1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Libya dan Suriah Terus Diguncang Kekerasan

3 Agustus 2011

Aksi kekerasan di Suriah dan Libya menjadi sorotan media internasional. Khususnya pasukan internasional menjadi sasaran kritikan media.

epa02805609 A handout photograph made available on 01 July 2011 by Syrian official news agency SANA shows Syrian young people during a demonstration named 'Friday of departure' against the Syrian government in Barzeh, suburb of Damascus, Syria. Nine people were killed Friday after security forces opened fire at anti-government protesters calling on President Bashar al-Assad to step down, activists said. The nine names were posted on the Facebook page of the Local Coordination Committees of Syria (LCC), a group of activists who have been documenting the protests since they began in mid-March. EPA/SANA/HANDOUT HANDOUT EDITORIAL USE ONLY/NO SALES +++(c) dpa - Bildfunk+++
Aksi demonstrasi di ibukota Suriah, Damaskus, menentang pemerintah Presiden Bashar al-AssadFoto: picture alliance/dpa

Harian Jerman yang terbit di Berlin Junge Welt menyoroti situasi di Suriah dan serangan udara yang dilancarkan pasukan internasional di Libya. Harian itu menulis:

„Pihak-pihak yang masih saja menyerang Libya, tanpa mengindahkan bahwa wartawan ikut terbunuh, dan bahkan merasa harus menggurui tentang hak asasi manusia serta mengaku perang itu dilancarkan demi perlidungan kemanusiaan, mereka itu justru menunjukkan, tidak memiliki rasa malu dan malahan mempermalukan diri sendiri.“

Lalu harian Perancis Le Progrès yang terbit di Lyon menulis:

„Untuk apa pasukan internasional melepaskan bom-bom itu di Libya? Untuk memberikan peringatan pada penguasa Libya Muammar Gaddafi atau Presiden Suriah Bashar al-Assad? Padahal, militer Perancis dan Inggris dikerahkan ke kawasan lain dan mereka kehabisan dana. Rusia membela sekutunya di sana. Sedangkan Presiden Amerika Serikat Barack Obama tidak akan ikut campur di kawasan Timur Tengah, yang ibaratnya sebuah tong mesiu yang mudah tersulut. Sementara Israel tidak mempunyai solusi. Semua kuatir, suatu saat terjadi kemandekan. Mobilisasi sukses kelompok Islam di Kairo, kedekatan pada Iran, kenyataan bahwa pemberontakan terhadap Assad di mesjid terorganisir dengan baik, tidak mendorong masyarakat internasional untuk segera bertindak.“

Kemudian harian Perancis La Croix menulis:

„Kekerasan yang dilancarkan militer Suriah hari Minggu lalu (31/7) membuat banyak pihak berang. Hari itu, pemerintah melakukan pembantaian brutal terhadap masyarakat Suriah. Washington dan Berlin mengecam Damaskus melancarkan perang terhadap rakyatnya sendiri. Barat geram, namun tidak berdaya. Sebagai penonton mereka hanya dapat menguraikan sanksi konkrit bagi pejabat tinggi Suriah dan merencanakan peningkatan tekanan terhadap Presiden Bashar al-Assad, agar ia memulai dengan proses reformasi demokrasi.“

Tema lain yang juga masih disorot pers internasional adalah kompromi krisis utang AS. Harian Swedia Dagen Nyheter yang terbit di Stockholm menulis:

„Dengan menaikkan plafon utang negara, pemerintah AS berhasil menghindari terjadinya krisis akut. Tetapi, kompromi itu tidak menyelesaikan semua masalah. Tahun depan, setelah pemilihan presiden digelar, ada harapan tercapainya solusi jangka panjang untuk menuntaskan masalah utang negara. Dari segi politik, baik bagi Demokrat maupun Republik, situasinya tidak mudah. Presiden Obama kehilangan dukungan dari kubu kiri. Posisinya semakin terancam, terutama setelah ia kembali menunduk pada tuntutan Republik.“

Dan terakhir harian Perancis Sud-Ouest menulis:

„Kompromi yang disepakati Senat AS Senin lalu (1/8) dalam sengketa utang negara tidak menyelesaikan masalahnya dari dasar dan ibaratnya, meninggalkan sebuah medan perang yang porak-poranda. Ada kecemasan terjadi kemandekan. Strategi yang tepat untuk sementara ini adalah jangan mengambil tindakan yang dapat disalahgunakan oleh lawan. Kemandekan politik di AS akan berdampak di seluruh dunia. Terutama, karena saat ini AS sebenarnya diharapkan lebih berpreran di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Karena lembaga itu membutuhkan kehandalan AS."

Andriani Nangoy/afpd/dpa Editor: Hendra Pasuhuk