Survey yang digelar LSI menempatkan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Pasangan petahana terutama mendominasi dukungan pemilih muslim dan ibu-ibu.
Iklan
Pascapendaftaran Pilpres 2019 periode awal Agustus 2018, Lingkaran Survei Indonesia menggelar survei elektabilitas dua pasangan calon. Siapa unggul?
Survei digelar pada 12-19 Agustus 2018 menggunakan metode multistage random sampling. Wawancara dilakukan secara tatap muka ke 1.200 responden, dengan dilengkapi focus group discussion dan wawancara mendalam. Survei dipaparkan peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby.
Elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf masih unggul atas Prabowo-Sandi. Bahkan LSI Denny JA menyebut Jokowi telah mencapai the magic number dalam survei elektabilitas kali ini. Meski demikian, yang perlu dicermati adalah masih tingginya pemilih yang belum memutuskan pilihan, yaitu sebesar 18,3 persen.
"Pasangan Jokowi-Ma'ruf mencapai the magic number, di atas 50%, hampir sama dengan perolehan Jokowi di Pilpres 2014," kata Adjie di kantor LSI, Jl Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (21/8/2018).
Berikut ini hasil survei elektabilitas LSI Denny JA:
Jokowi-Ma'ruf 52,2%
Prabowo-Sandi 29,5 %
Rahasia/belum memutuskan 18,3%
Selain menggelar survei elektabilitas pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin versus Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, LSI Denny JA turut menganalisis keunggulan dua pasangan calon di enam kantong suara. Skornya adalah Jokowi-Ma'ruf vs Prabowo-Sandi 5-1.
Dukungan Emak-emak
Survei digelar pada 12-19 Agustus 2018 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Wawancara dilakukan secara tatap muka ke 1.200 responden, dengan dilengkapi focus group discussion dan wawancara mendalam. Survei dipaparkan peneliti LSI Denny JA Adjie Alfaraby.
Enam kantong suara yang disurvei LSI Denny JA adalah pemilih muslim, pemilih non-muslim, pemilih wong cilik (masyarakat berpendapatan di bawah Rp 2 juta/bulan), pemilih emak-emak, pemilih terpelajar, dan pemilih milenial.
Jokowi-Ma'ruf menang di 5 kantong, termasuk emak-emak, dan hanya kalah di kantong suara kaum terpelajar.
"Jokowi unggul di kalangan perempuan. Ini coba diambil Prabowo-Sandi, tetapi pengaruhnya belum signifikan. Keunggulan sampai dua digit," ujar Adjie di kantor LSI Denny JA, Graha Dua Rajawali, Rawamangun, Jakarta, Selasa (21/8/2018).
"Kaum terpelajar ini minimal pendidikan S1. Prabowo-Sandi unggul," imbuh dia.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Berikut ini hasil survei LSI Denny JA di enam kantong suara.
Pemilih muslim Jokowi-Ma'ruf: 52,7% Prabowo-Sandi: 27,9% Belum menentukan: 19,4%.
Pemilih minoritas Jokowi-Ma'ruf: 47,5% Prabowo-Sandi: 43,6% Belum menentukan: 8,9%
Wong cilik Jokowi-Ma'ruf: 54,7% Prabowo-Sandi: 25,2% Belum menentukan: 20,1%
Emak-emak Jokowi-Ma'ruf: 50,2% Prabowo-Sandi: 30,0% Belum menentukan: 19,8%
Kaum terpelajar Jokowi-Ma'ruf: 40,4% Prabowo-Sandi: 44,5% Belum menentukan: 15,1%
Milenial Jokowi-Ma'ruf: 50,8% Prabowo-Sandi: 31,8% Belum menentukan: 17,4%
Sebanyak 68% penduduk mengaku puas atas kinerja Joko Widodo. Namun setelah tiga tahun berkuasa, catatan kepemimpinan Jokowi banyak menyisakan pekerjaan rumah yang belum dituntaskan, terutama masalah HAM.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Terrorisme
Pemerintah mengklaim sebanyak 999 eks-jihadis berhasil mengikuti program deradikalisasi. Sejumlah pengamat juga menghargai satuan anti teror Densus 88 yang kini lebih sering menangkap terduga teroris, dan tidak lagi menembak di tempat. Pendekatan lunak ala Indonesia juga mengundang pujian dunia. Tantangan terbesar adalah RUU Anti Terorisme yang bakal melibatkan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Foto: Reuters/W. Putro/Antara Foto
Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur sejak awal menjadi jurus pamungkas Jokowi. Berbagai proyek yang tadinya mangkrak kembali dihidupkan, antara lain jalan Trans-Papua, infrastruktur kelistrikan berkapasitas 35.000 megawatt yang baru tuntas 40% dan transportasi. Di bawah pemerintahannya anggaran infrastruktur digandakan dari 177 triliun Rupiah pada 2014 menjadi 401 triliun untuk tahun anggaran 2017.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Demokrasi
Indeks demokrasi Indonesia banyak menurun di era Jokowi. Pemerintah berkilah, berlangsungnya pilkada ikut mempengaruhi peringkat Indonesia. Sejumlah pengamat menyoroti wacana Ambang Batas Kepresidenan sebesar 20% dan Perppu Ormas yang dinilai bermasalah. Selain itu Indeks Kebebasan Pers selama tiga tahun terakhir juga mencatat kemerdekaan media di Indonesia cenedrung berjalan di tempat.
Foto: picture alliance/abaca/J. Tarigan
Intoleransi
Ujaran kebencian dan kabar hoax menemani kepresidenan Jokowi sejak Pemilu 2014 dan memuncak pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sejak itu dia mulai aktif memberangus media-media hoax, mengeluarkan Perppu yang membidik organisasi intoleran seperti HTI, menggandeng Facebook dan Twitter buat menghalau fitnah dan membentuk unit anti intoleransi.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Hubungan Internasional
Sejauh ini Istana Negara banyak menitikberatkan kerjasama internasional untuk membantu program pembangunan di dalam negeri seperti diplomasi maritim. Namun tantangan terbesar Indonesia adalah menjadi poros penyeimbang antara kekuatan regional Cina dan negara ASEAN, terutama menyangkut konflik Laut Cina Selatan.
Foto: Reuters/R. A. Tongo
Hak Azasi Manusia
Ada masanya ketika Jokowi menggariskan penuntasan pelanggaran HAM sebagai prioritas utama. Namun cita-cita tersebut menyurut seiring berjalannya roda pemerintahan. RUU Penyiaran misalnya mendiskriminasi kaum minoritas seksual. Sementara rekonsiliasi pembantaian 1965 cendrung berjalan di tempat dan penggunaan hukuman mati yang masih marak menjadi catatan hitam pemerintahan Jokowi.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Ekonomi
Banyak hal positif yang dicatat dari pemerintahan Joko Widodo di bidang ekonomi, meski tidak membuahkan target pertumbuhan yang dipatok 7%. Selain 16 paket kebijakan, pemerintah juga dinilai sukses meningkatan pemasukan pajak, memperbaiki kemudahan berbisnis, rating investasi dan mempertahankan inflasi. Namun begitu rendahnya konsumsi domestik menjadi catatan muram perekonomian Indonesia.
Foto: Reuters
Lingkungan
Konflik agraria yang kian meruncing membutuhkan reformasi untuk mendamaikan kebijakan lingkungan, tanah adat dan kebutuhan industri. Tahun 2016 saja pemerintah mencatat 400 konflik yang melibatkan 1,2 juta hektar lahan, kebanyakan akibat ekspansi perkebunan. Reformasi agraria masih menjadi agenda besar Indonesia, terutama menyangkut penanggulangan perubahan iklim yang kian mendesak.