1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanCina

Lonjakan COVID-19 di Cina Picu Kekhawatiran Global

21 Desember 2022

Setelah mundur dari kebijakan nol-COVID yang ketat, kini Cina berhadapan dengan lonjakan kasus. Dengan banyaknya populasi yang tidak divaksinasi, ada ketakutan akan mutasi, kematian yang tinggi, dan gangguan ekonomi.

Seorang petugas kesehatan melakukan tes COVID di Cina, 11 Desember 2022
Foto: Noel Celis/AFP/Getty Images

Di tengah kekhawatiran akan infeksi virus yang merajalela, kota-kota di Cina pada Selasa (20/12) melanjutkan rencana untuk memperluas kapasitas tempat tidur di rumah sakit dan membangun klinik-klinik baru.

Kota-kota termasuk Beijing, Shanghai, Chengdu, dan Wenzhou bahkan telah melaporkan penambahan ratusan klinik pemeriksaan demam dalam seminggu terakhir, yang beberapa di antaranya diubah dari fasilitas olahraga.

Cina baru-baru ini telah memutuskan beralih dari penguncian dan pengujian massal, setelah protes terhadap kebijakan nol-COVID yang ketat, meluas di negara itu. Beberapa pemerintah daerah bahkan telah mendorong warga dengan infeksi virus corona ringan untuk pergi bekerja.

Kasus COVID-19 bertambah

Komisi Kesehatan Nasional Cina pada Selasa (20/12) melaporkan sebanyak 2.722 kasus baru. Sehari sebelumnya dilaporkan pula sebanyak 1.995 kasus. Meski begitu, angka kematian hanya menunjukkan sedikit peningkatan, bertambah lima sehingga total kematian akibat COVID-19 yang dilaporkan di Cina menjadi 5.242.

Angka-angka itu memang relatif rendah menurut standar global, tapi angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.

Otoritas Cina hanya menghitung mereka yang meninggal secara langsung akibat SARS-CoV-2, tidak menghitung kematian yang disebabkan oleh kondisi mendasar yang meningkatkan risiko penyakit serius.

Selain itu, laporan tidak resmi dari keluarga korban dan orang-orang yang bekerja di bisnis pemakaman juga menunjukkan adanya gelombang luas kematian akibat virus corona baru, dengan laporan bahwa krematorium di seluruh negeri sudah mencapai kapasitasnya.

Beberapa ahli memperkirakan sekitar 60% dari 1,4 miliar populasi Cina – sekitar 10% populasi global – dapat terinfeksi COVID-19 dalam beberapa bulan mendatang, terutama ketika liburan Tahun Baru Imlek di mana banyak orang bepergian.

Sebagian besar populasi Cina juga tidak divaksinasi. Ada sekitar delapan juta warga Cina yang tidak divaksinasi berusia lebih dari 80 tahun dan lebih dari 160 juta lainnya menderita diabetes.

Amerika Serikat suarakan kekhawatiran

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pada Senin (19/12) bahwa setiap kali virus menyebar, ia berpotensi bermutasi dan dapat "menimbulkan ancaman bagi orang di mana pun.”

"Kita telah melihat banyak permutasi yang berbeda dari virus ini dan tentu ini menjadi alasan lain mengapa kita fokus membantu negara-negara di dunia untuk mengatasi COVID,” katanya.

Price juga mencatat bahwa ada dampak ekonomi dari penyebaran COVID-19 yang merajalela tidak hanya untuk Cina, tapi untuk dunia yang lebih luas.

"Kenaikan infeksi virus ini menjadi perhatian seluruh dunia mengingat ukuran PDB Cina, mengingat ukuran ekonomi Cina,” kata Price dalam pengarahan harian di Departemen Luar Negeri.

Investor memang menyambut baik peralihan Cina dari kebijakan nol-COVID sebagai kabar baik bagi ekonomi dunia dalam jangka panjang. Namun, ada lebih banyak kkhawatiran akan dampak jangka pendek dari lonjakan kasus itu terhadap perdagangan dan industri.

gtp/ha (dpa, Reuiters, AFP, AP)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait