LGBTQ: Persamaan Hukum Tidak Menjamin Penerimaan Sosial
Manasi Gopalakrishnan
18 April 2023
Kaum minoritas seksual di India berharap besar pada Mahkamah Agung yang akan memutuskan apakah mengizinkan pernikahan sesama jenis. Namun kasus di Brasil menunjukkan, pengakuan hukum tidak menjamin penerimaan sosial.
Iklan
India tidak mengharamkan homoseksualitas, meski tidak mengakui pernikahan sesama jenis. Namun batasan tersebut kelak berubah. Pada 18. April 2023, Mahkamah Agung India akan menggelar sidang dengar pendapat terakhir. Setelahnya majelis hakim harus memutuskan apakah kaum homoseksual diperbolehkan menikah.
Gagasan tersebut selama ini direspons negatif, terutama terkait hak adopsi, hukum waris atau harta gono gini bagi pasangan sejenis. Rumah sakit misalnya tidak mengakui pasangan homoseksual sebagai anggota keluarga. Situasi serupa dihadapi kaum minoritas seksual dalam layanan bank. "Konstitusi di India beranggapan sebuah pasangan terdiri dari dua jenis kelamin yang berbeda," kata Kanav Sahgal, peneliti di lembaga wadah pemikir India, Vidhi Center for Legal Policy.
Sejak 2018, India tidak lagi melarang hubungan seksual sesama jenis berkat putusan Mahkamah Konstitusi. Namujn begitu, "homoseksualitas masih ditentang di banyak kalangan masyarakat," ujar Sahgal. "Terlepas dari putusan MA yang melarang UU Anti-Sodomi, kesadaran perihak kesetaraan hak bagi minoritas masih lemah."
Warna-Warni Pernikahan Sesama Jenis
Setelah parlemen Taiwan melegalkan pernikahan sesama jenis, ratusan pasangan mendaftarkan diri untuk menikah resmi. Walaupun dianggap langkah besar, hak-hak mereka masih berbeda dari hak-hak pasangan biasa.
Foto: Getty Images/AFP/S. Yeh
Langkah nyata
Sepasang pria homoseksual berjalan di atas sebuah bendera warna pelangi di sebuah pesta, setelah mendaftarkan pernikahan mereka di Taipei, Taiwan, 24 Mei 2019. Pesta itu yang diadakan untuk merayakan legalnya pernikahan homoseksual.
Foto: Reuters/T. Siu
Resmi menikah
Pasangan homoseksual pertama di Taiwan, Shani Lin (kanan) dan Marc Yuan, tampil di pesta pernikahan mereka sambil memegang tulisan "kami sudah menikah" di depan menara Taipei 101, di kawasan Shinyi, 24 Mei 2019.
Foto: Getty Images/AFP/S. Yeh
Perbedaan hak
Sepasang lesbian tampak mengadakan tukar cincin pada sebuah pesta pernikahan massal, sehari setelah pernikahan sejenis secara resmi dilegalkan. Walaupun pasangan homoseksual bisa menikah secara legal seperti pasangan biasa, hak-hak mereka berbeda dengan pasangan sesama jenis. Antara lain dalam hak adopsi anak. Juga belum jelas hukumnya, jika salah satu dari mereka bukan warga Taiwan.
Foto: Reuters/T. Siu
Segera mendaftarkan diri
Beberapa hari setelah pernikahan sesama jenis dilegalkan tanggal 24 Mei 2019 lalu, ratusan pasangan diperkirakan akan mendaftarkan diri. Pernikahan yang pertama mendapat sorotan media nasional maupun internasional.
Foto: Reuters/T. Siu
"Cinta adalah cinta"
"Saya tidak pernah memikirkan kemungkinan untuk menikah ketika saya pertama kali menyadari bahwa saya seorang lesbian pada usia 15," kata Victoria Hsu, ketua Taiwan Alliance to Promote Civil Partnership Rights. Pernihakannya dengan pasangannya mendapat dukungan orang tua mereka.
Foto: Reuters/T. Siu
Isu kontroversial
Keputusan parlemen Taiwan melegalkan pernikahan sesama jenis jadi isu kontroversial. Kelompok konservatif menyatakan penentangan keras. Pada foto tampak pasangan lesbian Cynical Chick (kiri) dan Li Ying Chien, saat menunggu giliran mendaftarkan diri di Household Registration Office di distrik Shinyi, Taipei, 24 Mei 2019. (Sumber: afp, dpa. Ed.: ml/ap)
Foto: Getty Images/AFP/S. Yeh
6 foto1 | 6
Di kota-kota metropolitan seperti di Mumbai, pasangan sesama jenis bisa mendapat advokasi dari kelompok-kelompok lokal, seperti Gay Bombay dan LABIA yang sudah aktif sejak beberapa tahun lalu. Namun bagi banyak kaum LGBTQ, penolakan terbesar bukan datang dari masyarakat, tapi dari keluarga sendiri.
"Masih sulit bagi anggota keluarga untuk menerima keputusan anaknya untuk membuka diri sebagai LGBTQ," tutur Sahgal.
Iklan
Pelik terapi konversi
"Cinta orang tua kepada anaknya sering kali mengikuti norma heteroseksualitas. Pada saat ketika Anda melanggar batasan itu, maka Anda membuat masalah." Padahal, tekanan untuk menjadi heteroseksual bisa menciptakan pemaksaan untuk menjalani terapi konversi dengan harapan bisa "mengoreksi" orientasi seksual anaknya.
Dalam artikelnya yang terbit 2019 silam dengan judul "dekriminalisasi homoseksualitas di India," ahli psikologi AS, Rebecca Clay meyakini, sikap antipati masyarakat terhadap minoritas seksual belum akan menghilang. Untuk itu, dia merujuk pada layanan terapi konversi yang ditawarkan psikolog Bangalore, Lata Hemchand.
Kisah Seorang Imam Gay di Paris
Ludovic-Mohamed Zahed telah mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan hak kaum homoseksualitas dalam Islam. Perjuangan yang berat dan berisiko. Simak kisahnya.
Foto: Getty Images/AP Photo/C.Paris
Butuh satu dekade yakinkan keluarga
Zahed: Butuh waktu 10 tahun untuk meyakinkan keluarganya yang imigran Tunisia bahwa dia, walaupun seorang homoseksual, tak layak dihina dan dipukuli seperti anjing. Melainkan seorang pria gay bermartabat dan sekaligus seorang Muslim yang taat.
Foto: Getty Images/AP Photo/C.Paris
Mendirikan masjid inklusif
Pendiri Homosexual Muslims of France ini mendirikan "Masjid Inklusif "di Paris pada tahun 2012. Zahed mengatakan bahwa masyarakat Muslim secara historis lebih toleran terhadap homoseksualitas ketimbang budaya Kristen. (foto ilustrasi)
Foto: picture-alliance/dpa
Hidup dalam ancaman
Ancaman yang dihadapinya tidak sedikit. Di Perancis, Zahed kerap meneriman pesan-pesan di Facebook yang menudingnya "menodai Islam" dan seharusnya "terbakar di neraka".
Foto: picture alliance/dpa
Menikahi pasangan
Pada tahun 2011, Zahed menikahi pasangannya. Ibunya, menghadiri pernikahan mereka. Ibunya mengatakan: 'Kamu bisa memiliki suami jika menginginkannya. Saya menerimamu kamu apa adanya." (foto ilustrasi)
Foto: picture-alliance/dpa
Merasa bisa menjadi keduanya
Saat diundang ke Berlin, Zahed berusaha menunjukkan bahwa homoseksualitas dan Islam, kompatibel: "Saya juga berjuang dengan dua identitas ini. Saya terbelah antara agama dan perliaku seksualitas saya,". Tapi kemudian, kata Zahed, dia menyadari bahwa Islam memegang pesan toleransi dan perdamaian - dan bahwa dia bisa menjadi keduanya: gay dan sekaligus Muslim.
Foto: DW/A. Ammar
Melawan intoleransi
Sejak saat itu, Zahed memutuskan mengabdikan hidupnya untuk meyakinkan orang lain, agar ikut melawan interpretasi Islam yang berpikiran tertutup dan tidak toleran yang dia sebut "fasis". Ed: Naomi Conrad (ap/as)
Foto: picture-alliance/dpa/R.Schederin
6 foto1 | 6
Metode yang digunakan Hemchand tergolong sederhana. 'Pasien' diperlihatkan foto-foto erotis manusia sembari sesekali diberi kejutan listrik. Cara itu diyakini ampuh merangsang penolakan terhadap kaum sesama jenis.
Di tengah marjinalisasi di masyarakat, kaum LGBTQ India masih berharap besar pada Mahkamah Agung. Izin bagi pernikahan sesama jenis tidak menjamin penerimaan sosial. Namun setidaknya negara tidak lagi menghalangi ikatan nikah antarwarganya.
Sahgal merujuk pada pengalaman di Brasil, di mana kaum minoritas seksual masih menghadapi diskriminasi dan perundungan meski pernikahan sesama jenis telah dilegalkan sejak 2013.
"Jika pernikahan sesama jenis dilegalkan, maka orang tua akan semakin memaksa putra-putranya agar menikahi perempuan. Hal itu tidak akan berubah meski adanya legalisasi." Menurutnya, terlepas dari opini pengadilan, sebagian besar masyarakat India masih menolak pernikahan sesama jenis. "Jalannya masih panjang," kata dia.