Buat orang yang sudah punya 10 juta dolar, bertambah 10 ribu dolar tidak banyak artinya. Namun, itu sangat berarti bagi orang miskin untuk membeli makanan.
Iklan
Banyak yang mengatakan seseorang tidak akan pernah bisa menjadi terlalu kaya. Namun, meningkatnya kesenjangan ekonomi membuat lebih banyak orang berpikir bahwa anggapan ini salah: sejumlah orang memang terlalu kaya.
Limitarianisme ekonomi adalah sebuah konsep yang mengeksplorasi gagasan bahwa tidak seorang pun harus menjadi kaya secara berlebihan. Ini berfokus pada bahaya dan risiko yang dapat timbul akibat akumulasi kekayaan terlalu banyak pada satu individu.
Ketika membahas masalah ketimpangan, limitarianisme tidak melihat masalah kemiskinan atau bagaimana caranya meningkatkan kualitas hidup orang miskin. Sebaliknya, limitarianisme berfokus kepada mereka yang memiliki terlalu banyak.
Menempatkan batas maksimum jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan oleh seseorang bukanlah dimaksudkan sebagai hukuman. Idenya adalah untuk mendorong perubahan positif bagi sistem ekonomi dan penduduk secara umum melalui perbaikan sosial. Selain itu, pada titik tertentu "berkelimpahan uang" tidak lagi menambah kesejahteraan atau kemakmuran dalam kehidupan seseorang. Dalam banyak kasus, memiliki beberapa juta dolar dianggap cukup.
Limitarianisme bukanlah sosialisme atau komunisme. Tidak pula menolak akumulasi kekayaan, kepemilikan properti pribadi atau ketidaksetaraan sosial hingga beberapa level. Limitarianisme berpendapat bahwa terkadang, punya harta berlimpah ruah itu terlalu banyak.
Saat ini, ide limitarianisme belum sampai ke tingkat detil dan menyebutkan angka-angka konkret. Jadi, belum ada kesepakatan berapa tepatnya sebuah nilai total akumulasi kekayaan dianggap berlebihan, apakah itu 10 juta, 150 juta, atau bahkan 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
Dari mana asal ide tersebut?
Ingrid Robeyns, seorang ahli teori kelahiran Belgia yang bekerja di Universitas Utrecht, Belanda, adalah akademisi yang banyak meneliti gagasan limitarianisme ekonomi. Ia meneliti dan mengajar di departemen filsafat, dengan fokus pada etika, filsafat politik, dan keadilan sosial.
Robeyns pertama kali mempresentasikan gagasan limitarianisme dalam sebuah konferensi tahun 2012. Namun, makalah akademis pertamanya tentang topik tersebut baru muncul beberapa tahun kemudian. Sejak itu, Robeyns tanpa lelah berbicara tentang masalah ini. Ia juga menerbitkan makalah dan menulis sebuah buku. Ide tersebut telah menimbulkan reaksi yang berbeda di seluruh dunia.
"Di Eropa, berdasarkan pengalaman saya, publik berbagi banyak argumen tentang limitarianisme. Tetapi di AS, ini adalah gagasan yang sangat jarang ditemukan dalam diskusi dalam debat arus utama," kata Robeyns kepada DW.
"Bagian dari budaya tradisional Amerika adalah gagasan American Dream - keyakinan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi sangat kaya, jika mereka menginginkannya."
Di Negara-negara Ini Jurang Antara Kaya - Miskin Amat Dalam
Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Inilah laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse yang meneliti jurang kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin.
Foto: picture alliance/blickwinkel/McPHOTO
1. Rusia
Rusia tempati posisi pertama negara dengan ketimpangan ekonomi terbesar sejagad. Dalam penelitian Credit Suisse ditemukan 74,5% kekayaan negara dikuasai 1% orang-orang termakmur di negeri itu. Di negara ini terdapat sekitar 96 milyarder - total yang hanya dilampaui oleh Cina dengan 244 orang dan Amerika Serikat dengan 582 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti/A. Kudenko
2. India
India berada di posisi ke-2 negara yang kesenjangan ekonominya terbesar. 58,4% kekayaan dimiliki 1% orang terkaya. Kekayaan pribadi didominasi oleh properti & aset riil lainnya. Meski kekayaan perorangan telah meningkat di India, tidak semua orang mendapat bagian dari pertumbuhan ekonominya. 2260 orang diketahui memiliki kekayaan lebih dari US$ 50 juta dan 1.040 orang lebih dari US$ 100 juta.
