Siapa nyana, ledakan kecil gunung berapi bisa mencegah kenaikan temperatur dan membantu pemulihan iklim Bumi. Temuan tersebut menjelaskan kenapa pemanasan global melambat dalam 15 tahun terakhir.
Iklan
Bahwa debu vulkanik yang terperangkap di atmosfer Bumi bisa mempengaruhi iklim sudah bukan rahasia lagi. Tapi kini ilmuwan menemukan, letusan kecil gunung berapi memiliki konsekuensi besar terhadap susunan partikel di atmosfer dan dengan begitu perubahan iklim.
Pendeknya, letusan gunung api kecil bisa memperlambat pemanasan global dengan menyebarkan partikel aerosol sulfur yang menghalangi sinar matahari dan menurunkan temperatur Bumi.
"Dengan memantulkan energi matahari kembali ke luar angkasa, partikel asam sulfur dari letusan-letusan kecil gunung berapi boleh jadi bertanggungjawab atas menurunnya temperatur global sebanyak 0.05 hingga 0.12 drajat Celcius sejak tahun 2000," tulis ilmuwan dalam jurnal ilmiah.
Beragam Teori Iklim
"Data baru ini bisa menjelaskan kenapa kenaikan temperatur global melambat selama 15 tahun terakhir."
Sebagai catatan, tahun terpanas dalam catatan sejarah terjadi pada 1998. Kendati suhu pada beberapa tahun terakhir lebih panas dari suhu rata-rata di abad ke 20, kenaikan drastis suhu bumi pada dekade 1990-an mulai memasuki fase stabil.
Gunung Api Paling Berbahaya dan Mematikan
Di seluruh dunia terdapat 1.500 gunung api aktif, yang erupsinya dalam dua abad terakhir menewaskan ratusan ribu orang. Indonesia dengan 130 gunung api aktif, memegang rekor letusan terdahsyat dan korban terbanyak.
Foto: picture-alliance/dpa
Tambora, Indonesia
Letusan gunung Tambora di Sumbawa tahun 1815 memuntahkan jutaan kubik meter material ke atmosfir, yang menyebabkan Eropa pada 1816 mengalami tahun tanpa musim panas. Sedikitnya 92.000 orang tewas akibat erupsi. Sekitar 100.000 korban lain tewas di Eropa dan Amerika akibat kelaparan yang dipicu gagal panen gara-gara abu letusan Tambora menyebabkan musim dingin panjang.
Foto: picture-alliance/AP
Krakatau, Indonesia
Letusan gunung Krakatau 27 Agustus 1883 menyemburkan material ke atmosfir hingga ketinggian 20 km. Debu vulkaniknya tersebar ke seluruh dunia dan erupsi memicu tsunami dahsyat. Dentumannya terdengar hingga ke Mauritius yang jaraknya 4.800 km. Sedikitnya 36.000 orang meninggal akibat letusan tersebut. Kini dari bekas kaldera muncul gunung Anak Krakatau.
Foto: AP
Mt. Pelee, Martinique Perancis
Letusan dahsyat yang terjadi mulai 25 April hingga mencapai puncaknya 8 Mei 1902 menewaskan lebih 40.000 orang di pulau kawasan Antilles Kecil milik Perancis. Gunung api yang diduga sudah mati itu tiba-tiba aktif dan melontarkan isi dapur magmanya. Letusan final tanggal 8 Mei sangat hebat, sehingga meluluhlantakkan kota St. Pierre. Hanya dua orang warga kota yang selamat dari kematian.
Foto: K. Tribouillard/AFP/Getty Images
Vesuvius, Italia
Erupsi yang dicatat sebagai paling dramatis dalam sejarah dunia, adalah letusan gunung Vesuvius di Italia pada tahun 79 Masehi. Akibat letusan, kota-kota Pompeii, Herculaneum dan Stabia hancur dan lebih dari 10.000 orang tewas dilanda awan dan lahar panas. Sementara letusan tahun 1631 tercatat menewaskan lebih 6.000 orang.
Foto: Imago
Kelud, Indonesia
Letusan gunung Kelud 19 Mei 1919 menghancurkan lebih dari 100 desa dan menewaskan sedikitnya 5.000 orang. Saat erupsi, 38 juta kubik meter air dilontarkan dari danau kawah. Letusan terakhir terjadi 2014 yang membuat sengsara warga di sekitar Blitar hingga ke Yogyakarta.
