1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIndia

MA India Cabut Status Khusus Negara Bagian Jammu dan Kashmir

12 Desember 2023

Mahkamah Agung India menguatkan keputusan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi pada 2019 untuk mencabut status khusus negara bagian Jammu dan Kashmir pada Senin (11/12).

Personil paramiliter India berpatroli pada 11 Desember 2023
Personil paramiliter India berpatroli di Srinagar, Kashmir, pada 11 Desember 2023 setelah keputusan Mahkamah AgungFoto: Tauseef Mustafa/AFP/Getty Images

Mahkamah Agung India telah menguatkan langkah pemerintah Perdana Menteri (PM) Narendra Modi pada 2019 untuk mencabut status semi-otonom khusus yang diberikan kepada bekas negara bagian Jammu dan Kashmir.

Pengadilan mengatakan bahwa status khusus yang diberikan kepada wilayah tersebut berdasarkan Pasal 370 konstitusi India adalah "ketentuan sementara.”

Ia juga mengatakan bahwa Jammu dan Kashmir harus disejajarkan dengan negara bagian India lainnya "secepat dan sesegera mungkin,” dengan pemilihan negara bagian yang akan diadakan pada 30 September 2024.

PM Modi pad Senin (11/12) mengapresiasi putusan tersebut di media sosial dan menyebutnya sebagai "secercah harapan, janji masa depan yang lebih cerah, dan bukti tekad kolektif untuk membangun India yang lebih kuat dan bersatu.”

Pencabutan otonomi Kashmir

Wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya muslim dan diperebutkan oleh India dan Pakistan telah lama menjadi sumber ketegangan dalam politik India. Sejumlah kelompok separatis aktif beroperasi di wilayah yang dikuasai India.

Pasal 370 konstitusi India mengizinkan Jammu dan Kashmir memiliki konstitusi sendiri dan otonomi internal tertentu. Berdasarkan undang-undang yang disetujui secara lokal, hal ini berarti hanya warga Kashmir lokal yang dapat memilih, memiliki tanah, dan melamar pekerjaan di pemerintahan.

Namun, pemerintah mencabut status ini pada 2019 dan membagi negara bagian tersebut menjadi dua wilayah persatuan, yakni Wilayah Persatuan Jammu dan Kashmir dan Wilayah Persatuan Ladakh, yang diperintah langsung dari New Delhi.

"Perasaan umum di kalangan masyarakat umum adalah bahwa mereka akan tunduk pada lebih banyak kebijakan yang diajukan oleh New Delhi tanpa campur tangan apa pun,” kata jurnalis Murali Krishnan yang melaporkan kepada DW di New Delhi.

"Banyak yang tidak yakin dengan jaminan pemerintah setelah putusan pengadilan bahwa hal ini akan membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah.”

"Bagi mereka, Pasal 370 dan Pasal 35A konstitusi mewakili sentimen masyarakat, dan jika hal itu hilang, berarti kerugian yang sangat besar.”

Lebih dari 20 petisi menentang pencabutan Pasal 370 yang kontroversial pada tahun 2019 oleh pemerintahan nasionalis Hindu pimpinan Modi.

Para pembuat petisi mempertanyakan apakah parlemen India mempunyai wewenang untuk mencabut status khusus wilayah tersebut, dengan menyatakan bahwa hanya majelis konstituante Jammu dan Kashmir yang dapat memutuskannya.

Bagaimana tanggapan masyarakat Kashmir terhadap putusan MA?

Jurnalis Samaan Lateef, yang meliput DW di Srinagar, mengatakan pada Senin (11/12) bahwa ada "keheningan total” karena keputusan Mahkamah Agung sudah diperkirakan oleh kedua belah pihak.

"Seorang pemimpin politik senior merangkum putusan pengadilan tersebut sebagai gempa susulan kecil dari gempa sebenarnya yang terjadi pada 5 Agustus 2019 ketika pemerintah BJP di New Delhi secara sepihak membatalkan Pasal 370,” ujarnya.

"Selama seminggu terakhir, pihak berwenang telah memperingatkan terhadap perbedaan pendapat di media sosial, meningkatkan langkah-langkah keamanan dengan mendirikan pos-pos pemeriksaan di seluruh Kashmir untuk mencegah insiden yang tidak diinginkan.”

Pihak berwenang India sebelumnya telah menanggapi protes terhadap perubahan tersebut dengan melakukan penangkapan massal, lockdown, dan pemadaman komunikasi selama berbulan-bulan.

ha/rs (Reuters, AFP, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait