1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libanon dan Suriah/Hukuman mati di AS

3 Maret 2005

Harian-harian terkemuka di Eropa, masih menyoroti perkembangan situasi di Libanon. Selain itu juga dikomentari pencabutan hukuman mati bagi anak di bawah umur di AS.

Demonstrasi di Libanon menentang Suriah
Demonstrasi di Libanon menentang SuriahFoto: AP

Harian liberal Denmark Politiken yang terbit di Kopenhagen menulis reaksi, atas pengumuman Suriah, yang menyatakan akan menarik tentaranya dari Libanon.

Jika dunia memang bersikap baik terhadap Libanon, sekarang mereka pasti akan memberikan waktu kepada rakyat Libanon untuk melakukan pengkajian. Akan tetapi, kelihatannya dunia memang tidak baik, dan dari dulu juga tidak pernah bersikap baik terhadap Libanon. Tuntutan konkret yang seharusnya dilontarkan adalah, jangan lagi ikut campur urusan dalam negeri Libanon. Tentu saja, pasukan Suriah yang ibaratnya menduduki Libanon, harus hengkang dari negara itu. Akan tetapi, rakyat Libanon tidak akan terbantu, jika sekarang Amerika, Iran, Arab Saudi, Palestina atau Israel juga berusaha memanipulasi ruang kebebasan, yang merupakan konsekuensi dari hengkangnya Suriah. Sayangnya, di Libanon tidak ada pemerintahan yang cukup kuat. Akan tetapi, sinyal yang membangkitkan semangat dari para demonstran di Beirut menunjukan, rakyat Libanon lebih memilih kebebasan ketimbang pendudukan, dan demokrasi ketimbang penekanan.

Mengenai tema tsb, harian Austria Salzburger Nachrichten menulis :

Gempa susulan di Libanon menunjukan kejadian yang mengejutkan. Untuk pertama kalinya, rakyat yang berdemonstrasi secara damai, dapat menggulingkan pemerintahan sebuah negara Arab. Di zaman televisi satelit, para penguasa diktatur di negara Arab, bahkan tidak mampu menyensor beritanya yang dipancar luaskan. "People Power" membuat para otokrat di dunia Arab gemetar. Ada hal baru di panggung politik dunia Arab. Suriah, yang merupakan penguasa faktual di Libanon, kini berada dalam posisi defensif. Rezim di Damaskus ibaratnya sudah terpojok. Libanon dulu memang mengundang Suriah sebagai penata ketertiban di negara yang terpecah perang saudara tsb. Tapi, generasi setelah perang saudara, sudah merasa muak dengan perwalian dari Suriah. Mereka tidak mau lagi menjadi boneka, dan menuntut hengkangnya para penjajah.

Mahkamah Agung di AS akhirnya menghapuskan hukuman mati terhadap anak-anak di bawah umur. Harian Perancis Le Monde yang terbit di Paris mengomentari keputusan itu sbb :

Mahkamah Agung AS kembali berhasil melampaui sebuah ettape berat. Setelah tahun 1988 ditetapkan penghapusan hukuman mati, bagi mereka yang berumur di bawah 16 tahun, dan tahun 2002 penghapusan hukuman mati bagi mereka yang cacat mental, tahun ini ditetapkan penghapusan hukuman mati bagi mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Paling tidak, ketentuan hukuman mati yang masih berlaku di 32 dari 50 negara bagian di AS, sekarang semakin dibatasi. Namun para pembela hukuman mati dari kelompok konservatif mengkhawatirkan, pembatasan hukuman yang paling barbar itu, akan menyebabkan gugatan terhadap prinsip hukuman mati. Artinya, perjuangan untuk menghapuskan sepenuhnya hukuman mati di AS masih jauh dari berhasil.

Sementara itu harian Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung menyoroti debat mengenai pencabutan hukuman mati bagi anak di bawah umur itu sbb :

Debat menyangkut tema tsb, menimbulkan silang sengketa panas. Mantan presiden Jimmy Carter bahkan menilai, putusan tsb menimbulkan kontroversi. Anak-anak di bawah usia 18 tahun sudah boleh memilih dan membeli rokok, tapi dilarang dihukum mati. Namun keputusan mahkamah agung AS itu, sebetulnya merupakan kewajiban AS sejak lama, untuk mematuhi hukum internasional yang melarang hukuman mati bagi remaja di bawah 18 tahun yang diratifikasinya tahun 1992 lalu, 16 tahun setelah konvensi internasional itu dinyatakan berlaku.