Foto: Reuters
Nevado del Ruiz, Columbia
Gunung api ini sebetulnya sudah melontarkan sinyal akan meletus hebat, dengan tremor dan gempa kecil terus menerus. Tapi pemerintah Columbia mengabaikannya, hingga sebuah erupsi hebat tanggal 13 November 1985 malam, menyemburkan lava, lahar panas serta lahar dingin yang menimbun kota Armero. Sedikitnya 23.000 orang tewas akibat letusan gunung api tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa/Ingeominas
Merapi, Indonesia
Gunung Merapi di dekat Yogyakarta yang berpopulasi padat terkenal sebagai gunung api paling aktif dalam beberapa dekade terakhir ini. Erupsi yang terjadi tahun 1930 tercatat menelan korban terbanyak, 1.300 tewas. Letusan tahun 2010 yang merupakan erupsi terhebat sejak 1872 menewaskan sedikitnya 350 orang.
Foto: picture alliance/dpa
Mount Nyiragongo, Republik Demokrasi Congo
Gunung berapi yang berlokasi di Virunga National Park dekat perbatasan antara Republik Demokrasi Congo dan Ruanda ini terkenal karena danau lava cairnya dengan diameter sekitar 1,2 km. Erupsi yang terjadi 2002 meluluhlantakan kota Goma dengan aliran lava cairnya. Sejarah mencatat erupsi, gunung api Nyiragongo menyumbang kontribusi 40% dari seluruh kasus letusan gunung api di benua Afrika.
Foto: AP
Unzen, Jepang
Erupsi gunung api Unzen pada tahun 1792 dicatat sebagai salah satu bencana alam terhebat dalam sejarah Jepang. Letusan Unzen yang berlokasi dekat kota Nagasaki itu memicu tanah longsor dan tsunami. Sedikitnya 15.000 orang tewas akibat kombinasi bencana alam letusan gunung api, tanah lonsor dan tsunami.
Foto: picture-alliance/dpa
Laki Volcanic System, Islandia
Erupsi berlangsung 8 bulan mulai 8 Juni 1783 hingga Februari 1784 muntahkan lebih dari 14,7 kubik kilometer lava dan sebabkan munculnya retakan sepanjang 27 kilometer. Tapi sekitar 9.500 korban tewas bukan diakibatkan lontaran material vulkanik padat, melainkan akibat dilanda gas beracun yang juga dilontarkan ke atmosfir dan memicu hujan asam, yang membunuh ribuan hewan ternak dan meracuni tanah.
Foto: picture-alliance/Arco/R. Kiedrowski
10 foto1 | 10
Beragam teori bermunculan buat menjelaskan kenapa Bumi mengalami stagnasi kenaikan suhu global, termasuk juga perihal bagaimana panas matahari disimpan di dalam samudera atau periode melemahnya aktivitas matahari.
Kebanyakan proyeksi iklim tidak memperhatikan faktor ledakan gunung berapi karena sifatnya yang sulit ditebak. Namun beberapa letusan masuk dalam skema iklim karena dimensinya yang terlalu besar buat dilewatkan
Letusan gunung Pinatubo di Filipina tahun 1991 silam misalnya menghamburkan sebanyak 20 juta ton asam sulfur ke atmosfer Bumi dan diyakini berdampak pada iklim global.
Partikel yang Hilang
David Ridley, peneliti atmosfer di Massachusetts Institute of Technology mengakui dunia sains sedang mencari kepingan terakhir untuk menguak teka teki iklim. Ridley kemudian menemukan kepingan tersebut di antara stratosfer dan troposfer, lapisan terakhir atmosfer yang juga dikenal sebagai dapur cuaca.
Kedua lapisan bertemu di ketinggian 10 hingga 15 kilometer dari permukaan Bumi dan berada di luar jangkauan sebagian besar satelit.
"Satelit telah bekerja baik memonitoring partikel di atas ketinggian 15 kilometer, tapi ini cuma berlaku buat daerah tropis," kata Ridley. "Tapi mendekat ke kutub kita kehilangan semakin banyak partikel di lapisan bawah stratosfer yang mencapai ketinggian 10 kilometer."
Penelitian yang menggabungkan observasi udara, darat dan luar angkasa itu menemukan, jumlah parikel aerosol di lapisan bawah stratosfer lebih besar dari yang diduga selama ini. Pakar menilai, model iklim di masa depan harus memperhatikan pengaruh partikel aerosol dengan lebih seksama.