17 Mei 1990, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghapus homoseksualitas dari daftar penyakit. Ahli menjelaskan, orientasi sesksual adalah takdir, bukan pilihan.
Cinta itu penuh warna, namun orientasi seksual seseorang memecah belah opini masyarakat secara keseluruhanFoto: DyD Fotografos/Geisler-Fotopress/picture alliance
Iklan
Sebelum tanggal 17 Mei 1990, suka sesama jenis dianggap sebagai semacam "penyakit mental". Banyak dari mereka yang dikurung di rumah sakit jiwa atau penjara dan "diobati” dengan sengatan listrik atau psikoterapi yang efeknya meragukan.
Di masa ini, jelas bahwa orang homoseksual, biseksual, atau transeksual tidak sakit dan tidak pernah sakit, ujar Direktur Institut Seksologi dan Kedokteran Seksual di Charité di Berlin, Prof. Dr. med. Klaus M. Beier.
Ia menjelaskan: "Saat ini sudah jelas: Tidak ada orang yang memilih orientasi seksualnya. Itu adalah takdir, bukan pilihan. Di bawah pengaruh hormon seks selama masa pubertas, terbentuklah apa yang para ahli sebut sebagai 'struktur preferensi seksual.' Dan sejak remaja, sudah terprogram pada diri seseorang, jenis kelamin apa yang menjadi orientasinya, seperti apa tubuh orang yang diinginkan, dan interaksi seksual seperti apa yang diinginkan orang tersebut."
Setelah fase perkembangan pada masa remaja ini, preferensi seksual masing-masing tetap stabil, kata Beier. "Gejala ini berkembang pada masa remaja dan kemudian tetap stabil sepanjang hidup, meskipun ada beberapa orang yang ingin mengubah orientasi seksualnya, misalnya karena tekanan sosial untuk menjadi seperti yang diharapkan masyakarat agar ia menjadi orang lain," tambahnya.
Hungaria: Demonstrasi Mengecam Larangan Acara LGBTQ+
01:26
This browser does not support the video element.
Hiomoseksulitas masih saja dipermasalahkan di banyak tempat
Hak asasi manusia universal mencakup hak atas kebebasan orientasi seksual. Seksualitas itu beragam dan selalu beragam. Hal ini bukan sekadar tren sesaat atau, misalnya, terbatas pada masyarakat yang sangat liberal.
"Kesetaraan hak asasi manusia mencakup hak untuk orientasi seksual yang bebas. Seksualitas adalah dan selalu menjadi hal yang beragam. Itu bukanlah sebuah tren, dan juga tidak terbatas pada masyarakat yang sangat liberal.
"Orientasi sesama jenis, berdasarkan data yang kami miliki, ada pada sekitar tiga hingga lima persen dari populasi, dan ini berlaku secara lintas budaya. Seksualitas manusia tidak bisa berubah. Itu ditandai dengan keragaman ini – dan tidak bisa dilihat dengan cara lain,' kata ahli seksologi Beier, "Oleh karena itu, adalah salah untuk menilai atau bahkan menghakimi seseorang karena orientasi seksualnya."
Meskipun demikian, orientasi seksual individu kerap memecah belah masyarakat. Stigma ini terkadang menyebabkan pengucilan, diskriminasi dan penganiayaan terhadap mereka.
Homoseksualitas, misalnya, dapat dihukum di sedikitnya 67 negara, dan di tujuh negara tindakan seksual sesama jenis bahkan dihukum mati.
Hampir setengah dari semua negara di dunia yang melarang homoseksualitas, terdapat di Afrika. Hanya 22 dari 54 negara Afrika resmi yang melegalkan homoseksualitas. Di beberapa negara, kaum LGBTQ+ dapat dihukum penjara. Di Mauritania, Nigeria, Somalia, dan Sudan Selatan, bahkan terancam hukuman mati.
Iklan
Bagaimana orientasi seksual berkembang?
Sebuah pertanyaan sederhana yang tidak ada jawaban yang sederhana atau pasti. Tidak ada penyebab tunggal untuk orientasi seksual, melainkan berbagai model penjelasan genetik, hormonal dan interpretasi sosiokultural.
"Menurut ilmu pengetahuan saat ini, ini adalah proses multifaktorial. Belum ada yang mampu mengidentifikasi satu faktor tunggal yang dapat menjadi penyebab seseorang berorientasi pada sesama jenis dan orang lain berorientasi pada lawan jenis," kata Beier.
Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa interaksi kompleks antara faktor biologis dan sosial bertanggung jawab atas perkembangan orientasi seksual.
Pembunuhan demi Kehormatan, Banyak Transgender di Pakistan jadi Korban
02:29
This browser does not support the video element.
Faktor pengaruh biologis
Faktor biologis yang memengaruhi perkembangan orientasi seksual yang telah diteliti meliputi gen, yaitu faktor keturunan, serta hormon dan zat kimia (prenatal). Hasilnya: Orientasi seksual bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan, artinya tidak turun-temurun.
Studi mengenai keluarga dan saudara kembar memang menunjukkan bahwa dalam beberapa keluarga terdapat lebih banyak kasus homoseksualitas. Namun, penanda genetik yang ditemukan tidak terlalu signifikan, dan tidak ada satu pun 'gen homoseksualitas'.
Dengan kata lain, meskipun ada pola tertentu dalam keluarga yang menunjukkan lebih banyak individu homoseksual, hal itu tidak membuktikan bahwa homoseksualitas diturunkan melalui gen secara langsung.
Hormon dan zat kimia lainnya
Kemungkinan juga hormon seperti testosteron dan zat kimia seperti feromon berperan dalam perkembangan orientasi seksual. Feromon adalah zat yang mengeluarkan aroma yang bisa mempengaruhi perilaku seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa feromon pria dapat merangsang aktivitas hipotalamus pada perempuan heteroseksual dan pria homoseksual – tapi tidak pada pria heteroseksual. Hipotalamus adalah kelenjar di otak yang mempengaruhi perilaku insting atau naluri dan fungsi seksual kita.
Hak-hak LGBT di Asia - Perjuangan Yang Berat
Bisa dibilang hak LGBT agak membaik di beberapa negara Asia dalam beberapa tahun terakhir. Tapi tetap saja tidak mudah hidup secara terbuka bagi komunitas LGBT, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Momen pelangi di India
September 2018 bendera pelangi berkibar di India. Dalam keputusan penting, Mahkamah Agung menghapus pasal 377 KUHP India, sebuah langkah yang berarti homoseksualitas tidak lagi ilegal di negara Asia Selatan ini. Walau ini adalah cukup alasan untuk merayakannya, prospek pernikahan sesama jenis di India masih jauh.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Nath
Ratu kecantikan transgender
Thailand memiliki pendekatan yang lebih terbuka terhadap komunitas LGBT. Pada tahun 2019, negara ini menyelenggarakan kontes kecantikan untuk para kontestan transgender. Dalam pemilihan umum 2019, salah seorang kandidatnya juga transgender. Jadi tema ini juga mendapat perhatian politik. Walau demikian, pernikahan sesama jenis, masih tidak sah di Thailand.
Foto: Reuters/J. Silva
Belum bisa menikah di Taiwan
Tahun 2018, pasangan sesama jenis di Taiwan penuh harapan bahwa mereka bisa segera menikah. Namun harapan mereka pupus setelah warga menolak untuk melegalkan pernikahan sesama jenis dalam referendum. Namun, para aktivis LGBT tetap optimis bahwa Taiwan akan menjadi negara pertama di Asia yang memperkenalkan kesetaraan pernikahan atau setidaknya kemitraan sipil untuk pasangan sesama jenis.
Foto: Reuters/A. Wang
Menteri Malaysia abaikan komunitas LGBT
Menteri Pariwisata Malaysia Mohamaddin Ketapi memicu protes setelah membuat komentar tegas tentang komunitas LGBT. Ketika ditanya oleh wartawan menjelang pameran pariwisata terbesar di dunia, ITB Berlin, apakah kaum gay disambut di Malaysia, ia berkata: "Saya kira kita tidak memiliki hal seperti itu di negara kita." Para menteri lain juga membuat komentar menghina tentang LGBT.
Foto: picture-alliance/dpa/B. von Jutrczenka
Momen kebebasan yang langka
Para peserta pawai "gay pride" di Singapura menikmati momen langka di tempat terbuka. Meskipun Singapura progresif dalam banyak aspek, negara itu memiliki pandangan seksualitas yang sangat konservatif. (vlz/hp)
Foto: picture-alliance/Photoshot
5 foto1 | 5
Pengaruh sosial terhadap orientasi seksual
Boneka dan pakaian untuk anak perempuan, peralatan dan mobil untuk anak laki-laki – biasanya mainan perempuan atau laki-laki tidak mempunyai pengaruh terhadap orientasi seksual. Hal yang sama berlaku pula dalam hal pendidikan atau bagaimana seorang anak dibesarkan.
