Turki Berharap Solidaritas Dari Negara-Nagera Arab
14 Agustus 2018
Runtuhnya Lira Turki dan perselisihan diplomatik dengan Amerika Serikat mendorong Recep Tayyip Erdogan minta bantuan dari sekutu-sekutunya, termasuk dari dunia Arab. Tapi mereka punya masalah sendiri.
Iklan
Nilai mata uang Turki, Lira, menukik tajam selama sepekan terakhir, mencapai rekor kurs terendah terhadap Dolar AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan terus-menerus berpidato mengimbau rakyatnya membela Turki.
"Jika mereka (Amerika) punya Dolar, kami punya rakyat kami, Tuhan kami," kata Erdogan dalam sebuah pidato.
Kolumnis harian Al-Hayat Hazim al-Amin menulis, retorika Erdogan malah mungkin membuat para pemimpin dunia Arab menjauh. Karena inilah retorika khas dari politisi populis yang sering memanfaatkan sentimen keagamaan dan bukan akal sehat.
"Kelompok (populis) ini termasuk Donald Trump, Benjamin Netanyahu, Vladimir Putin, Ali Khamenei dan Erdogan," kata Hazim al-Amin. "Mereka semua mencoba mengganti argumen politik dengan argumen agama."
Sengketa karena penahanan pastur
Yunus Ulusoy dari Pusat Yayasan Studi Turki dan Penelitian Integrasi di Essen, Jerman, melihat Erdogan kini berada di posisi sulit. Terutama dalam sengketa dengan AS karena kasus penahanan seorang pastur warga AS Andrew Brunson di Turki.
"Jika Turki sekarang mendeportasi Andrew Brunson, itu berarti Erdogan akan kehilangan muka dan mungkin ditinggalkan sebagian pendukungnya," kata Ulusoy. Mungkin saja di kemudian hari, hal itu bisa dilakukan, tapi tidak sekarang, tambahnya.
Mungkinkah Turki mendapat dukungan berarti dari dunia Arab? "Hubungan ekonomi Turki dengan dunia Arab sangat terbatas, juga prospek perdagangan di kawasan itu tidak terlalu menjanjikan", papar Mustafa Ellabad, Direktur Pusat Studi Regional dan Strategis Al-Sharq di Kairo.
"Kemitraan Turki-Arab seringnya terlalu dibesar-besarkan," kata Ellabad kepada DW. "Turki terutama mengekspor barang-barang mentah yang belum diolah ke dunia Arab."
Arab punya masalah sendiri
Sekutu terdekat Turki di wilayah Arab adalah Qatar. Ankara selalu mendukung Doha ketika secara diplomatis diisolasi oleh Arab Saudi dan sekutunya di Kawasan Teluk. Turki ketika itu memasok barang-barang penting yang dibutuhkan Qatar. Namun sekarang, Turki tidak bisa berahap banyak, karena Qatar sendiri juga masih terlibat dalam krisis diplomatik.
Meskipun Ankara terus mempertahankan hubungan dengan negara-negara Teluk lainnya, termasuk Arab Saudi, tapi hubungannya sangat terbatas, kata Mustafa Ellabad menambahkan.
"Jika kita membandingkan hubungan perdagangan antara Turki dan Arab Saudi, terlihat sangat pincang dibandingkan misalnya dengan hubungan dagang antara Arab Saudi dengan negara-negara Uni Eropa," katanya.
Jadi Presiden Erdogan harus mencari jalan lain untuk memecahkan masalah ekonomi negaranya saat ini. "Tidak akan ada dukungan berarti untuk Turki dari negara-negara Arab dalam krisis ini," tandas Ellabad.
Siapakah Recep Tayyip Erdogan?
