Lonceng Gereja Picu Debat Panjang Tentang Era Nazi
4 April 2018
Pelaku tak dikenal menghilangkan simbol-simbol Nazi dari lonceng gereja di Schweringen. Pihak gereja memang mengijinkan penggunaan lonceng gereja era Nazi, tapi sering diprotes publik.
Iklan
Pelaku tak dikenal dalam aksi yang disebutnya "bersih-bersih musim semi" menghilangkan simbol dan tulisan Nazi dari lonceng gereja besaryang tergantung di gereja kota kecil Schweringen. Lonceng semacam ini memang masih digunakan di banyak gereja di Jerman. Biasanya ada simbol Nazi dan slogan puji-pujian untuk Adolf Hitler.
Pendeta gereja di Schweringen, Jann Axel Hellwege, kepada media hari Selasa (3/4) membenarkan hal itu. Sebelumnya aksi gelap tersebut dimuat di media lokal "Die Harke". Jann-Axel Hellwege menerangkan, para pelakunya kemungkinan punya kunci masuk ke gereja lalu menghilangkan tulisan-tulisan dan simbol Nazi di lonceng gereja.
Sebuah catatan surat kaleng ditinggalkan pelaku di pintu gereja yang menyebutkan, mereka melakukan "Pembersihan Musim Semi 2018".
"Sudah waktunya pembersihan musim semi membawa angin segar ke kota ini," demikian disebutkan dalam surat kaleng itu. "Kami tidak hanya membersihkan kota, tetapi juga lonceng ini: dari kotoran merpati, dari kotoran Nazi yang setelah 80 tahun mengancam untuk memecah belah penduduk kota ini."
'Selamat Tinggal, Sayangku': Surat Terakhir Korban Holocaust
Di kamp konsentrasi atau ghetto, banyak warga Yahudi yang menulis surat kepada orang yang mereka cintai. Tak lama sebelum mereka dibunuh. Di Yad Vashem, kisah mereka kembali dikenang lewat pameran online.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Bocah lelaki biasa
Lewat pantulan beberapa cermin, Salman Levinson seolah-olah menatap kita dari segala arah. Foto ini dipotret tahun 1937. Salman kecil, yang kerap dipanggil Sima, tumbuh layaknya bocah lelaki seumurannya. Bersama ibunya, Frieda dan ayahnya, Selig mereka tinggal di Riga. Tantenya pada tahun 1936 berimigrasi ke Eretz, Israel dan secara teratur menulis surat untuk Salman.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Rumah dari Riga
Pada ulang tahun ke-9, Salman menulis surat tanda terima kasih pada tantenya, Agnes atas hadiah yang dikirim. Salman menyertakan gambar berjudul "Bait“, dalam bahasa Ibrani artinya “Rumah“. Tak lama berselang, serdadu Jerman menduduki Riga. Agnes tak lagi mendengar kabar dari keponakannya. Ketika perang berkecamuk, Agnes baru mengetahui: keluarga Salman dideportasi ke ghetto Riga, lalu dibunuh.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Wajah para korban
Tempat peringatan holocaust di Israel, Yad Vashem menampilkan surat-surat terakhir milik korban Holokaust- kalimat terakhir para korban sebelum Nazi membunuh mereka. Selain lembaran kertas, ada juga foto para pemilik surat dan keluarga mereka. Foto di atas adalah gambar anak-anak keluarga Keller-Moses saat mereka tinggal di Aachen, Jerman.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Huruf J untuk Yahudi
Paspor Sigfried Keller berstempel huruf "J“ untuk "Jude“, dalam bahasa Jerman artinya Yahudi. Tahun 1938, Nazi mengecap huruf 'J' untuk terpidana hukuman mati. Dari keluarganya, hanya Sigfired yang selamat. Tahun 1942 di Theresienstadt, Ibunya menulis: “Wahai anak-anakku terkasih, hiduplah dengan baik dan doakanlah kami, Allah Maha Pengasih dengan tanganNya akan melindungi kami dan juga kalian.“
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Sepuluh dari ribuan surat
Dari ribuan surat yang tersimpan di arsip, Yad Vashem memilih sepuluh surat untuk ditampilkan dalam pameran tersebut. Sebagian dari pemilik surat tidak mengetahui bahwa itu akan menjadi kalimat terakhir mereka sebelum maut menjemput. Seperti halnya, Sigfried Bodenheimer – pada foto berseragam tentara – yang ikut bertempur pada PD I. Tak mungkin ia bayangkan bahwa Nazi akan membunuh keluarganya.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Surat terakhir sebelum ke pengasingan
Sebagian besar penulis surat mencoba menampilkan kesan berani dengan menyembunyikan kondisi mereka yang sebenarnya. Anne Meininger dalam sebuah surat kepada anak-anaknya menuliskan: “Kami berada di sebuah kamp sejak hari Rabu dan saya merasa sangat baik. Kalian tidak perlu khawatir. […] Ketika kita bisa terus saling mendengar kabar satu sama lain. […] Cium sayang dari Ibu kalian terkasih.“
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Dari “pembuangan“ ke Israel
Dari sebuah ghetto di Warsawa, Perla Tytelman menulis kepada suaminya, Josef dan putrinya, Rachel: “Saya mengerahkan segala daya upaya agar mampu bertahan hidup demi kalian. […] Rasa rindu di antara kita tidak mengenal batas.“ Perla tewas dibunuh. Rachel dan Josef dapat bertahan hidup dan akhirnya memilih meninggalkan "pembuangan" dan berimigrasi ke Eretz Israel tahun 1947.
