Letusan Tambora Jadikan Napoleon Kalah di Waterloo
23 Agustus 2018
Para ilmuwan telah lama tahu jika hujan dan lumpur sangat merepotkan tentara Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte di Pertempuran Waterloo. Mereka lantas meneliti penyebab cuaca buruk yang luar biasa ini.
Iklan
Dampak letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa memang luar biasa. Selain menewaskan sekitar 100.000 orang, material vulkanik yang terlepas ketika erupsi juga mencapai langit Eropa, membuat benua itu mengalami tahun tanpa musim panas sepanjang 1816.
Tidak hanya itu, cuaca dan temperatur bumi pun berubah. Abu vulkanik bermuatan listrik yang berada di atmosfer bumi menyebabkan cuaca buruk secara global dan ini semua terjadi hanya dua bulan sebelum pertempuran yang mengubah sejarah benua Eropa itu.
Dr. Matthew Genge dari Imperial College London menemukan bahwa abu vulkanik bermuatan listrik akibat letusan itu dapat mengakibatkan terjadinya 'arus pendek' di listrik ionosfer - tingkatan langit di atas atmosfer, dimana terjadi pembentukan awan.
Peristiwa ini kemudian menghasilkan hujan lebat yang terjadi di seluruh Eropa dan menyebabkan kekalahan Napoleon.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Geologi, Rabu (22/8) ini mengkonfirmasi adanya kaitan antara letusan dan kekalahan tentara Napoleon.
Dalam makalahnya, Dr. Genge menjelaskan letusan Tambora dapat menghempaskan abu ke atmosfer pada ketinggian yang lebih dari yang diperkirakan sebelumnya, yaitu bisa mencapai hingga 100 kilometer di atas tanah.
Mirip daya magnet
"Sebelumnya, para ahli geologi mengira kalau abu vulkanik terperangkap di lapisan langit yang lebih rendah karena semburan material vulkanik naik secara ringan dan perlahan," ujar Dr. Genge.
"Namun penelitian saya menunjukkan jika abu dapat melesat ke tingkat lapisan atmosfer atas karena kuatnya daya listrik."
Letusan Tambora, Inspirasi Terciptanya Sepeda
Dari bergerak tanpa pedal hingga menjadi kendaraan roda dua dan alat olah raga: sepeda memiliki perkembangan yang menarik sejak mulai ditemukan. Termasuk pengaruh letusan gunung Tambora.
Foto: picture-alliance/akg-images
Dari kekuatan kaki membawa kita ke tujuan
Dalam masa hampir bersamaan, Pierre Michaux (Perancis) dan Pierre Lallement (Amerika Serikat) mengembangkan kendaraan berpedal pertama dengan sistem penggerak engkol pada roda depan. Siapa penemu sebenarnya sepeda? Hingga saat ini masih belum jelas. Yang pasti, tanggal 20 November 1866, Lallement dianugerahi hak paten di AS untuk penemuannya ini.
Foto: picture-alliance/Mary Evans Picture Library
Letusan Tambora inspirasi cikal bakal sepeda
Draisine dianggap prototipe sepeda. Kelaparan, kekurangan pangan dan matinya kuda sebagai alat transportasi pada tahun 1816 - terjadi akibat letusan gunung berapi Tambora di Indonesia yang mengubah iklim Eropa. Bencana ini menginspirasi pejabat kehutanan Jerman, Karl von Drais untuk penemuannya: "kuda-kudaan" berupa roda dua tanpa pedal.
Foto: picture-alliance/akg-images
Tinggi sekali roda depannya
Lebih cepat, lebih tinggi. Pada tahun 1870 sepeda beroda depan tinggi yang melaju lebih cepat diproduksi pengusaha Inggris James Starley dan William Hillman. Namun, struktur sepedanya tidak stabil dan menyebabkan beberapa kecelakaan fatal di jalanan. Terobosan sepeda terjadi pada tahun 1888 dengan kembali ke sepeda biasa dan penemuan ban pneumatik John Dunlop.