Memang benar bahwa ada sebagian orang baru menjalani orientasi seksualnya di kemudian hari. Namun pada prinsipnya, preferensi seksual tidak berubah sepanjang hidup.
"Kami memiliki bukti yang sangat kuat bahwa hal ini tidak mungkin. Ada penelitian lanjutan tentang orientasi seksual. Ada 'upaya konversi' pada pria yang berorientasi penyuka sesama jenis.
Hal ini dicoba dalam penelitian yang lebih besar di Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Namun upaya konversi tidak membuahkan hasil, yang artinya ini jadi bukti kuat bahwa orientasi seksual sangat stabil.
Sementara orientasi seksual berkembang selama masa pubertas, perkembangan identitas gender dimulai pada masa kanak-kanak dan sudah selesai atau tak dipertanyakan lagi bagi kebanyakan orang pada usia lima atau enam tahun, demikian menurut Prof. Beier.
Sejak usia ini, anak-anak dapat melihat diri mereka sendiri dalam jenis kelamin pada masa depan mereka dan dengan demikian membuat asumsi tentang masa depan mereka sebagai pria atau perempuan.
Setelah orientasi seksual seseorang terbentuk, itu tidak akan berubah lagi. Bahkan tidak melalui 'godaan' atau kontak seksual di usia dini. 'Itu tidak benar,' kata ahli seksologi Beier. 'Bukti pentingnya: Ada banyak orang yang saat remaja melakukan kontak seksual dengan sesama jenis, tetapi mereka tidak memiliki orientasi sesama jenis.'"
Faktor penentu bagi perkembangan identitas seseorang adalah apakah anak tersebut mendapat dukungan atau penolakan dari orang tuanya. Jika anak-anak dan remaja menghadapi penolakan yang kuat, mereka sering kali harga dirinya jadi relatif lebih lemah. Jika penolakan orang tua berkaitan dengan identitas atau orientasi seksual anak, hal itu dapat menimbulkan depresi dan pikiran untuk bunuh diri.
Seksualitas dan Semangat Zaman
Adegan telanjang dalam film, di Jerman pada tahun 1950-an masih dianggap skandal. Revolusi seksual dan pil anti hamil mengubah semangat zaman. Inilah cukilan dari pameran tentang seksualitas di Bonn.
Foto: picture-alliance/dpa
Film Skandal Pertama
Film "Die Sünderin" atau "pendosa" yang dirilis 1951 dengan pemeran utama Hildegard Knef menjadi film skandal pertama di Jerman barat. Adegan telanjang memang disengaja tampil amat pendek agar lolos sensor dan pengawas moral. Akan tetapi adegan semacam itu tetap saja memicu debat panas di kalangan warga.
Foto: ullstein - Thomas & Thomas
Profesi jadi Ibu
Awal 1950-an diibaratkan dunia masih aman. Pengawas moral di Jerman membagi profesi secara klasik : perempuan di bekerja dapur dan jadi ibu serta istri teladan. Pria tentu saja harus bekerja di kantor atau sawah ladang. Tema seksualitas atau cinta jadi barang tabu. Ciuman di jalan dilarang. Tata kehidupan diatur negara dan gereja.
Foto: DW/H. Mund
Emansipasi Perempuan
Perusahaan farmasi Schering pada 1961 melepas pil anti hamil ke pasaran, yang sontak memicu debat panas. Gereja memasang ancang-ancang mencegah runtuhnya Moral generasi muda. Media secara bombastis memberitakan perempuan yang kecanduan seks. Realitanya, pil anti hamil mendorong kemandirian baru di kalangan perempuan.
Foto: DW/H. Mund
Sexshops dan Mainan Erotik
Nama Beate Uhse jadi sinonim untuk bisnis barang-barang erotik dan mainan seks di Jerman. Sexshops pertamanya ia buka di Flensburg tahun 1962. Padahal bisnisnya berupa pengiriman paket kondom dan buku bertema seksualitas sudah dimulai 1951. Juga yang tidak banyak diketahui, saat Beate Uhse membuka toko mainan seks pertamanya, perusahaan ini sudah punya 5 juta pelanggan yang namanya dirahasiakan.