Foto: DW/J. Akhtar
3. Thailand
Dalam laporan Global Wealth Report 2016 lembaga riset Credit Suisse, negara di Asia Tenggara ini berada di urutan ketiga negara ketimpangan ekonomi terbesar sedunia, dimana hanya satu persen orang terkaya yang menguasai 58 persen aset kekayaan di negara gajah putih ini.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Yongrit
4. Indonesia
Kekayaan per orang meningkat 6 kali lipat selama periode 2000- 2016. Namun menurut standar internasional, kekayaan rata-rata orang di Indonesia masih rendah. Setengah aset kekayaan di Indonesia dikuasai hanya 1% orang terkaya. Kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin di Indonesia mencapai 49%, yang menempatkan Indonesia di posisi keempat negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
5. Brazil
Untuk melindungi diri dari inflasi, banyak warga Brasil mempertahankan aset riil, khususnya dalam bentuk tanah. Kesenjangan pendapatan di negara ini berhubungan dengan ketidakmerataan akses pendidikan serta pembagian tajam antara sektor ekonomi formal dan informal. 47,9 persen kekayaan di negara ini hanya dimiliki satu persen kelompok orang paling tajir di negara ini.
Foto: DW/J.P. Bastien
6. Cina
Di Cina terdapat 1,6 juta jutawan. Negara ini paling banyak punya penduduk dengan kekayaan di atas US$ 50 juta dibanding negara manapun, kecuali Amerika Serikat. Namun ketimpangan ekonomi di negara tirai bambu ini tinggi yakni 43,8% kekayaannya dikuasai 1 persen orang terkaya. Ketimpangan ekonomi semakin tinggi sejak tahun 2000.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Reynolds
7. Amerika Serikat
Perekonomian dan pasar keuangan AS terus membaik di tahun 2015 – 2016. Dibandingkan dengan banyak negara OECD lainnya, AS memiliki lebih banyak aktivitas ekonomi di sektor swasta dibanding publik. Jumlah individu dengan kekayaan di atas US% 50 juta enam kali lebih banyak dibanding Cina. Satu persen orang terkaya di negara adi daya ini menguasai aset kekayaan sebesar 42,1%.
Foto: picture alliance/U. Baumgarten
8. Afrika Selatan
Sejak tahun 2007 kemajuan ekonomi melambat. Namun pertumbuhan segera pulih dan rata-ratanya meningkat 9,4% per tahun sejak tahun 2010. Di negara ini, 41,9% kekayaaan negara dikendalikan oleh hanya satu persen total orang terkaya, yang menempatkan negara ini di posisi nomor 8 negara dengan tingkat kesenjangan tertinggi di dunia. Ed: ap/rzn(Credit Suisse/independent)
Teori ini lebih dari sekadar melihat ketimpangan pendapatan. Moralitas adalah inti dari limitarianisme. Secara etis atau moral, kapankah diperlukan adanya campur tangan dalam sistem ekonomi pasar bebas untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan?
Apakah orang-orang kaya menyumbang balik kepada masyarakat dengan berinvestasi dalam peningkatan produktivitas atau apakah mereka hanya berspekulasi atau menguras habis dunia bisnis - atau keseluruhan negara berkembang? Apakah punya 10 mobil benar-benar jauh lebih baik daripada hanya punya dua?
Secara keseluruhan, Robeyns berpendapat bahwa limitarianisme dibangun di atas dua kolom utama: melindungi demokrasi dan mengatasi kebutuhan mendesak yang tidak terpenuhi atau masalah aksi kolektif dalam masyarakat seperti perubahan iklim.
Ditinjau dari segi ketidaksetaraan politik, limitarianisme khawatir bahwa ketidaksetaraan dapat merusak demokrasi. Orang kaya dapat menggunakan uang mereka untuk memengaruhi politisi, menyewa pelobi, dan menggolkan agenda mereka menjadi undang-undang. Jika itu tidak berhasil, mereka dapat memengaruhi opini publik dengan memiliki outlet media atau mendanai think tank.
Iklan
Kekayaan melimpah bisa ganggu aksi perubahan iklim
Limitarianisme ekonomi juga mengasumsikan bahwa distribusi kekayaan yang lebih merata akan menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik di seluruh dunia. Ini bisa membantu mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrem untuk berkembang.
"Jika Anda sudah memiliki 10 juta (dolar), gaya hidup Anda tidak akan banyak bertambah apabila Anda mendapatkan 100.000 dolar lagi. Namun, jika Anda tidak punya kekayaan sama sekali, maka setiap peningkatan adalah signifikan" dan ini berarti lebih sedikit kelaparan dan lebih sedikit anak hidup dalam kemiskinan, menurut Robeyns.
Namun, ini bukan hanya soal kepemilikan uang. Pendukung limitarianisme ekonomi mengatakan bahwa orang-orang superkaya berbahaya bagi lingkungan karena telah menciptakan jejak CO2 yang sangat besar.
