Di Jerman, Dompet Hilang Bisa Kembali Lagi
27 Desember 2019Ya, alhamdulillah saya berkesempatan mengais (euro) pengalaman magang di Deutsche Welle di kota Bonn selama kurang lebih tiga bulan, dari Oktober sampai Desember 2019.
Setelah 15 jam berada di udara, akhirnya kedua kaki ini mendarat di bandara terbesar di Jerman, yakni Frankfurt.
Untuk menuju stasiun Siegburg/Bonn, saya harus melanjutkan perjalanan menggunakan kereta cepat atau yang biasa dikenal kereta InterCity-Express (ICE).
Dengan kecepatan hingga 300 km per jam, perjalanan Frankfurt – Bonn (149 km) hanya ditempuh 40 menit saja saudara-saudara.
"Masih jauh ga sih ini?”, tanya saya dalam hati yang merasa kesusahan dan keberatan membawa sebuah koper dan tiga tas yang semuanya penuh dengan barang bawaan.
Tak lama berselang, yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dia adalah seorang bapak tua dengan mobil Mercedes Benz yang ditugaskan Deutsche Welle untuk mengantarkan saya ke tempat kost.
Long story short, minggu-minggu awal tinggal di kota kelahiran komponis Ludwig van Beethoven ini terasa begitu mudah dan menyenangkan.
Hingga akhirnya "petir” menyambar saya pada Kamis pagi, tanggal 31 Oktober 2019. Dompet hilang! Pikiran saya pun langsung bercabang.
"Astaghfirullah”, sekarang saya menjadi mahluk tanpa identitas. Tidak ada beda saya dengan rumput. Bagaimana tidak? Paspor, visa, dan dokumen-dokumen penting lainnya semua tersimpan di dalam dompet yang raib itu.
Dibantu ibu dan bapak kost, kami menyisir setiap ruangan untuk mencari dompet hitam dengan corak bunga-bunga. Hasilnya? Nihil.
Sudah tidak ketemu, masuk kantor pun terpaksa telat.
Dari gelap menjadi terang
Waktu menunjukkan pukul 9 lewat. Meskipun mentari bersinar terang tapi bagi saya pagi itu terasa begitu gelap seperti waktu maghrib tiba.
Kejadian pahit ini hanya diketahui oleh ibu dan bapak kost, serta bos dan teman-teman di DW. Keluarga di Jakarta bagaimana? Tentu tidak saya beri tahu. Selain menambah beban pikiran, mereka pun tidak akan dapat membantu banyak (kecuali doa).
Namanya orang Indonesia, selalu ada "untung” di setiap kejadian. Ya alhamdulillah untungnya sebelum terbang ke Jerman, saya sudah melakukan digitalisasi seluruh dokumen penting.
Ah sedikit lega. Setidaknya separuh hidup saya "terselamatkan”. Di titik ini saya merasa memiliki kecerdasan di atas rata-rata hihihi.
Sabtu pagi 2 November 2019, saya dan bapak kost meluncur ke kantor polisi untuk membuat laporan kehilangan.
Membuat paspor baru adalah langkah selanjutnya yang harus saya lakukan. Nah seperti yang tertuang dalam Quran, "maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”.
Kemudahan lain yang saya rasakan adalah saya bisa mengganti paspor baru tanpa harus mengeluarkan ongkos kereta yang sangat mahal. Kok bisa?
Iya, jadi jauh hari sebelum kehilangan dompet, bos redaksi DW Indonesia Mbak Vidi meminta saya dan Putra berangkat ke Frankfurt (4 November 2019) untuk liputan DW Kampus. Selain bandara, kalian tahu di Frankfurt ada apa? Konsulat Jenderal Republik Indonesia, KJRI.
Atas izin Mbak Vidi, saya melipir sebentar ke KJRI untuk lapor diri dan membuat paspor baru. Cukup membayar 100 euro (atau setara dengan Rp 1.561.000) pinjaman dari bapak kost, saya bisa mendapatkan paspor baru dengan cap KJRI Frankfurt. Alhamdulillah satu per satu masalah selesai teratasi.
Eits, roller coaster kehidupan saya di Jerman belum berhenti di sini dan nasib baik pun masih berpihak kepada saya. Lho bagaimana bisa? Bersiap diri karena kalian akan membaca bagian paling penting *drum rolls*.
Dompet ditemukan
Saya menerima surat dari balaikota Bonn yang isinya adalah mereka menemukan dompet saya yang hilang, lengkap dengan semua kartu dan dokumen penting! Wow! Alhamdulillah!
Tembok Berlin saja bisa diruntuhkan, apalagi cuma nemuin dompet yang hilang?! :p
Jangan tanya saya bagaimana dompet itu bisa hilang dan bisa kembali ditemukan, karena saya sendiri pun tidak tahu.
Lalu bagaimana dengan visanya? Kan nomor paspor sudah ganti?
Rasa takut masih membayangi saya mengenai hal itu. Jangan-jangan harus keluar uang lagi untuk urus visa baru? 50 euro? 100 euro? Atau bagaimana kalau tidak bisa pulang ke Indonesia? Dengan senang hati saya menetap di sini.
Berangkatlah saya dan bapak kost ke Ausländeramt (kantor urusan orang asing) yang berada di pusat kota Bonn. 15 menit menunggu di luar pintu ruangan pegawai Frau (=Ibu) Claus dengan perasaan harap-harap cemas. Tiba saatnya masuk dan konsultasi mengenai masalah yang saya hadapi, bapak kost dan Frau Claus berbincang menggunakan bahasa Jerman dengan lancarnya tanpa saya mengerti satu patah kata pun.
Dalam hati saya bergumam, "ngomong apa sih? Kok ketawa-ketawa juga?”. Tidak lama akhirnya bapak kost menjelaskan bahwa saya tidak perlu mengganti visa. Haaa lega bin bahagia. Ingin rasanya mencium tangan Frau Claus.
Singkat kata, visa akan tetap valid hingga masa berlaku habis meskipun sudah memiliki paspor baru dengan nomor yang berbeda. Hanya saja, saat akan keluar dari Jerman, kita diharuskan menunjukkan paspor lama dan baru. Kronologi bisa dijelaskan, hanya jika petugas bertanya. (hp)
* Hani Anggraini, jurnalis yang sedang magang di DW Bonn, Jerman.
**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri.