Akibat ekosistemnya rusak, Thailand tutup kawasan wisata "The Beach" di pulau Phi Phi Len yang beken sedunia lewat film Leonardo DiCaprio. Bangkok menyadari kesalahan terlalu mengejar uang dan abaikan lingkungan.
Iklan
Thailand Tutup Kawasan Wisata The Beach Selama 4 Bulan
01:39
Sebuah kesadaran lingkungan yang harus dipuji, walau datang terlambat 10 tahun. Pemerintah Thailand memutuskan menutup kawasan pantai Maya di pulau Phi Phi Leh yang lebih dikenal sebagai "The Beach" selama 4 bulan dalam setahun. Tujuannya memberi waktu agar ekosistem laut, terutama terumbu karang bisa memulihkan diri.
Kawasan pantai itu menjadi terkenal ke seluruh dunia, berkat dijadikan loksi syuting film yang dibintangi Leonardo DiCaprio yang dirilis 1999. Setelah itu orang tidak kenal lagi nama pantai Maya, tapi kalau ditanya The Beach para penikmat wisata pantai akan segera menunjuk pantai di pulau Thailand itu.
Bahaya Penggunaan Cantrang bagi Ekosistem Laut
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan surat edaran Nomor 72/MEN-KP/II/2016 tentang larangan penggunaan cantrang untuk mengambil sumber daya laut di perairan Indonesia.
Foto: Rob Bouwman/Fotolia
Apa itu cantrang?
Pukat atau trawl yang di Indonesia dikenal sebagai cantrang, merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung dan pemberat.
Foto: Getty Images/AFP/M. Mochet
Penangkapan berlebih
Jutaan kehidupan laut ikut terjaring pukat setiap tahunnya. Pukat yang begitu mudah untuk mengambil banyak tangkapan di laut telah dilakukan begitu intensif sehingga menghabiskan banyak jenis ikan di seluruh belahan dunia. Penangkapan harus dikelola dengan ketat atau dalam beberapa tahun ke depan berbagai varietas ikan akan menjadi sedikit bahkan punah.
Foto: Getty Images/M. Mochet
Pukat menangkap semua hewan laut
Terlepas dari variasi metode yang berbeda, satu hal yang dimiliki semua pukat adalah bahwa pada dasarnya mereka memiliki sebuah lubang besar di laut, jadi mereka menangkap banyak hal yang tidak mereka coba tangkap. Ikan yang tidak dikonsumsi, mamalia laut, bahkan burung laut. Jala kecil juga menangkap ikan kecil. Banyak bayi dari spesies ikan besar, dan tidak memiliki pasar tertangkap lalu mati.
Foto: picture-alliance/dpa
Destabilisasi dasar laut
Saat jaring diseret dan diberi pemberat alat tersebut menyapu bersih sepanjang dasar laut. Sebagian besar dasar laut yang dalam memiliki kondisi yang sangat stabil. Arus stabil, suhu stabil (dingin, benda tumbuh perlahan). Tidak banyak yang mengganggu ketenangan kecuali pukat-pukat nelayan.
Foto: picture-alliance/Balance/Photoshot
Kerusakan terumbu karang
Banyak spesies karang memiliki spesialisasi untuk tumbuh dalam air yang dalam dan dingin. Mereka memiliki proses tumbuh selama berabad-abad. Terumbu karang ini memiliki usia tumbuh yang paling tua di Bumi. Di sinilah ikan hidup dan bersembunyi, itu habitat mereka. Ada juga jenis karang yang lembut. Bisa dibayangkan saat karang-karang tersebut disapu oleh pukat yang berat.
Foto: picture-alliance/blickwinkel
Menghancurkan binatang bertubuh kecil dan lembut
Pukat menghancurkan anemon, spons, pennatula, bulu babi, dan binatang kecil dan rapuh lainnya. Dasar laut menyimpan makhluk hidup yang lembut dan rapuh. Dengan jaring pukat yang menyapu dengan pemberat tentu menghancurkan kehidupan mereka.
Foto: Fotografie Dos Winkel, www.dos-bertie-winkel.com & www.seafirst.nl
Menghancurkan kehidupan di dasar laut
Milyaran hewan bercangkang dan bertubuh lunak seperti cacing, amphipod, kerang, lobster, dan lainnya tinggal di dasar laut di lubang mereka yang sepi. Fauna ini juga merupakan makanan untuk ikan dan kepiting. Bila ikan kekurangan persediaan makan maka ia akan punah dengan sendirinya.
