Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah setuju terkait pasal pidana bagi LGBT di RUU KUHP. Sikap Mahfud MD dinilai sarat agenda politik dan menyebar kebencian pada kelompok minoritas.
Iklan
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan setuju pada munculnya pasal pidana bagi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Menurut Mahfud, pasal pidana bagi LGBT di Indonesia tengah digodok dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Iya (LGBT bisa dipidana). Di RUU KUHP dipidana. Di RUU KUHP sudah masuk, bahwa dalam cara-cara tertentu dilarang dan ada ancaman pidananya. Kan gitu. Tetapi waktu itu kan ribut. Karena ribut, ya ditunda," ungkap Mahfud Md dalam acara Simposium Nasional Hukum Tata Negara di Nusa Dua, Bali (18/5).
Menko Polhukam juga menyatakan sepakat dengan rumusan LGBT di RUU KUHP. "Kalau saya sejak dulu ya sudah, sudah bener rumusannya. Kalau masih ada yang tidak setuju, sampai kapan volume yang setuju itu di Indonesia? Jadi disahkan saja. Kalau nggak, ya diperkarakan saja ke MK, dinilai oleh MK. Kan sudah ada prosedurnya," tegas Mahfud.
Hak-hak LGBT di Asia - Perjuangan Yang Berat
Bisa dibilang hak LGBT agak membaik di beberapa negara Asia dalam beberapa tahun terakhir. Tapi tetap saja tidak mudah hidup secara terbuka bagi komunitas LGBT, termasuk di Indonesia.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Momen pelangi di India
September 2018 bendera pelangi berkibar di India. Dalam keputusan penting, Mahkamah Agung menghapus pasal 377 KUHP India, sebuah langkah yang berarti homoseksualitas tidak lagi ilegal di negara Asia Selatan ini. Walau ini adalah cukup alasan untuk merayakannya, prospek pernikahan sesama jenis di India masih jauh.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Nath
Ratu kecantikan transgender
Thailand memiliki pendekatan yang lebih terbuka terhadap komunitas LGBT. Pada tahun 2019, negara ini menyelenggarakan kontes kecantikan untuk para kontestan transgender. Dalam pemilihan umum 2019, salah seorang kandidatnya juga transgender. Jadi tema ini juga mendapat perhatian politik. Walau demikian, pernikahan sesama jenis, masih tidak sah di Thailand.
Foto: Reuters/J. Silva
Belum bisa menikah di Taiwan
Tahun 2018, pasangan sesama jenis di Taiwan penuh harapan bahwa mereka bisa segera menikah. Namun harapan mereka pupus setelah warga menolak untuk melegalkan pernikahan sesama jenis dalam referendum. Namun, para aktivis LGBT tetap optimis bahwa Taiwan akan menjadi negara pertama di Asia yang memperkenalkan kesetaraan pernikahan atau setidaknya kemitraan sipil untuk pasangan sesama jenis.
Foto: Reuters/A. Wang
Menteri Malaysia abaikan komunitas LGBT
Menteri Pariwisata Malaysia Mohamaddin Ketapi memicu protes setelah membuat komentar tegas tentang komunitas LGBT. Ketika ditanya oleh wartawan menjelang pameran pariwisata terbesar di dunia, ITB Berlin, apakah kaum gay disambut di Malaysia, ia berkata: "Saya kira kita tidak memiliki hal seperti itu di negara kita." Para menteri lain juga membuat komentar menghina tentang LGBT.
Foto: picture-alliance/dpa/B. von Jutrczenka
Momen kebebasan yang langka
Para peserta pawai "gay pride" di Singapura menikmati momen langka di tempat terbuka. Meskipun Singapura progresif dalam banyak aspek, negara itu memiliki pandangan seksualitas yang sangat konservatif. (vlz/hp)
Foto: picture-alliance/Photoshot
5 foto1 | 5
Dikritik kelompok pembela hak asasi
Pernyataan Mahfud MD sebagai Menko Polhukam dikritisi oleh banyak pihak. Ujaran Mahfud MD dinilai sebagai pembangkangan terhadap hak asasi manusia (HAM). Kepada DW Indonesia, Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Ma'ruf Bajammal mempertanyakan komitmen negara dalam menjamin terwujudnya nilai-nilai anti-diskriminasi.