Foto: imago
Revolusi Moral
Revolusi moral terkait tema seksualitas terjadi pada 1960-an. Majalah remaja "Bravo" secara terbuka mendiskusikan masalah seksual. Film mulai tampilkan adegan seks secara terbuka, seperti dalam "Zur Sache, Schätzchen" dengan aktor Werner Enke dan aktris Uschi Glas yang disutradarai May Spils (tengah). Film yang diproduksi 1968 itu jadi box office di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Revolusi Seksual
Revolusi mahasiswa akhir tahun 60-an bukan hanya mengubah tatanan politik tapi juga memicu revolusi seksual. Saat itu "Kommune 1" di Berlin Barat menjadi kelompok paling terkenal dimana hidup bersama tanpa menikah dan seks bebas dipraktekan. Tokoh paling terkemuka adalah Rainer Langhans bersama Uschi Obermaier.
Foto: picture-alliance/KPA TG
Pendidikan Seks
Reformasi politik yang dipicu revolusi mahasiswa di akhir tahun 60-an mengubah gambaran keluarga dan sistem pendidikan di Jerman. Sekolah mulai memberikan pelajaran seksual secara ilmiah dalam mata pelajaran biologi pada tahun 1969. Film penyuluhan seksual "Helga" yang digagas kementrian kesehatan jadi tontonan wajib para pelajar.
Foto: DW/H. Mund
Bangkitnya Gerakan Homoseksual
Sutradara Rosa von Praunheim – gay, radikal dan vokal menjadi tokoh perfilman pertama di Jerman barat yang menampilkan secara terbuka tema homoseksualitas dalam filmnya. Fim dokumenter "Nicht der Homosexuelle ist pervers, sondern die Situation, in der er lebt" (1971) ia meretas jalan bagi gerakan LGBT di Jerman barat. Sebuah monumen penting dalam pameran ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Zona Tabu dalam Sepakbola
Homoseksualitas tetap jadi masalah panas dalam Politik. Aturan pasal 175 yang menyebut praktek homoseks diantara lelaki di Jerman barat bisa dikenai hukuman, baru dihapus total tahun 1994. Hingga sekarang tema homoseksualitas masih jadi tabu di dalam olahraga prestasi puncak khususnya sepakbola.
Foto: DW/H. Mund
Laki-laki atau Perempuan?
Penyanyi Transvestit pemenang Europeas Sons Contest 2014 Conchita Wurst, yang aslinya bernama Tom Neuwirth menjadi figur kenamaan sekaligus faktor yang membuat tayangan laku. Tahun 2015 ini sosok berjenggot dengan rambut panjang dan pakaian perempuan itu sudah dianggap biasa. Dalam pameran di Bonn, disebut ia menjadi bagian dari sejarah kebudayaan.
Foto: DW/H. Mund
10 foto1 | 10
Seksualitas itu beragam
Terutama dalam masyarakat di mana kaum minoritas seksual dikecualikan dan dianiaya, perdebatan bebas prasangka tentang keberagaman seksual sangatlah penting, ujar Direktur Institut Seksologi dan Kedokteran Seksual di Charité di Berlin itu.
Dari sudut pandang ilmiah, orientasi seksual bukan merupakan penyakit atau "tidak wajar." Namun apa yang ditoleransi, atau apa yang dianggap "normal” atau "tidak alami,” ditentukan oleh norma sosial. Norma-norma ini dapat berubah secara signifikan tergantung pada waktu dan konteks. Namun sifat alamiah manusia tidak berubah.
Kehidupan Waria di Kampung Bandan
Kampung Bandan di Jakarta Utara akan disulap menjadi stasiun megah. Di kampung ini menetap para waria yang hidupnya tergantung pada area itu. Banyak dari mereka mengonsumsi obat anti letih. Simak bagaimana kesehariannya.
Foto: DW/M. Rijkers
Membebaskan diri dari kekangan sosial
Sore hari Kezia sudah selesai merias wajah dan menata rambutnya. Sabtu adalah malam panjang buat waria seperti Kezia. Kezia sudah siap mengamen sebagai pekerjaan utamanya. Lahir sebagai Reza, Kezia memilih menjadi waria dan tinggal di Kampung Bandan, kawasan padat penduduk miskin meski ayahnya tergolong mampu dan sudah membelikan rumah untuk anak laki-lakinya di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
Foto: DW/M. Rijkers
Berjalan jauh dengan hak tinggi
Gaun, tas dan sepatu hak tinggi merupakan andalan Darno yang mengubah namanya menjadi Vera, dalam meraup rupiah. Dari jam 19 hingga 2 pagi, Vera menelan sirup obat batuk merek tertentu sebanyak 30 bungkus per hari agar kuat berjalan jauh, mengamen. Pilihan lain.,obat penenang atau pereda sakit yang dibeli dari apotek secara diam-diam. Pemakaian obat secara berlebihan bisa berakibat fatal.