Foto: picture-alliance/akg-images
Berdua
Berduaan lebih asyik ketimbang sendirian. Sepeda kemudian dikembangkan dengan menambah boncengan, dan juga tandem. Bidang kemudi ditetapkan sebagai "pilot" atau "kapten", sementara bagi yang tidak mengayuh disebut sebagai "stoker" atau "pemanas".
Foto: Imago
Tour de France pertama tahun 1903
Tour de France di Perancis yang pertama berlangsung dari tanggal 1 sampai 19 Juli 1903. Balapan ini terbagi dalam enam etape, dengan total panjang perjalanan 2.428 kilometer. Pemenangnya adalah pembalap Prancis, Maurice Garin.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Conservatoire du Patrimoine Sportif
Berlawanan arah jarum jam
Sejarah sirkuit balap sepeda dimulai sejak abad lalu. Bahkan kemudian digunakan dalam kompetisi internasional. Pebalap sepeda melintasi arena balap berlawanan arah jarum jam.
Foto: Getty Images
Balapan sepeda gunung
Olimpiade sepeda gunung lintas negara perdana diadakan tahun1996. 44 pengendara sepeda berkumpul di Georgia International Horse Park dekat Atlanta – yang menjadi titik start balapan. Juara Olimpiade sepeda gunung pertama diraih oleh Bart Jan Brentjens dari Belanda.
Foto: picture-alliance/dpa/G. Breloer
Emas untuk kecepatan, trik dan aksi
Tahun 2008, balapan sepeda Motocross (BMX) menjadi cabang olahraga Olimpiade. Dalam kompetisi, atlet menunggangi sepeda beroda 20 inci, melaju dengan kecepatan tinggi, sambil mempertontonkan trik dan ketrampilan berbahaya. Di Olimpiade Beijing, pemenangnya adalah pesepeda Perancis, Anne-Caroline Chausson dan Maris Stromberg dari Latvia.
Foto: picture-alliance/Augenklick/Roth
Membawa beban
Di seluruh dunia, sepeda masih dianggap sebagai salah satu pembawa beban utama. Seperti dalam foto ini, seorang pedagang di Vietnam mengangkut berkilo-kilo barang dengan sepeda ke pasar. Penulis : Melanie Cura Daball (ap/rzn)
Foto: picture-alliance/robertharding/J. Langley
9 foto1 | 9
Serangkaian percobaan Dr. Genge menunjukkan bahwa kekuatan elektrostatik dapat mengangkat abu jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan daya apung abu itu sendiri.
Ia menciptakan sebuah model untuk menghitung seberapa jauh abu vulkanik dengan muatan listrik bisa melesat ke langit, dan menemukan bahwa partikel yang lebih kecil bisa mencapai ionosfer selama erupsi besar.
"Batu dan abu vulkanik dapat memiliki muatan listrik negatif. Efeknya sangat mirip seperti dua magnet didorong menjauh satu sama lain jika kutub mereka sama," ujarnya.
Hasil eksperimen ini juga konsisten dengan catatan sejarah dari letusan lainnya.
Minim referensi cuaca
Pencatatan cuaca pada tahun 1815 bukan hal yang umum dan sangat jarang dilakukan.
Jadi, salah satu referensi yang ia pakai untuk menggambarkan keadaan cuaca pada saat pertempuran adalah dari novel Victor Hugo yang berjudul Les Mirables.
"Hugo bercerita tentang Pertempuran Waterloo: 'langit yang sangat gelap tidak seperti biasanya, cukup gelap untuk meruntuhkan dunia.' Sekarang kita selangkah lebih dekat dalam memahami peran Tambora di Pertempuran ini," lanjutnya.
Untuk menguji teorinya, Dr. Genge juga memeriksa catatan cuaca tahun 1883 setelah terjadi letusan gunung api lainnya di Indonesia yaitu Krakatau.
Data menunjukkan suhu rata-rata jadi lebih rendah dan berkurangnya curah hujan segera setelah letusan dimulai. Selain itu, curah hujan secara gobal juga lebih rendah selama letusan bila dibandingkan periode sebelum atau sesudahnya.
Monster Pembunuh dari Sumatera
Siapa nyana di balik keindahan danau Toba tersimpan monster pembunuh yang bisa mengamuk setiap saat. Ilmuwan meyakini, Toba adalah gunung supervulkan yang jika meletus bisa mengubah wajah Bumi untuk selamanya.