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
Kereta ke Auschwitz
Lukisan "Transport No.2“ karya Paul Kor gambarkan kereta yang membawa ayah Paul ke Auschwitz, kamp kematian. Pameran bertajuk “‘Lebt Wohl, meine Lieben‘. Letzte Briefe aus dem Holocaust 1941-1942“ hadir untuk memperingati peristiwa holocaust. Dalam pameran online itu, kisah sebagian korban seakan memberi wajah yang wakili enam juta orang Yahudi yang dibunuh di seluruh Eropa. (SJ.Hofmann/ts/ap)
Foto: Courtesy of Yad Vashem Photo Archives
8 foto1 | 8
Perdebatan panjang tentang lonceng era Nazi
Lonceng dari era Nazi yang tergantung di menara gereja Schweringen memang sudah lama jadi perdebatan sengit antara mereka yang pro dan kontra penggunaan lonceng itu. Pertemuan terakhir di Schweringen membahas lonceng Nazi itu dilakukan September 2017.
Setelah lonceng itu sempat bungkam, para pemimpin gereja yang membawahi kota Schweringen pertengahan Maret memutuskan untuk menggunakan lonceng itu lagi. Namun pendeta Jann Axel Hellwege menolak keputusan itu dan tetap tidak menggunakan lonceng gereja Nazi yang jadi sengketa itu.
Lonceng-lonceng gereja darijaman Hitler yang memuat lambang dan slogan-slogan Nazi memang masih banyak tergantung di banyak tempat. Sebagian publik berpendapat bahwa lonceng dan artefak era Nazi lainnya harus disingkirkan, yang lain berpendapat bahwa lonceng harus tetap ada di tempatnya, juga untuk memberi kesaksian kepada sistem totaliter Jerman di bawah Hitler.
Siapakah Hitler?
Pertanyaan tentang "Siapakah Hilter" menjadi fokus buku Hermann Pölking dan diadaptasi menjadi film dokumentasi yang epik karena berisi kutipan pendapat dari sejumlah tokoh yang sezaman dengan Adolf Hitler.
Foto: picture-alliance/AP
Adolf Hitler Cilik (tahun 1890)
"Dia berbeda dari seluruh anggota keluarga lainnya." - Ibu Klara Hitler, dikutip oleh August Kubizek.
Foto: picture-alliance/dpa
Foto angkatan di sekolah Linz, 1900/01
"Dia sangat berbakat, tapi juga tak stabil, walaupun dia tidak bertindak kasar, dia bisa dianggap berjiwa pemberontak. Dia juga bukan pekerja keras." Dr. Eduard Huemer, guru bahasa Perancis (Adolf Hitler berada di sebelah paling kanan atas)
Foto: picture-alliance/akg-images
Potret diri Adolf Hitler
"Seluruh keluarganya menganggap Hitler bukan seorang idealis, yang suka menghindar dari kerja keras." - August Kubizek, teman sepermainan Adolf Hitler
Foto: picture-alliance/dpa
Hitler ketika berpangkat kopral pada Perang Dunia I
"Saya tak pernah bisa mengungkap apa penyebab kefanatikan Hitler membenci kelompok Yahudi. Pengalaman ketika bersama prajurit yahudi saat perang dunia tidak mungkin berkontribusi besar terhadap hal ini." - Fritz Wiedemann, Letnan di Regimen "List" (Hitler di posisi paling kiri bawah)
Foto: Getty Images
Peringatan Kudeta Beer Hall (sekitar tahun 1929)
"Tujuan mereka hanya satu: taat. Mereka bersedia dikerahkan untuk tujuan apapun, dan mampu melakukan apapun, dilatih untuk mengikuti Hilter. Sedadu berseragam coklat yang direkrut adalah mereka yang tidak puas, tidak sukses, ambisius, penuh rasa iri hati dan kebencian, dari seluruh lapisan masyarakat - yang bersedia untuk membunuh dan melakukan kekerasan." - Carl Zuckmayer, dramawan Jerman
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Hitler di Bayreuth (1938)
"Sebelum saya berangkat ke San Fransisco, Saya menyadari niat Hitler yang ingin mengenyahkan pasien yang tak tersembuhkan - bukan hanya yang cacat mental - ketika perang berlangsung. Sebagai alasan dia katakan: mereka adalah "mulut yang perlu makan" namun tak diperlukan." - Fritz Wiedemann, ajudan Adolf Hilter di Partai Nazi hingga 19 Januari 1939.