Foto: DW/M. Rijkers
Ruang hidup di kamar sempit
Di kamar kontrakan berukuran 1,5 x 2,5 meter seharga 400 ribu rupiah sebulan ini, Ella dan Dede tinggal bersama. Pasangan ini sudah hidup bersama selama tujuh tahun. Dede bekerja menyewakan alat mengamen untuk para waria dengan ongkos lima puluh ribu rupiah seminggu.
Foto: DW/M. Rijkers
Komitmen pada kesetiaan
Ella bekerja mengamen tanpa kencan dengan pria lain karena ia sudah berkomitmen setia pada Dede. Sama seperti Vera, Ella mengaku memerlukan obat-obatan agar tidak letih berjalan kaki.
Foto: DW/M. Rijkers
Terbiasa hidup dengan obat anti letih
Kosmetik termasuk kebutuhan utama para waria. Alas bedak, bedak dan umumnya setiap waria bisa dandan sendiri. Namun ada kalanya para waria saling bantu merias wajah teman. Seperti yang lainnya, merekapun mengkonsumsi obat anti letih.
Foto: DW/M. Rijkers
Siap mencari nafkah
Butuh waktu minimal dua jam untuk merias wajah, mengubah raut muka pria menjadi perempuan. Selain rias wajah, rambut palsu atau wig menjadi pelengkap andalan para waria.
Foto: DW/M. Rijkers
Operasi payudara di Singapura
Christine operasi payudara di Singapura pada tahun 2015 silam. Butuh biaya 12 juta rupiah untuk menambah silikon padat seberat 100 cc. Christine mengaku bekerja sebagai PSK di Taman Lawang. Sama seperti Vera dan Ella, Christine mengaku mengonsumsi obat-obatan agar kuat berdiri dan tidak lekas lelah.
Foto: DW/M. Rijkers
Ketika mereka sakit...
Emak tinggal di kamar berdinding tripleks di lantai atas sebuah kamar kontrakan di Kampung Bandan. Sewa kamar sempit ini 250 ribu rupiah sebulan. Hari itu Emak sedang sakit di bagian kanan perut dan rongga dadanya sehingga ia tidak mengamen.
Foto: DW/M. Rijkers
Layanan kesehatan gratis belum diperoleh
“Saya baru mau periksa dokter nanti kalau pulang ke Cikarang,” tutur Emak sendu. Layanan kesehatan gratis bagi warga belum bisa diakses oleh kelompok marjinal ini.
Foto: DW/M. Rijkers
Aktif ikuti kegiatan rohani
Dian waria tertua di Kampung Bandan. Usianya sudah 67 tahun. Ia menjadi waria ketika berusia 19 tahun. Karena sudah tua, Dian cuma mengamen 2 kali seminggu. Waria kerap dinilai tak peduli soal keimanan. Namun Dian, yang baru memeluk agama Kristen, mengaku cukup relijius. Dian aktif mengikuti kegiatan rohani serta datang beribadah setiap Minggu di gereja. Saat beribadah ia memakai pakaian pria.
Foto: DW/M. Rijkers
Akan disulap menjadi stasiun
Terletak di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara, Kampung Bandan dikenal sebagai kampung waria. Saat ini ada sekitar 27 waria yang tinggal di sini, area padat penduduk di pinggir rel kereta api. Biaya sewa kamar bervariasi mulai dari 200 ribu hingga 400 ribu rupiah sebulan.
Foto: DW/M. Rijkers
Tantangan dari luar
Beberapa kalangan warga Kampung Bandan tidak menolak kehadiran para waria. Tantangan sebagai waria justru datang dari kelompok ormas keagamaan yang kerap menyerang waria jika bertemu di kendaraan umum atau di jalanan. Jika kampung ini berubah wajah menjadi stasiun modern, bagaimana nasib mereka nanti?(Monique Rijkers/ap/vlz)
Foto: DW/M. Rijkers
12 foto1 | 12
*Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jernan