"Orang superkaya secara tidak proporsional menyebabkan perubahan iklim karena gaya hidup material mereka jauh lebih melimpah dan investasi mereka berbahaya secara ekologis," kata Robeyns.
"Karena itu, seseorang dapat berargumen bahwa akankah adil menggunakan kelebihan uang mereka untuk mengatasi krisis iklim, daripada membiarkan mereka membangun bunker atau vila mewah di atas gunung untuk pergi dan bersembunyi jika perubahan iklim tidak terkendali dan kerusuhan sipil pecah."
Mengambil sebagian dari kekayaan itu dapat membantu adaptasi iklim. Pemerintah dapat berinvestasi dalam sistem yang dapat melindungi warga dari cuaca ekstrem. Pada saat yang sama, pemerintah juga dapat membangun kapasitas energi terbarukan atau teknologi yang lebih baik.
Wisata Luar Angkasa: Di Luar Jangkauan Kebanyakan Penduduk Bumi
Wisata luar angkasa dimulai pada tahun 2001 oleh jutawan Italia-Amerika Dennis Tito. Puluhan tahun kemudian, wisata ini masih merupakan pelestarian dari para jutawan lainnya yang sebagian besar berkulit putih.
Foto: Joe Skipper/REUTERS
Rekor yang tak terkalahkan
Dennis Tito adalah warga sipil pertama yang melakukan perjalanan ke luar angkasa. Tito pernah menjadi insinyur NASA sebelum beralih ke keuangan. Dia rela membayar $20 juta (284 miliar rupiah) untuk mewujudkan mimpinya itu. Awalnya sulit meyakinkan badan antariksa besar, tetapi pada 28 April 2001, Tito berhasil naik roket Soyuz dan menghabiskan enam hari di Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Foto: picture-alliance/dpa
Di tempat kedua: Mark Shuttleworth
Turis luar angkasa pertama semuanya adalah insinyur yang kutu buku… semuanya kecuali satu pria ini. Warga Afrika Selatan Mark Shuttleworth, insinyur internet dan perangkat lunak, yang terbang setahun setelah Tito dan dirayakan sebagai warga Afrika pertama di luar angkasa. Dunia masih menunggu orang Afrika berkulit hitam pertama yang akan berhasil ke sana pula.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Grachyev
Afronaut: Mandla Maseko
Mandla Maseko, DJ dari sebuah kotapraja di Pretoria, Afrika Selatan, seharusnya menjadi "Afronaut" pertama, namun dia meninggal dalam kecelakaan di jalan pada usia 30 tahun. Maseko telah memenangkan kesempatannya melalui pihak swasta bernama Akademi Luar Angkasa Ace Apollo. Sebagai sosok yang menginspirasi, dia pernah berkata: "Lawanlah gravitasi dalam segala hal yang kamu lakukan."
Foto: Themba Hadebe/AP Photo/picture alliance
Ketiga: Gregory Olsen
Turis ruang angkasa ketiga secara “resmi” adalah ilmuwan jutawan Gregory Olsen. Olsen rela menjual perusahaanya sendiri, Sensors Unlimited, untuk membeli tiketn melalui perusahaan Space Adventures dan terbang dengan roket Soyuz Rusia. Di bawah pemilik baru Collins Aerospace, perusahaan itu menjadi kontraktor NASA. Olsen tidak akan ragu menjual perusahaan lainnya demi melakukan semuanya lagi.
Foto: Ivan Sekretarev/AP Photo/picture alliance
Keempat: Anousheh Ansari
Bukan laki-laki saja yang memimpikan ruang angkasa, Anousheh Ansari juga. Insinyur teknolog internet dan salah satu pendiri Yayasan XPRIZE itu menghabiskan 11 hari di luar angkasa pada tahun 2006. Dia digambarkan sebagai astronot keturunan Iran dan wanita Muslim pertama di luar angkasa. Yayasannya pun dikenal sebagai "pemicu era baru penerbangan luar angkasa komersial."
Foto: picture-alliance/Everett Collection
Pelancong sains: Helen Sharman
Di tahun 1991, Helen Sharman menjadi astronaut pertama Inggris. Sharman melakukan eksperimen ilmiah di stasiun ruang angkasa Soviet/Rusia Mir. Ia pergi ke luar angkasa membawa misi, namun kami menyematkan Sharman karena misinya dimulai sebagai usaha komersial, walaupun perusahaannya gagal. Perjalanan itu dibayarkan oleh Soviet sebagai bentuk tindakan memperbaiki hubungan antara mereka dan Barat.
