1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lima Pertanyaan Seputar Rekayasa Genetika

Christoph Hartmann17 April 2014

Kultivasi jagung hasil rekayasa genetika tengah diperdebatkan di Uni Eropa. Muncul kekhawatiran terkait ancaman terhadap kesehatan dan lingkungan. Apakah kekhawatiran ini beralasan atau tidak?

Foto: picture-alliance/dpa

Sebuah jajak pendapat organisasi lingkungan Greenpeace menunjukkan mayoritas konsumen Jerman menolak budidaya jagung hasil rekayasa genetika varian 1507. Jagung ini telah disetujui untuk ditanam di seluruh Eropa.

Apakah jagung hasil rekayasa genetika bisa membuat sakit?

Tidak. Namun ilmuwan pertanian Friedhelm Taube menegaskan bahwa sepengetahuannya "belum ada studi ilmiah yang mendokumentasikan risiko kesehatan jagung hasil rekayasa genetika." Sebagian besar jagung yang diproduksi di bawah Asosiasi Petani Jerman dipakai untuk pakan sapi. Jadi bisa dibilang jagung hasil rekayasa genetika juga akan berakhir di atas piring konsumen.

Kalau begitu bagaimana dengan susu sapi? Universitas Teknik TUM di München membuktikan pada tahun 2008 bahwa materi dalam jagung hasil rekayasa genetika tidak akan sampai ke konsumen melalui susu. Melalui studi selama dua tahun, sapi perah diberi makan jagung hasil rekayasa genetika MON810, yang memiliki gen bakteri bacillus thuringensis (Bt). Para peneliti tidak menemukan penyakit pada sapi, ataupun mendapatkan jejak materi rekasaya genetika dari jagung dalam susu sapi tersebut.

Tahun 2013 Cina menolak jagung impor dari AS karena tercemar jagung rekayasa genetikaFoto: picture-alliance/dpa

Apakah jagung hasil rekayasa genetika dapat membunuh satwa?

Ya, ini bisa berbahaya bagi hama dan satwa lainnya menurut Otoritas Keselamatan Pangan Eropa (EFSA). Badan ini mendasari pernyataan mereka dari anjuran kalangan pakar dari negara-negara anggota, seperti Badan Keselamatan Pangan dan Perlindungan Konsumen Jerman (BVL). Menurut mereka, serbuk sari jagung hasil rekayasa genetika memproduksi sendiri insektisida dengan konsentrasi tertinggi. Ini ampuh dalam membunuh hama, namun juga berakibat buruk bagi kupu-kupu serta ngengat yang tidak berbahaya bagi jagung. Greenpeace menuding EFSA tidak meneliti secara menyeluruh konsekuensi negatif protein-Bt pada jenis serangga lainnya.

Bagi lebah, periset tidak melihat adanya ancaman dari jagung rekayasa genetika. Ekolog hewan dari Universitas Würzburg telah menemukan konsekuensi negatif serbuk sari jagung buatan pada lebah madu dan larvanya. Namun serbuk sari dapat masuk ke dalam madu yang diproduksi lebah. Madu yang dihasilkan dari tanaman hasil rekayasa genetika tidak boleh dipasarkan sebagai produk organik.

Apakah jagung hasil rekayasa genetika merusak alam?

Belum ada jawaban yang pasti. Setiap tanaman mempunyai dampak terhadap lingkungan dan tanah, tidak terkecuali jagung hasil rekayasa genetika, ucap ekolog pertanian Rüdiger Graß dari Universitas Kassel. "Serbuk sari jagung, yang diterbangkan angin ke sungai atau saluran air, merupakan makanan bergizi bagi hewan-hewan kecil." Setiap dampak yang mungkin dari jagung rekayasa genetika belum diteliti secara menyeluruh.

Apakah jagung hasil rekayasa genetika mengontaminasi varietas lain?

Mungkin. Di Jerman sekitar 2,5 juta hektar lahan diperuntukkan budidaya jagung. Ini mencapai seperlima total lahan subur Jerman. Di seluruh Eropa ada lebih dari 500 varietas dan hibrida jagung. Jadi apakah mungkin mencegah jagung hasil rekayasa genetika bercampur dengan jenis jagung lainnya?

Tanaman jagung rekayasa genetika di sebuah lahan pertanian di Bad Freienwalde di OderbruchFoto: picture-alliance/dpa

Babi hutan, lebah dan satwa lainnya dapat berperan dalam mencampur varietas jagung, ungkap periset tanaman Rüdiger Graß, yang meyakini bahwa terbangnya serbuk sari memiliki risiko kontaminasi terbesar: "Terkait teknologi modifikasi genetika, di sejumlah wilayah di Eropa dibicarakan jarak minimum antar lahan pertanian yang berbeda. Tapi siapa yang bisa menjawab jarak sejauh apa yang dianggap aman."

Apakah rekayasa genetika buruk?

Bergantung pada sudut pandang seseorang. Dalam sektor pertanian, publikasi yang tidak dapat diandalkan dari organisasi perlindungan lingkungan lebih banyak diterima ketimbang keahlian ilmiah yang sesungguhnya. "Ada baiknya seluruh perdebatan ini kembali fokus kepada fakta," kata Friedhelm Taube dari Universitas Kiel. Meski kekhawatiran konsumen harus tetap dianggap serius. Emosi tampaknya berperan besar dalam debat jagung hasil rekayasa genetika. Itulah mengapa diskusi yang rasional menjadi prasyarat dasar dalam mempertimbangkan pro dan kontra secara realistis.