Bermula dari fiksi anak dan remaja, Leila S. Chudori merambah dunia jurnalisme tanpa melupakan dunia fiksi. Karya-karya berikutnya mendalami sisi gelap politik dan tidak enggan mengupas tabu di masyarakat tradisional.
Iklan
Koleksi cerita pendeknya berjudul Malam Terakhir mendapat pujian dari dalam maupun luar negeri. "Tahun 2006 saya merasa suah waktunya bagi saya untuk menulis tentang mereka yang menjadi korban," ujar Leila.
Ia bercerita, saat kuliah di Kanada ia berkesempatan pergi ke Paris dan bertemu dengan beberapa eksil politik asal Indonesia. Mereka terlibat dalam peristiwa 1965. Pertemuan tersebut memotivasinya untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan mereka dan menuliskan kisahnya.
Leila S. Chudori
03:34
Walau koleksi cerita pendek Malam Terakhir tidak secara spesifik mengisahkan pengalaman para eksil, tokoh sastra H.B. Jassin memuji Leila dalam kata pengantar buku tersebut. Leila dianggap "tidak enggan mendiskusikan tema yang dianggap tabu dalam masyarakat tradisional".
Tahun 2012, Leila S. Chudori mempublikasikan novelnya berjudul Pulang, tentangdrama keluarga, persahabatan, cinta dan pengkhianatan berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: 30 September 1965 di Indonesia, revolusi mahasiswa di Perancis tahun 1968, dan kerusuhan Mei 1968 di Indonesia.
Dalam wawancara video di atas, Leila menjelaskan proses kreatifnya saat menggarap novel Pulang dan karya sastra lainnya.
Kunjungan Wartawan Jerman ke Jakarta dan Makasar 2015
17 wartawan Jerman awal Juni berkunjung ke Indonesia atas undangan panitia Frankfurt Book Fair (FBF) 2015. Mereka meliput di Jakarta dan Makasar dan sempat bertemu dengan Presiden Jokowi.
Foto: Yayak Supriyatno
Dari berbagai media
Jurnalis peserta Press Trip FBF 2015 ke Indonesia berasal dari berbagai media: cetak, elektronik (TV, Radio) dan portal berita (online). Dalam perjalanan dengan bus dari bandara Soekarno Hatta menuju hotel di kawasan Menteng, diantar tim Komite Nasional.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Agenda padat
Press trip yang berlangsung dari 1 sampai 7 Juni ini punya agenda padat: Kunjungan ke TIM, Kota Tua, pertunjukan wayang, rangkaian wawancara dengan penulis Indonesia dan kunjungan ke Makassar Internasional Writers Festival (MIWF).
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pengalaman pertama: terjebak macet..
Pengalaman pertama yang mengesankan bagi mereka: terjebak macet Jakarta. Mereka heran Pak Sopir tetap tenang saja dan tidak terjadi kecelakaan lalu lintas sampai tiba di hotel. Padahal ada puluhan motor bersliweran dari segala arah dan jarak himpitan mobil hanya beberapa sentimeter.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pertemuan dengan Mendikbud Anies Baswedan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan memberi informasi tentang pendidikan dan kebudayaan Indonesia, ditemani Koordinator Komite Nasional Slamet Rahardjo Djarot dan Goenawan Mohamad.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pertemuan dengan Presiden Jokowi
Para jurnalis Jerman kemudian diterima Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan. Mereka terkesan dengan pertemuan santai tanpa protokoler ketat dan tidak melewatkan kesempatan berfoto bersama dengan anggota Komite Nasional FBF2015.
Foto: Yayak Supriyatno
Wawancara dan diskusi berantai
Para wartawan melakukan serangkaian wawancara, antara lain dengan jurnalis dan penulis Linda Christanty di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Sebelumnya mereka berdiskusi dengan Dewan Kesenian Jakarta.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Banyak penulis perempuan
Para jurnalis sempat mewawancarai penulis-penulis Indonesia, kebanyakan perempuan. Antara lain Laksmi Pamuntjak (foto) dan Okky Madasari. Di MIWF Makasar ada Leila S Chudory, Lily Yulianti Farid dan Seno Gumira Ajidarma.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pertemuan dengan John McGlynn
Pertemuan dan rangkaian wawancara dengan penulis dan penerjemah John McGlynn, salah satu pendiri Yayasan Lontar, yang sudah menerjemahkan dan menerbitkan ratusan buku sastra Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Pembuatan kapal tradisional di Makasar
Para wartawan Jerman yang datang ke Indonesia berasal dari resor budaya dan politik. Tiba di Makasar, mereka tertarik dengan kebudayaan tradisional, termasuk pembuatan kapal besar ini.
Foto: DW/H. Pasuhuk
Ke Pulau Lae-Lae dengan perahu motor
Selama kunjungan ke Makasar, delegasi wartawan Jerman sempat mengunjungi Pulau Lae-Lae yang bisa dicapai dalam beberapa menit saja dengan perahu motor. Kesan mereka selama di Indonesia bermacam-macam, dan mereka kagum dengan keragaman budaya di negara 17.000 pulau ini.