Foto: cc-by-sa-CSIRO
Keadilan untuk semua
Dunia tidak dibuat hanya untuk kita yang hidup saat ini. Akan ada banyak orang di masa depan yang akan mendapatkan apa yang kita tinggalkan dan tidak bisa menikmati apa yang kita rusak. Melestarikan kehidupan laut adalah hal yang layak dan penting dilakukan untuk generasi mendatang. yp/ap (greenpeace)
Foto: Eric Gevaert/Fotolia
8 foto1 | 8
Sejak itu setiap hari datang rata-rata 4.000 wisatawan menggunakan kapal cepat alias speed boat. Atau yang punya jiwa petualangan, dengan menaiki kapal nelayan. Uang dari sektor turisme datang membanjir. Tapi ada konsekuensi dan dampak negatifnya, berupa rusaknya ekosistem laut di kawasan itu. Terutama Kerusakan Terumbu Karang memaksa pemerintah mengambil langkah dramatis itu.
Penutupan dipuji dan didukung
Banyak wisatawan yang rutin datang ke The Beach di pulau Phi Phi Len memuji kebijakan penutupan sementara berkala, yang tahun ini dilakukan hingga bulan September mendatang. Mereka juga memuji program renaturalisasi lingkungan dan propagasi terumbu karang. Langkah dramatis menutup kawasan wisata global terkenal, sebelumnya dilakukan di Boracay Boracay, Filipina.
Thon Thamrongnawasawat, pakar ilmu kelautan kenamaan di Thailand menegaskanh: "Kita jangan menyalahkan siapapun. Yang penting sekarang kami berusaha meregulasinya. Di masa lalu kami membuat kesalahan, karena menganggap uang adalah yang paling penting. Tapi sikap rakyat Thailand mengubah pandangan kami."
Inilah Peternakan Buaya Terbesar di Dunia
Thailand adalah rumah bagi peternakan buaya terbesar di dunia. Wisatawan dapat melihat reptil raksasa ini berjemur, mengunyah ayam, atau berkerumun dan berendam di kolam.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Rumah bagi buaya
Sekitar 2 juta buaya menghuni lebih dari 1.000 peternakan buaya di Thailand, demikian data departemen perikanan Thailand. Beberapa peternakan itu dilengkapi dengan rumah pemotongan hewan dan penyamakan kulit untuk menghasilkan produk-produk mewah. Tampak dalam gambar, buaya tengah mengunyah pakan kepala ayam.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Peternakan 'All in One'
Peternakan buaya Sri Ayuthaya adalah salah satu yang terbesar di Thailand. Peternakan ini telah beroperasi selama 35 tahun. "Kami adalah peternakan ‘all-in-one’, menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat, memberi pendapatan untuk negara ini," kata Wichian Rueangnet, pemilik peternakan buaya, Sri Ayuthaya, yang memelihara sekitar 150.000 buaya.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tak jauh dari Bangkok
Peternakan Sri Ayuthaya ini berlokasi di Provinsi Ayutthaya. Jaraknya sekitar 80 kilometer dari Bangkok, bila ditempuh dengan mobil sekitar 1,5 jam perjalanan dari ibukota Thailand itu. .
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Cina pasar terbesar
Peternakan buaya Sri Ayuthaya terdaftar dalam Konvensi Perdagangan Spesies Langka Fauna dan Flora Liar Internasional (CITES), yang memungkinkannya untuk mengekspor produk-produk dari buaya air tawar Siam, yang masuk daftar terancam punah. Cina adalah pembeli utama produk peternakan buaya ini.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Untuk produk bergengsi
Produk kulit buaya dari bThailand, jadi bahan baku yang dipasok kepada produsen merek tas dan produk kulit ternama dunia. Satu tas kulit buaya bermerk harganya sekitar 32 juta rupiah. Untuk busana atau jaket dibanderol seharga 78 juta rupiah per potong.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dagingnya juga dijual
Daging buaya dijual seharga 100 ribu rupiah per kg. Empedu dan darah reptil ini dibuat menjadi pil karena diyakini memiliki manfaat kesehatan atau berkhasiat sebagai obat kuat. Produk tersebut dibenderol lebih mahal hingga seharga 15 juta rupiah per kg.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Baru melihat dunia
Ini foto bayi buaya yang baru menetas dari cangkangnya. Pemandangan unik ini bisa disaksikan di peternakan buaya Sriracha di provinsi Chonburi.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sebesar telapak tangan
Seorang pekerja di peternakan Sriracha di Chonburi membantu bayi buaya yang baru menetas dari cangkangnya. Ukuran saat baru menetas hanya setelapak tangan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bisnis menurun
Namun industri ini telah menghadapi kemunduran karena ekspor produk kulit buaya Thailand menurun lebih dari 60 persen pada tahun 2016 menjadi 13 juta baht dari 34 juta baht pada tahun 2015.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Atraksi wisata
Di kebun binatang Sriracha di Chonburi, masyarakat dan wisatawan juga bisa melihat atraksi akrobatik semacam ini. Ngeri ya? Ed: ap/as(rtr)
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
10 foto1 | 10
Anggota tim strategi komite pembangunan lingkungan nasional Thailand itu menambahkan: "Kedatangan wisatawan mancanegara tetap penting bagi negara kami. Tapi yang paling penting adalah sumber daya Lingkungan nasional, yang harus dijaga kelestariannya untuk diwariskan kepada generasi mendatang."
