1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libanon Memilih

10 Desember 2007

Setelah tanggal 24 November lalu kehidupan di Libanon berlalu tanpa dipimpin seorang presiden, kini tibalah hari yang ditunggu rakyat Libanon.

Pemimpin militer Libanon Michel Suleiman, Bakal Calon Presiden
Pemimpin militer Libanon Michel Suleiman, Bakal Calon PresidenFoto: AP

Pemberitahuan singkat disampaikan juru bicara Ketua Parlemen Libanon Nabih Berri: "Parlemen telah memutuskan bahwa tanggal 7 Desember sidang ditangguhkan, ke hari Selasa 11 Desember jam 12 siang.“

Setelah terus mengalami penangguhan, rencananya 11 Desember ini, Parlemen Libanon akan kembali memilih presiden baru pengganti Emile Lahoud yang sudah berakhir jabatannya. Tujuh kali pemilihan dilakukan tidak berjalan mulus, akibat pertentangan antara faksi anti Suriah yang didukung barat dan pro Suriah yang didukung kelompok Hizbullah dan Iran.

Sidang parlemen Jumat kemarin dimulai dengan awal yang baik. Untuk meredakan perseteruan, faksi-faksi di parlemen akhirnya bersepakat untuk menggolkan pemimpin militer Michel Suleiman sebagai presiden mendatang. Kelompok pro dan anti Suriah menjanjikan dalam pemilihan kedelapan hari ini, akan mencapai kuorum dua pertiga suara dalam memuluskan jalannya pemilihan. Suleiman dianggap figur yang netral dan mampu menjaga agar perselisihan sipil di Libanon tidak meletus.

Namun masalahnya hanya dengan mengubah konstitusi, Suleiman baru dapat diajukan sebagai kandidat presiden. Melihat perubahan yang terjadi dalam politik Libanon ini pengamat politik Timor Gocksel berujar: "Saya tidak membayangkan bagaimana mereka dapat mencapai kompromi awal, dengan adanya permasalahan yang begitu rumit di Libanon, mereka harus membuat pilihan yang sangat sulit. Karena masalahnya adalah memberi dan menerima. Di Libanon kita tidak memberikan sesuatu, tapi hanya menerima. Begitulah politik di sini.“

Namun pengamat lain beranggapan keputusan kompromi yang sudah diambil ini merupakan hal positif. Pertemuan antara pro dan anti Suriah itu dimediasi oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Bernard Kouchner. Selain harus memutuskan bagaimana mengubah konstitusi agar Suleiman dapat terpilih tanpa terganjal undang-undang, mereka juga harus mempersiapkan pembentukan pemerintahan yang bersatu serta menyusun undang-undang untuk pemilihan parlemen 2009.

Rintangan datang dari tokoh oposisi sekutu Kristen yang bersekutu dengan Hizbullah, Michel Aoun. Ia tidak mengirimkan utusan partainya ke Beirut dalam perundingan itu, padahal wakil Hizbullah ikut berpartisipasi. Aoun mempersoalkan perbedaan pandangan dalam langkah yang akan diambil selanjutnya. Meski ia sepakat dengan oposisi yang memilih Suleiman, Aoun menginginkan kekuasaan yang lebih besar di pemerintahan.

Bila pemilihan presiden yang dilakukan hari ini kembali gagal, maka hari-hari masih akan dilalui oleh rakyat Libanon tanpa seorang presiden.