Dari aktivis menjadi presiden, karir politik Recep Tayyip Erdogan menanjak pesat. Namun ia juga menjadi sosok yang kontroversial. DW melihat lebih dekat jalan Erdogan menuju tampuk kekuasaan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Bangkitnya Turki di bawah Erdogan
Di Turki dan di luar negeri, sosok Recep Tayyip Erdogan menimbulkan efek berlawanan. Ada yang menggambarkannya sebagai "sultan" Ottoman baru dan ada juga yang menganggapnya pemimpin yang otoriter. DW mengeksplorasi bangkitnya pemimpin Turki ini dari masa awal berkampanye untuk urusan Islamis hingga menjadi presiden di negara yang memiliki kekuatan militer terbesar kedua di NATO.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Walikota Istanbul yang pernah dipenjara
Setelah bertahun-tahun bergerak di jajaran Partai Kesejahteraan yang berakar Islamis, Erdogan terpilih sebagai walikota Istanbul pada 1994. Namun empat tahun kemudian, partai itu dinyatakan inkonstitusional karena mengancam sistem pemerintahan sekuler Turki dan dibubarkan. Ia kemudian dipenjara empat bulan karena pembacaan puisi kontroversial di depan umum dan akibatnya ia kehilangan jabatannya.
Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), yang memenangkan mayoritas kursi pada tahun 2002. Dia diangkat menjadi perdana menteri pada tahun 2003. Di tahun-tahun pertamanya, Erdogan bekerja untuk menyediakan layanan sosial, meningkatkan ekonomi dan menerapkan reformasi demokratis. Beberapa orang berpendapat bahwa Erdogan mengubah haluan pemerintahan Turki menjadi lebih religius.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Ozbilici
Ingin generasi yang saleh
Meskipun konstitusi Turki menjamin sistem sekluarisme, pengamat yakin bahwa Erdogan telah berhasil membersihkan sistem sekuler di sana. Pemimpin Turki ini mengatakan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk membangkitkan "generasi yang saleh." Pendukung Erdogan memuji inisiatifnya dengan alasan bahwa tahun-tahun diskriminasi terhadap Muslim yang religius akhirnya bisa berakhir.
Foto: picture-alliance/AA/C. Ozdel
Berhasil lolos dari usaha kudeta
Pada Juli 2016, kudeta militer gagal yang menargetkan Erdogan dan pemerintahannya menyebabkan lebih dari 200 orang tewas, termasuk warga sipil dan tentara. Setelah upaya kudeta, Erdogan mengumumkan keadaan darurat dan bersumpah untuk "membersihkan" militer. "Di Turki, angkatan bersenjata tidak mengatur negara atau memimpin negara. Mereka tidak bisa," katanya.
Foto: picture-alliance/AA/K. Ozer
Penumpasan oposisi
Sejak kudeta gagal, pihak berwenang menangkap lebih dari 50.000 orang di angkatan bersenjata, kepolisian, pengadilan, sekolah dan media. Erdogan menuduh Fethullah Gulen (seorang ulama yang diasingkan di AS dan mantan sekutu Erdogan) dan para pendukungnya telah mencoba merusak pemerintahan. Namun organisasi HAM meyakini tuduhan itu merupakan sarana untuk memperkuat kekuasaan dan pengaruhnya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Gurel
Didukung dan dikritik
Meskipun Erdogan menikmati dukungan signifikan di Turki dan komunitas diaspora Turki, dia dikritik karena kebijakannya yang keras dan aksi-aksi terhadap militan Kurdi setelah runtuhnya proses perdamaian pada 2015. Januari 2018, Erdogan meluncurkan serangan mematikan ke utara Suriah (Afrin), sebuah operasi yang secara luas dikecam oleh organisasi HAM.
Foto: picture- alliance/ZUMAPRESS/Brais G. Rouco
Era baru?
Menjabat sebagai presiden Turki sejak 2014, Erdogan ingin memperpanjang jabatannya. Pemilu bulan Juni akan menandai transisi Turki menjadi negara presidensial bergaya eksekutif. Namun disinyalir, lanskap media Turki didominasi oleh kelompok yang punya hubungan dengan Partai AKP yang berkuasa. Para pengamat percaya, pemilu ini menandai era baru bagi Turki - belum jelas, era baik atau buruk.(na/hp)