"Dengan adanya statement tersebut, maka komitnen negara sebagai penanggungjawab terhadap pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan HAM dipertanyakan,” ujar Ma'ruf Bajammal.
Sebelumnya, Indonesia tidak mengatur adanya aturan hukum pidana bagi LGBT. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini, seseorang yang mengidentifikasikan diri sebagai LGBT tidak dapat dijerat oleh aturan hukum. KUHP hanya mengatur pidana bagi pelaku kekerasan seksual.
Dalam perjalanannya RUU KUHP itu sudah beberapa kali masuk sebagai program legislasi nasional. Pada 2022, RUU KUHP kembali berstatus sebagai RUU Prioritas yang harus segera diselesaikan oleh DPR. Sementara, KUHP yang berlaku saat ini, merupakan aturan pidana yang sudah diterapkan sejak era kolonial.
Iklan
Ucapan dinilai mengarahkan kebencian pada LGBT
Munculnya pernyataan Mahfud MD terkait jerat pidana pada LGBT di RUU KUHP itu, dinilai sebagai menyesatkan. Staf Respon dari Crisis Response Mechanism (CRM), konsorsium yang berfokus pada penanganan krisis bagi kelompok minoritas seksual dan gender, Riska Carolina, menyebut pernyataan Menko Polhukam mengarahkan masyarakat pada kebencian terhadap kelompok LGBT.
"Agenda apa yang dimainkan oleh Mahfud MD? Sehingga menyerang LGBT. Ada tujuan politik apa? Jangan sampai karena ada agenda tertentu jadi melanggar HAM. LGBT-nya tidak ada agenda, tapi malah Mahfud MD yang sebenarnya punya agenda,” ungkap Riska Carolina kepada DW Indonesia.
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Munculnya pasal yang memidanakan LGBT dianggap bertentangan dengan konstitusi Indonesia yang menjamin perlindungan pada setiap individu tanpa rasa diskriminasi. Hal ini berimplikasi pada upaya kriminalisasi seseorang berdasarkan orientasi seksual. "Negara tidak sepatutnya memidanakan seseorang hanya berdasar pada orientasi seksual,” tegas Ma'ruf Bajammal dari LBHM.
Menurut data CRM, draft RUU KUHP pada medio 2019-2020 tidak menyatakan adanya pasal yang memidanakan LGBT. "Sebelumnya memang ada pasal pencabulan yang awalnya diskriminatif yang memberi pidana lebih besar bagi pelaku pencabulan sesama jenis. Namun sudah direvisi pasalnya,” jelas Riska Carolina. Terkait adanya ungkapan Mahfud MD soal pasal pidana bagi LGBT, CRM meminta pemerintah untuk dapat membuka secara transparan draft terbaru RUU KUHP.
Terkait pro dan kontra di masyarakat, Mahfud MD menyebut "Kan sudah 63 tahun dibahas, menunggu semua orang setuju, nggak selesai. Menurut saya, ya sudah. Kalau tidak sesuai, nanti dicoret oleh MK. Sudah biasa.”
Sementara, kepada DW Indonesia, Pengamat Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan, Atang Irawan mengatakan, secara konstitusi aturan terkait HAM dapat saja disimpangi oleh Undang-Undang, meski demikian, ia mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog dalam perumusan RUU KUHP.
"Bagi yang kontra, berpandangan bahwa negara melulu mengatur moralitas, maka dipandang terlalu berlebihan negara mengintervensi hak privat warga negaranya. menurut saya, memang yang paling signifikan dibuka ruang dialog,” pungkas Atang Irawan.