Foto: picture-alliance/akg-images
Albert Speer dan Adolf Hitler, 1938
"Sepanjang perang, Adolf Hitler tidak pernah mengunjungi kota yang hancur akibat bom." - Albert Speer, Menteri era Hitler bidang Persenjataan dan Produksi Perang
Foto: picture-alliance/akg-images
Hitler pasca serangan terhadap markas militer Nazi, Wolf's Lair, 1944
"Di sana saya melihat Hilter, yang menatap penuh pertanyaan atas ekspresi putus asa saya. Dengan pelan dia berkata, "Linge, seseorang telah berusaha membunuhku." Heinz Linge, pelayan Adolf Hitler.
Foto: picture-alliance
Adolf Hitler dan Hermann Göring, 1944
"Saya sadar kita kalah perang. Kemenangan mereka nyata. Saya ingin menembak kepala saya sekarang. [Tapi] kita tidak akan menyerah. Tidak akan pernah. Kita bisa jatuh terperosok. Tapi kita akan membawa seluruh dunia ikut serta." - disampaikan Hitler kepada ajudannya Nicolaus von Below pada akhir Desember 1944.
Foto: picture-alliance/dpa/Fine Art Images
Surat kabar laporkan kematian Hitler, 1945
"Kematian Hitler dianggap tak lagi bermakna. Dia seharusnya sudah tewas sejak lama. Saya bertanya-tanya berapa banyak orang yang menenangkan diri dan berpikir dia sinting." - Naomi Mitchison, penulis asal Skotlandia
Foto: picture alliance/Everett Collection
10 foto1 | 10
Memprotes keputusan gereja
Surat kaleng yang ditinggalkan di depan gereja antara lain menyebutkan: "Sekarang warga Schweringen bisa fokus lagi pada kehidupannya" dan bisa hidup bersama dengan rukun lagi. Para pelaku mengatakan mereka tidak bisa berdiam diri lagi melihat perpecahan di antara warga. "Itu sebabnya kami menciptakan fakta baru," kata surat itu.
Paroki Balge yang membawahi gereja di Schweringen mengumumkan, kerusakan pada lonceng kini sudah terjadi. Mengingat perdebatan panjang setelah keputusan menggunakan kembali lonceng itu, bisa dipahami mengapa aksi itu terjadi.
Pernyataan Paroki Balge menambahkan, tokoh-tokoh gereja tetap memiliki kewajiban untuk terus bekerja melalui sejarah lonceng Schweringen itu. Polisi di kawasan mengatakan, sampai sekarang tidak ada pengaduan yang diajukan gereja atas "perusakan" lonceng gereja, karena itu tidak dilakukan pengusutan.
hp/rzn (dpa, ap)
"Tidak Akan Pernah Terulang Lagi" - Monumen tentang Kengerian
Properti warga Yahudi di Jerman disita November 1938, dan ribuan orang diangkut ke kamp konsentrasi. Berbagai monumen di Jerman didirikan sebagai peringatan agar peristiwa itu tidak pernah terulang lagi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
Wannsee House (Rumah Wannsee)
Vila di tepi danau Wannsee di Berlin adalah lokasi menentukan dalam perencanaan Holocaust, yaitu pembantaian warga Yahudi di jaman PD II. 15 anggota pemerintahan NAZI dan satuan SS bertemu di sini 20 Januari 1942 untuk merencanakan deportasi dan pembantaian warga Yahudi di seluruh kawasan yang dikuasai Jerman. 1992 villa ini dijadikan tugu peringatan dan museum.
