1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Zypern EU

30 April 2009

Bagian SiprusYunani bergabung dengan Uni Eropa tanggal 1 Mei 2004. Banyak warga Siprus Yunani berharap, keanggotaan dalam Uni Eropa memberikan posisi perundingan yang lebih baik dalam masalah penyatuan kembali Siprus.

Serdadu PBB di Nikosia, Siprus, beberapa saat sebelum keanggotaan Siprus dalam Uni EropaFoto: AP

Evroulla Savva adalah pemilik sebuah toko di pusat Nikosia, Siprus Yunani. Ia menjual pernak-pernik, madu Siprus dan suvernir lainnya. Perempuan berusia 58 tahun ini mendukung keanggotaan Siprus dalam Uni Eropa. Walupun begitu, ia melihat sisi buruknya. "Biaya hidup terus naik. Yang miskin bertambah miskin, sementara yang kaya juga makin kaya. Tapi saya tidak tahu apakah mata uang Euro atau krisis ekonomi global penyebabnya."

Di Siprus Yunani, pendapatan rata-rata per tahun sekitar 20.000 Euro. Siprus adalah negara terkaya di antara anggota baru Uni Eropa. Sebelum krisis, Siprus mencatat pertumbuhan ekonomi tiga sampai empat persen. Tahun 2009 ini, angka pertumbuhan mendekati nol. Sektor pariwisata dan perumahan ambruk. Seiring dengan itu, kritik terhadap keanggotaan dalam Uni Eropa membungkam.

"Sekarang, di saat krisis internasional melanda, sebagian besar orang beranggapan bahwa menjadi bagian Uni Eropa adalah yang terbaik bagi Siprus, paling tidak untuk jangka panjang." Demikian disebutkan pakar politik dari Universitas Nikosia Maria Hadsipablou.

Situasi ekonomi hanya satu sisi keanggotaan Uni Eropa. Masalah penyatuan kembali Siprus adalah aspek lainnya. Bahkan, bagi sebagian warga Siprus Yunani, aspek yang terpenting. Lima tahun lalu, 75 persen warga Siprus Yunani menolak peta jalan penyatuan kembali kedua Siprus yang digagas Perserikatan Bangsa Bangsa. Banyak warga Siprus Yunani berharap, keanggotaan dalam Uni Eropa memberikan posisi perundingan yang lebih baik. Seperti yang diungkapkan pemilik toko Evroulla Savva. "Tentu saya senang kami menjadi bagian Uni Eropa. Tapi saya mengharapkan, mereka lebih tertarik pada masalah perpecahan Siprus."

Banyak warga Siprus Yunani berpendapat sama. Menurut mereka, Uni Eropa tak banyak membantu Siprus dalam menuntaskan masalah pulau yang terbagi ini.

Sementara itu, di bagian Nikosia Turki, Ayşe Ertanin, pemilik sebuah toko perhiasan, kecewa pada sikap Uni Eropa. "Hanya warga Siprus Yunani yang merasakan keuntungan dari keanggotaan Uni Eropa. Kami baru bisa puas dengan Uni Eropa bila kami juga menjadi anggota. Uni Eropa bahkan tak memenuhi janjinya."

Lima tahun lalu, pertemuan puncak Uni Eropa memutuskan untuk menghentikan isolasi ekonomi Siprus Turki. Dengan keputusan ini, Siprus Turki berhak mengekspor langsung produknya ke Uni Eropa. Namun, Siprus Yunani menggunakan hak vetonya. Sampai hari ini, keputusan pertemuan puncak tersebut tidak dilaksanakan. Padahal, kawasan utara, yaitu Siprus Turki jauh lebih miskin daripada Siprus Yunani.

Pakar poltik Maria Hastipablou memahami kesulitan yang dihadapi sesama warga Siprus di utara. "Warga Siprus Turki tidak diakui sebagai komunitas yang memiliki hak sama oleh Uni Eropa. Mereka sadar betul, mereka tak punya suara dan perwakilan dalam Uni Eropa."

Dalam pemilu parlemen Uni Eropa bulan Juni mendatang, perlakukan tidak adil ini akan kembali terasa. Sebenarnya, dua dari enam kursi dalam parlemen disediakan bagi wakil Siprus Turki. Tapi, selama Siprus tetap terbagi, kursi tersebut tetap diduduki politisi Siprus Yunani.

Jerry Sommer/Ziphora Eka Robina

Editor: Hendra Pasuhuk