakhir ia memfokuskan diri pada sisi kemanusiaan pada konflik Timur Tengah dan daerah itu. Foto-fotonya dipublikasikan dalam berbagai majalah dan surat kabar bergengsi, misalnya majalah Jerman Der Spiegel, juga harian AS, Washington Post dan New York Times.
Foto: Majid Saeedi
Di Antara Reruntuhan
Tidak hanya rakyat Afghanistan yang menyuarakan masa lalu negara itu, melainkan juga banyak reruntuhan bangunan.
Foto: Majid Saeedi
Kontras Kuat
Luka-luka akibat perang dan pemandangan mengesankan. Kontras kuat antara sisi perang yang manusiawi dan tidak. Inilah salah satu topik dokumentasi foto Saeedi.
Foto: Majid Saeedi
Masalah Sehari-Hari
Kecanduan obat terlarang adalah masalah terbesar Afghanistan. Negara itu jadi penyedia sekitar 90% kebutuhan dunia akan opium. Jumlah orang yang kecanduan opium juga tinggi. Tidak ada data resmi tentang jumlah anak yang jadi pecandu, tetapi PBB menduga, jumlahnya sekitar 300.000.
Foto: Majid Saeedi
Panggilan Upacara
Di sini, para kadet berbaris di pagi hari di sebuah akademi di Kabul, untuk memulai latihan mereka. Angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr telah membantu Afghanistan melatih aparat keamanannya sejak lebih dari 10 tahun lalu. Tujuannya adalah agar Afghanistan punya sistem mililter dan kepolisian yang berfungsi untuk memastikan stabilitas negara setelah tentara asing ditarik 2014.
Foto: Majid Saeedi
Masa Kecil Menyedihkah
Di foto ini tampak seorang anak laki-laki sedang dihukum gurunya. Afghanistan tidak punya sistem pendidikan yang bagus, dan banyak anak terpaksa berhenti sekolah dalam usia dini dan mencari uang bagi keluarga mereka. Itupun jika mereka pernah bersekolah.
Foto: Majid Saeedi
Tidak Ada Akses untuk Pendidikan
Dekade sejak 1979 punya efek drastis pada pendidikan. Menurut statistik yang dipublikasikan pemerintah Jerman tahun 2011, sekitar 72% pria dan 93% perempuan tidak punya pendidikan formal. Tingkat buta huruf sekitar 70%.
Foto: Majid Saeedi
Burka dan Barbie
Foto ini menunjukkan sejumlah perempuan yang ikut pelajaran membuat boneka, yang dibiayai sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Malaysia. Setiap kelas terdiri dari sekitar 80 murid. Tujuannya untuk membuat mereka bisa berdiri sendiri.
Foto: Majid Saeedi
Dendam Taliban
Setelah serangan Taliban di awal tahun 2011, segera setelah pembunuhan Osama bin Laden, empat orang tewas dan 36 luka-luka. Foto ini menunjukkan dua dari korban cedera di rumah sakit.
Foto: Majid Saeedi
Olah Raga
Dalam foto ini tampak dua atlet beristirahat setelah berlatih. Binaragawan adalah salah satu olah raga paling populer di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Memanen Perang
30 tahun terakhir sangat mempengaruhi kehidupan warga Afghanistan. Ini kenyataan yang bisa dilihat di lokasi-lokasi yang sama sekali tidak terduga.
Foto: Majid Saeedi
Madrasah
Ini foto anak-anak di sebuah madrasah di Kandahar, tahun 2011.
Foto: Majid Saeedi
Dilatih untuk Membunuh
Adu anjing sangat populer di Afghanistan. Anjing-anjing yang diadu sebelumnya dilatih untuk agresif dan membunuh lawannya.
Foto: Majid Saeedi
Terisolasi
Mereka yang sakit psikis kerap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi, terisolasi dari masyarakat. Dalam foto ini tampak para pasien berbaring dan dirantai di kota Herat, Afghanistan barat.
Foto: Majid Saeedi
Nasib Menyedihkan
Akram kehilangan kedua lengannya. Ia menanggalkan tangan palsunya jika hendak tidur. Ia hanya satu dari banyak anak bernasib sama di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Misi Jelas
Majid Saeedi berusaha menangkap masalah sosial yang tidak dibicarakan, dalam foto-fotonya. Demikian halnya dengan kekerasan dan ketidakadilan.