Walau mayoritasnya menyambut baik keputusan penutupan sementara, ada yang menyatakan terkejut dengan keputusan itu. Salah satunya adalah pimpinan Phi Phi Tourist Business Associated, Watrapol Jantharo. Mengatasnamakan penduduk lokal, Jantharo mengatakan warga memahami The Beach alan ditutup total bagi pendaratan kapal.
Pemerintah Thailand sebelumnya mengumumkan, bila kawasan Wisata itu dibuka kembali, pendaratan turis akan dilakukan di pelabuhan terapung di bagian lain pulau. Juga jumlah wisatawan akan dibatasi maksimal 2000 orang per hari.
Penutupan atau pembatasan jumlah turis juga bukan sesuatu yang mengejutkan di Thailand. Sejak tahun 2016 lalu, bangkok sudah menetapkan pembatasan jumlah turis ke Koh Tachai di taman nasional Similan dan Koh Yoong di pulau Phi Phi. Tapi hal itu tidak menyurutkan jumlah wisman ke Thailand. Sebaliknya kunjungan turis mancanegara justru melonjak drastis, dari 10 juta pada tahun 2000 menjadi 35 juta pada tahun 2017.
as/vlz(aptn)
Realita Pahit di Balik Iklan Pariwisata
Polusi, kriminalitas, wisata seksual dan sampah - ada banyak hal yang disembunyikan dari wisatawan. Realita tersebut diungkap oleh seniman jalanan Belgia, Monk, lewat poster-posternya
Muslihat Wisata
Seorang seniman Belgia bernama Monk membuat sensasi dengan karya poster wisatanya yang nyeleneh. Berbeda dengan poster wisata yang, seperti foto di atas, melulu menampilkan gambaran ideal, karya Monk menampilkan setiap tempat tujuan wisata sesuai kondisi aslinya.
Inspirasi Visual
Monk banyak terinspirasi oleh karya seniman Israel, Franz Kraus, (kiri), yang rajin membuat poster wisata pada tahun 1936. Tapi persamaan keduanya cuma sebatas selera visual. Monk memiliki pesan yang jauh berbeda dari panutannya itu.
Ironi Borneo
Indonesia tidak luput dari karya Monk. Kalimantan yang menjajakan orangtuan sebagai atraksi wisata justru giat menghancurkan habitat satwa tersebut. Orangutan dianggap nyaris punah lantaran habitatnya menyusut akibat pembukaan lahan, perburuan liar dan industri kayu.
Polusi dan Kriminalitas
Monk mengatakan kebanyakan orang bereaksi "postif" terhadap karyanya. Tapi ia juga mengakui banyak yang tidak "memahami jiwa" setiap poster. "Tentu saja semua tempat itu indah, tapi gagasannya adalah untuk menampilkan sisi gelapnya." Dalam poster ini, pantai Rio de Janeiro yang tersohor dipenuhi polusi dan kekerasan bersenjata.
Surga Plastik
Monk bertanya-tanya apakah ada yang pernah berjalan santai di pantai Maladewa tanpa menjumpai sampah plastik. Melalui karyanya Monk berusaha menarik perhatian publik pada masalah polusi sampah di laut yang kian mendesak. Menurut sebuah studi, saat ini 8 juta ton sampah plastik dibuang ke laut setiap tahunnya.
Sesak dan Semerawut
Monk juga gemar mencemooh iklan wisata Eropa. Untuk kampung halamannya di Brussels, Belgia, ia menampilkan wajah kota yang sesak dan semerawut, meski tak lupa menyisipkan jajanan khas kota berupa kentang goreng
Ombak Pengungsi
Kendati belum pernah mengunjungi lokasi yang ia gambar, Monk berusaha mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, termasuk dari keterangan penduduk lokal. Termasuk diantaranya pulau Lesbos di Yunani yang menjadi simbol krisis pengungsi di Eropa.
Gelap dan Biadab
Sejauh ini Monk telah menerbitkan 11 poster dari berbagai negara. Setiap poster menampilkan sisi gelap setiap kawasan wisata. Poster Phuket di Thailand ini memaksa pengunjung berhadapan dengan realita bisnis seksual anak di bawah umur yang menjamur di negeri jiran itu.