Foto: picture-alliance/dpa
Dachau
Kamp konsentrasi pertama dibuka di Dauchau, tidak jauh dari München. Hanya beberapa pekan setelah Adolf Hitler mulai berkuasa, kamp ini digunakan satuan SS untuk memenjara, menyiksa dan membunuh penentang rezim. Dachau juga jadi prototipe bagi sejumlah kamp yang dibangun setelahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Lahan Tempat Demonstrasi Kekuatan
Nürnberg adalah kota di mana tempat propaganda terbesar partai NAZI dari 1933 sampai dimulainya PD II tahun 1939. Kongres partai tahunan serta demonstrasi yang dihadiri sekitar 200.000 orang diadakan di area seluas 11 km². Sekarang, Gedung Kongres yang tak selesai dibangun ini menjadi pusat dokumentasi dan museum.
Foto: picture-alliance/Daniel Karmann
Bergen-Belsen
Kamp konsentrasi Bergen-Belsen di Niedersachsen awalnya penjara tawanan perang, kemudian menjadi kamp konsentrasi. Tahanan yang terlalu sakit untuk bekerja diangkut ke sini dari kamp konsentrasi lain. Banyak juga yang meninggal akibat penyakit. Dari 50.000 yang tewas di sini, salah satunya Anne Frank, anak perempuan Yahudi yang dikenal karena buku hariannya yang dipublikasikan internasional.
Foto: picture alliance/Klaus Nowottnick
Monumen Perlawanan Warga Jerman terhadap NAZI
Gedung Bendlerblock di Berlin dulunya tempat berkumpul kelompok mililter penentang NAZI. 20 Juli 1944, sekelompok perwira NAZI yang dipimpin Kolonel Claus von Stauffenberg melaksanakan upaya pembunuhan terhadap Hitler, namun gagal. Pemimpin kelompok itu ditembak mati pada hari yang sama di lapangan di tengah gedung Bendlerblock. Sekarang menjadi Pusat Peringatan Perlawanan Jerman terhadap NAZI.
Foto: picture-alliance/dpa
Pusat Eutanasia Hadamar
Dari 1941 orang-orang yang punya kelemahan fisik dan mental dibunuh di rumah sakit Hadamar di Hesse. Karena dinyatakan "tidak diinginkan" oleh Nazi, sekitar 15.000 orang dibunuh dengan suntikan obat mematikan atau dengan gas. Di seluruh Jerman sekitar 70.000 dibunuh sebagai bagian dari program Eutanasia NAZI. Sekarang Hadamar jadi monumen bagi para korban.
Foto: picture-alliance/dpa
Monomen Holocaust
Monumen berdiri di sebelah Gerbang Brandenburg, dan jadi monumen bagi warga Yahudi yang dibantai di Eropa. Monumen diresmikan 60 tahun setelah berakhirnya PD II, tanggal 10 Mei 2005. Karya arsitek Peter Eisenman ini berupa 2.711 kotak beton yang memenuhi lahan luas. Di bawah monumen terhadap pusat informasi, di mana dicantumkan seluruh warga Yahudi korban NAZI, yang diketahui namanya.
Foto: picture-alliance/dpa
Monumen bagi Warga Homoseksual
Tidak jauh dari monumen Holocaust di Berlin, berdiri monumen peringatan bagi ribuan warga homoseksual yang jadi korban NAZI antara 1933 dan 1945. Monumen setinggi empat meter ini diresmikan 27 Mei 2008.
Foto: picture alliance/Markus C. Hurek
Monumen bagi Warga Sinti dan Roma
Di seberang gedung parlemen, Reichstag di Berlin, sebuah taman diresmikan 2012 jadi peringatan bagi 500.000 warga Sinti dan Roma yang dibunuh rezim NAZI. Di tepian sebuah kolam peringatan tercantum puisi berjudul Auschwitz, karya pujangga Roma Santino Spinelli. Puisi ditulis dalam bahasa Inggris, Jerman dan Romani.
Foto: picture-alliance/dpa
Stolpersteine: Batu Sandungan Sebagai Monumen
Tahun 1990-an, seniman Gunther Demnig memulai proyek untuk mengkonfrontasikan orang dengan masa lalu Jerman, tepatnya NAZI. Karyanya berupa sejumlah batu beton yang dilapis kuningan, yang ditempatkan di depan rumah korban NAZI. Pada batu tercantum nama dan tanggal deportasi serta kematiannya, jika diketahui. Lebih dari 45.000 Stolpersteine (batu sandungan) ditempatkan di 18 negara Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa
Brown House (Rumah Coklat) di München
Tepat di sebelah Führerhaus (rumah pemimpin), di mana kantor Adolf Hitler dulu berada, terdapat markas besar Partai NAZI, yaitu di gedung bernama Brown House. Bangunan berupa kubus berwarna putih kini berdiri di lokasi itu, dan menjadi Pusat Dokumentasi bagi Sejarah NAZI, diresmikan 30 April 2015. Penulis: Max Zander, Ille Simon (ml/as).