1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lembaran Baru Hubungan Bilateral Libanon-Suriah

13 Agustus 2008

Presiden Libanon Michel Suleiman tiba di Suriah hari Rabu (13/08). Pertemuan dua kepala negara tersebut menandai hubungan baru bilateral dan peran internasional Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al Assad.

Presiden Suriah Bashar al Assad.
Presiden Suriah Bashar al Assad.Foto: picture-alliance/ dpa

Dalam sebulan terakhir ini, Presiden Suriah Bashar al Assad merebut perhatian internasional. Assad menjadi tokoh utama dalam Konferensi Tingkat Tinggi Uni Laut Tengah di Paris. Kehadiran Assad di ibukota Prancis tersebut menandai kembalinya Suriah ke panggung internasional setelah sempat diisolasi negara barat dan sejumlah negara Arab. Perubahan yang dilakukan Presiden Assad ini berdasarkan pertimbangan politik dan masalah pekonomian di Suriah yang warganya menginginkan lebih banyak keterbukaan.

Seperti halnya Saeed di Damaskus, “Ini merupakan perkembangan yang baik. Suriah tidak lagi dianggap sebagai negara penyebab masalah, melainkan sebagai negara yang ingin memecahkan masalah. Kami sudah lelah dan jenuh. Kami sudah terlalu lama menderita akibat boikot dan sanksi politik.”

Hubungan Suriah dengan Iran, dukungan Hisbullah dari Libanon dan Hamas di Gaza mengakibatkan Suriah dicap sebagai negara pendukung teror yang disebut George W. Bush sebagai negara "poros kejahatan”.

Kebijakan baru yang diterapkan Assad mengangkat Suriah dari isolasi. Perundingan damai tidak langsung dengan Israel, dukungan terhadap perjanjian Doha yang mencegah Libanon dari perang saudara, pemilihan Michel Suleiman sebagai presiden Libanon dan membuka jalan bagi pembentukan pemerintahan baru di Beirut merupakan sejumlah tindakan yang dilakukan Presiden Suriah Bashar al Assad. Kini, Suriah ingin melakukan rekonsiliasi dengan Libanon, dengan saling menugaskan duta besar, untuk pertama kalinya sejak 60 tahun lalu dan 30 tahun pendudukan Suriah atas Libanon.

Keberhasilan ini memberikan keyakinan diri baru bagi Assad. Presiden Suriah Bashar al Assad mengatakan, Suriah tidak dapat diabaikan dalam upaya penyelesaian masalah Timur Tengah, begitu pun Libanon. Lebih lanjut Presiden Assad, “Libanon sekarang punya pemerintahan kesatuan nasional. Sebuah bab baru, juga bagi hubungan Suriah dan Libanon. Bagaimana bentuknya, kami akan membicarakannya dengan Presiden Suleiman, mengenai soal kedutaan dan hubungan kedua negara di semua tingkatan.”

Namun bobot Suriah ini masih ditanggapi dengan ragu-ragu oleh Libanon. Anggapan bahwa Suriah terlibat dalam pembunuhan mantan Perdana Menteri Libanon Rafiq al Hariri, masih melekat di Libanon. Hubungan yang dekat Suriah dengan Hisbullah, perlawanan terhadap Israel dan pengembalian tahanan terakhir, tindakan Assad itu seperti meminta pengakuan dari politisi Libanon yang pro barat. Sebenarnya Assad tidak perlu mengubah strategi kebijakannya, demikian juga pendapat Heiko Wimmen dari Yayasan Heinrich Böll di Beirut, "Realistisnya, tidak terlalu diharapkan bahwa pembicaraan dengan Suriah akan mencapai tujuannya, seperti berdamai dengan Hisbullah.”

Pembicaraan antara Presiden Libanon Michel Suleiman dan Presiden Suriah Bashar al Asaad hari Rabu ini (13/08) diharapkan akan mengembalikan kepercayaan kedua negara. Kedua kepala negara ingin menetapkan garis perbatasan. Sheba Farms yang diduduki Israel dan diklaim pemerintah di Beirut juga akan menjadi tema pembicaraan utama. Apakah ini menjadi penanda membaiknya hubungan Suriah dan Libanon? Mungkin saja.(ls)