Foto: Maryam Ashrafi
18 foto1 | 18
Puluhan ambulans bergegas ke lokasi kejadian dan pasukan keamanan memblokir jalan menuju wilayah insiden. Seorang saksi mata, Ashuqullah, menceritakan situasi kacau yang ia saksikan: "Ledakan kedua itu begitu kuat, dan banyak orang, termasuk pejabat keamanan, tewas dan terluka.”
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengutuk serangan tersebut. Dalam sebuah pernyataan, ia mengatakan,"Musuh-musuh Afghanistan telah kehilangan kemampuan mereka untuk melawan pasukan keamanan dan kekuatan pertahanan negara dan dengan demikian menyerang jalan raya, kota, masjid, sekolah, dan warga sipil."
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengklaim kelompoknyalah yang telah melakukan serangan itu. Kelompok milisi Taliban telah berjuang untuk menggulingkan pemerintah Afghanistan yang didukung Amerika Serikat. Mereka sering menargetkan pasukan keamanan Afghanistan dalam serangan-serangan yang mereka lancarkan.
Lukisan Perasaan Anak-anak Afghanistan
Anak-anak di Afghanistan trauma dengan perang. Mereka menderita dan ketakutan. Anak-anak dari berbagai kota di Afghanistan menggambarkan perasaan mereka akan tanah airnya.
Foto: DW
Nazira dari Mazar-i- Sharif, kelas 6
" Saya mencintai alam. Perang menghancurkan alam, pasukan internasional telah membantu melindungi dalam beberapa tahun terakhir. Saya takut atas penarikan mereka ... "
Foto: DW
Ali Sina Lalizada dari Kabul, 12 tahun
"Taliban menembak teknisi. Di bawah pemerintahan Taliban, anak gadis tidak diizinkan untuk pergi ke sekolah. Perempuan tidak diizinkan untuk bekerja… Ini tidak benar! Mengapa anak laki-laki harus pergi ke sekolah dan anak perempuan tidak boleh? Saya tidak ingin Taliban kembali ke kancah kekuasaan."
Foto: DW
Slyman dari Khost, kelas 9
"Di sekitar sekolah kami pernah ada sebuah bom meledak di jalan. Anak-anak sekolah ikut terluka .. karenanya."
Foto: DW
Saina Husseini dari Kandahar, kelas 8:
“Perdamaian adalah hal yang diharapkan manusia. Perdamaian memungkinkan terciptanya kemajuan dan kebebasan untuk melangkah.. "
Foto: DW
Khadidja Refai dari Kandahar, kelas 8:
"Dalam nama Allah Yang Maha Pengasih, kita semua ingin damai "
Foto: DW
Sakina, kelas 4 dan Lima, kelas 5, keduanya dari Khost
Sakina : "Banyak orang miskin di negara kita tidak memiliki rumah dan mereka tinggal di tenda .. " Lima:"Kami mengandalkan bantuan guru. Anak-anak memiliki hak untuk belajar, sebagaimana Nabi kita tercinta mengajarkan : ... Belajar adalah tugas baik untuk laki-laki maupun perempuan."
Foto: DW
Abdul Hakim dari Khost , kelas 7
"Di masa lalu, banyak sekolah yang tidak memiliki bangunan. Kini pemerintah baru telah membangun banyak sekolah .. "
Foto: DW
Modjtaba dari Kabul, 12 tahun
"Seorang perempuan dicambuk oleh Taliban. Ini merupakan tindakan main hakim sendiri yang dilakukan Taliban .. "
Foto: DW
Hussna dari Kandahar, kelas 6
"Opium tidak hanya menghancurkan Afghanistan, tetapi juga merugikan citra Afghanistan di mata dunia. Seharusnya negara kita menjauhkan diri dari budidaya opium dan berbisnis dengan obat-obatan. ... "
Foto: DW
Marzai, kelas 8 dan Said Ghazanfer Ahmadi, kelas 8, dari Kabul
Marzai: "Di negara saya tetap terjadi perang dan penindasan banyak menimpa anak-anak - terutama perempuan. Mereka berada di luar sekolah." Said Ghazanfer Ahmadi: "Kemiskinan memaksa ayah dan anak melarikan diri dari tanah kelahirannya. Anak itu ingin pergi ke sekolah, tapi ayah mengeluarkannya dari sekolah, karena dia harus mencari uang. Itu adalah nasib banyak anak-anak miskin."