Foto: Alexander Mokletsov/dpa/Sputnik/picture alliance
Pria yang melancong dua kali ke luar angkasa: Charles Simonyi
Charles Simonyi adalah turis luar angkasa pertama yang melakukan dua kali perjalanan. Insinyur miliarder perangkat lunak itu pertama kali terbang pada 2007, lalu kemudian di tahun 2009 lagi. Pada usia 13 tahun, ia bahkan terpilih sebagai astronaut muda di Hungaria. Dia percaya manusia akan hidup di luar angkasa suatu hari nanti.
Foto: Mikhail Metzel/picture-alliance/dpa
Tak hanya bermain-main: Richard Garriott
Keturunan Inggris-Amerika Richard Garriott (kiri) memiliki minat awal dalam perjalanan ruang angkasa karena ayahnya, Owen, adalah seorang astronaut NASA. Tapi dia menjadi pengembang permainan komputer dan begitulah cara dia membayar perjalanannya pada tahun 2008. Dia juga seorang investor di perusahaan wisata luar angkasa, Space Adventures.
Foto: AP
Dari sirkus matahari ke bintang-bintang: Guy Laliberte
Berasal dari Quebec, Guy Laliberte adalah pemikir kreatif di balik perusahaan sirkus terkenal, Cirque du Soleil ("Sirkus Matahari"). Dia menghabiskan 10 hari di Stasiun Luar Angkasa Internasional pada tahun 2009. Setelah perjalanan Laliberte, tidak ada turis luar angkasa lebih dari satu dekade lamanya. Tembakan kapsul Soyuz yang kembali ke Bumi hampir menjadi titik akhir. Sampai…
Foto: AP/NASA/BILL INGALLS
Richard Branson mengangkat kepalanya
Richard Branson dari Virgin Galactic baru saja mengalahkan pemilik Amazon Jeff Bezos dengan penerbangan SpaceShip One pada 11 Juli 2021. Tapi Administrasi Penerbangan Federal AS melarang SpaceShipTwo milik Branson setelah SpaceShip One menyimpang dari jalur tepi luar angkasa saat terbang turun.
Foto: Andres Leighton/AP Photo/picture alliance
Hanya pemimpi lain: Jeff Bezos
Richard Branson dan Jeff Bezos (bertopi) adalah pesaing. Namun mereka juga berada dalam kelompok bisnis perjalanan ruang angkasa pribadi dengan tujuan yang sama, dan tidak akan berhasil tanpa satu sama lain. Pada 20 Juli 2021, Jeff Bezos dan tiga krunya melakukan penerbangan suborbital. Apakah ada dari kalian yang akan menjadi yang selanjutnya? (kp/hp)
Foto: Blue Origin/Anadolu Agency/picture alliance
11 foto1 | 11
Kritik mengalir, tapi yang kaya semakin kaya
Beberapa kritikus beranggapan bahwa limitarianisme tidak cukup punya kekuatan karena ini berarti perusahaan juga harus beroperasi di bawah pedoman limitarianisme.
Para filsuf dan ekonom lainnya sangat tidak setuju dengan gagasan membatasi kekayaan. Faktanya, kesempatan untuk menjadi kaya adalah pendorong para pengusaha untuk mengambil risiko, menciptakan sesuatu, dan membawa perubahan.
Selain itu, mereka berpendapat bahwa membatasi kekayaan tidak akan mengakhiri ketidaksetaraan politik. Cara yang lebih baik untuk mencapai lebih banyak kesetaraan adalah sistem pajak progresif.
Namun, tetap saja orang kaya semakin kaya. Daftar miliarder tahun 2022 yang dikeluarkan oleh Forbes menyatakan ada lebih dari 2.600 orang. Bersama-sama mereka menguasai harta senilai 12,7 triliun dolar AS. Jumlah ini memang sedikit lebih rendah daripada tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Forbes menemukan bahwa ada lebih dari 1.000 miliarder menjadi lebih kaya lagi bila dibandingkan tahun lalu.
Bisakah batasan kekayaan diterapkan secara realistis?
Robeyns melihat masalah nyata akan penerapan ide-idenya. Pertama, hampir tidak mungkin ada kesepakatan universal tentang definisi "terlalu kaya". Kedua, bahkan jika ada jumlah maksimum yang ditentukan, bagaimana orang nantinya akan benar-benar mengumpulkan kelebihan uang ini?
"Gagasan dapat mengubah sejarah. Ada beberapa yang bisa, ada yang tidak," Robeyns menyimpulkan. Ide-idenya mungkin tidak populer di beberapa bagian dunia, tetapi setidaknya membuat orang-orang kembali berpikir tentang ketidaksetaraan.
"Peran saya sebagai seorang filsuf dan cendekiawan adalah menyajikan argumen-argumen itu. Namun, terserah warga negara dan pemimpin di bidang ekonomi, politik, dan agama dalam mengambil langkah-langkah untuk mewujudkan dunia yang seperti itu."