Foto: flickr/Stuck in Customs
Api di Perut Bumi
Ledakan supervulkan bisa mengubah wajah Bumi dan menyeret manusia kembali ke zaman batu. Tidak cuma perubahan iklim drastis, ledakan supervulkan bisa memangkas populasi manusia menjadi tinggal segelintir saja. Saat ini terdapat 11 gunung api super di seluruh dunia yang bisa meletus setiap saat. Dan salah satunya terdapat di Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/J. Ordonez
Kematian di balik Keindahan
Siapa nyana di balik keindahan danau Toba tersimpan monster pembunuh. Sekitar 75.000 tahun silam langit Bumi menghitam oleh abu vulkanik yang dimuntahkan oleh gunung Toba. Letusan vulkan purba itu diyakini 100 kali lipat lebih besar ketimbang erupsi terbesar dalam sejarah manusia modern, yakni gunung Tambora, yang menyebabkan tahun tanpa musim panas di langit utara pada 1816.
Foto: picture-alliance/dpa/Francis
Hujan Lahar
Letusan Toba adalah erupsi terbesar dalam 2,5 juta tahun terakhir. Jejak abu vulkanik dari ledakan Toba misalnya tersebar di sepanjang Samudera Hindia hingga ke Afrika Timur. Menurut penelitian Michigan Technological University, letusan Toba memuntahkan 2800 kilometer kubik debu vulkanik hingga ketinggian 80 kilometer. Jumlah sebesar itu bisa dipakai buat membangun 19 juta gedung 100 tingkat.
Maut dari Langit
Toba tidak cuma membuat populasi nenek moyang manusia menyusut menjadi tinggal belasan ribu, tetapi juga mengubah iklim Bumi sepenuhnya. Diperkirakan awan vulkanik yang menutupi matahari menyebabkan penurunan suhu global antara 3 hingga 5 derajat Celcius. Ilmuwan mencatat letusan Toba menyebabkan tahun terdingin pada periode glasial terakhir di Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/I.Damanik
Kamar Api
Kamar magma Toba kini diyakini telah kembali terisi penuh. Salah satu buktinya adalah pulau Samosir yang tumbuh setinggi 450 meter sejak erupsi dahsyat 75.000 tahun silam. Selain itu sejumlah gempa bumi di kawasan juga menandai aktivitas di kamar magma, seperti gempa bumi tahun 1987 di pantai selatan danau Toba.
Foto: picture-alliance/dpa/A.Owen
Potensi Ledakan
Ilmuwan meyakini danau Toba saat ini berpotensi menjelma menjadi supervulkan. Pasalnya Toba terletak di tepi Patahan Sumatera. Setiap aktivitas seismik pada patahan itu bisa memicu tekanan terhadap ruang magma di perut Toba. Potensi ledakan bertambah besar lantaran gerak lempeng Australia yang mendesak lempeng Sunda sebanyak 5,5 cm per tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/A.Owen
Semut di Mata Gajah
Ledakan lain yang mengubah Bumi adalah letusan gunung Krakatau. Berkekuatan 200 megaton TNT atau setara dengan 13.000 kali lipat bom Hiroshima, letusan Krakatau terdengar hingga jarak 4800 kilometer dan menyebabkan gelombang tsunami yang membunuh 36.000 orang. Tapi dibandingkan Toba, gunung Krakatau cuma memuntahkan 25 kilometer kubik abu vulkanik, 200 kali lipat lebih sedikit ketimbang Toba
Foto: Getty Images/Hulton Archive
Yellowstone Mengancam
Gunung supervulkan lain yang tak kalah mengancam adalah rantai pegunungan Huckelberry di taman nasional Yellowstone, Amerika Serikat. Serupa Toba, ruang magma di kawasan ini menyimpan batuan cair sebanyak 2.500 kilometer kubik. Ilmuwan menghitung probabilitas ledakan Yellowstone sebesar 1:700.000. Jika meletus, diyakini 90.000 orang akan meninggal dunia sebagai dampak langsung.