1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPakistan

MA Tolak Pembubaran Parlemen Pakistan, PM Khan Lengser?

8 April 2022

PM Paksitan Imran Khan telah berusaha untuk menghindari mosi tidak percaya dengan membubarkan parlemen. Namun, Mahkamah Agung memerintahkan parlemen bertugas kembali, menempatkan posisi Khan dalam ketidakpastian.

Masa depan Khan mengalami ketidakpastian usai MA Pakistan putuskan pembubaran parlemen adalah inkonstitusional
Masa depan Khan mengalami ketidakpastian usai MA Pakistan putuskan pembubaran parlemen adalah inkonstitusionalFoto: Chip Somodevilla/Getty Images

Mahkamah Agung (MA) Pakistan pada hari Kamis (07/04) memutuskan, langkah Perdana Menteri Imran Khan untuk membubarkan parlemen negara itu dan dengan demikian menolak mosi tidak percaya adalah inkonstitusional.

MA Pakistan juga memerintahkan agar Parlemen Pakistan kembali bertugas pada Sabtu, 9 April, untuk melanjutkan mosi tidak percaya.

Dikutip dari Associated Press, oposisi politik Khan mengatakan, mereka memiliki 172 suara yang dibutuhkan di majelis dari 342 kursi untuk menggulingkan PM Khan.

Pemimpin oposisi Pakistan Shehbaz Sharif juga menegaskan, setelah keputusan itu para sekutu politiknya telah mencalonkan dia sebagai perdana menteri berikutnya, jika Khan kalah dalam mosi tidak percaya pada hari Sabtu mendatang. Shehbaz adalah saudara dari mantan Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif.

Menanggapi keputusan ini, Khan dilaporkan akan memberikan pidato nasional pada hari Jumat (08/04) ini. Melalui cuitannya di Twitter, Khan mengatakan, akan mengadakan pertemuan dengan kabinetnya. Ia mengatakan, akan mempertahankan posisinya dan berjuang hingga akhir.

"Pesan saya untuk bangsa kita adalah,  saya selalu dan akan terus berjuang untuk Pakistan sampai akhir," katanya.

Krisis politik di Pakistan

Keputusan MA Pakistan dikeluarkan empat hari setelah Khan membubarkan parlemen Pakistan, dan menyerukan pemilu lebih awal, yang memicu krisis politik.

MA memutuskan, wakil ketua parlemen Qasim Khan Suri, tidak memiliki hak untuk membubarkan parlemen.

Oposisi Pakistan Selasa (29/3) lalu mengklaim, telah mengumpulkan mayoritas 172 dari 342 suara di parlemen untuk memenangkan mosi tidak percaya. Porsi mayoritas bagi oposisi tercipta menyusul pembelotan Partai Gerakan Muttahida Quami dari fraksi pemerintah.

Namun, Suri menolak mosi tidak percaya, mengklaim hal tersebut tidak konstitusional dan menuduh oposisi berkolusi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menyingkirkan Khan dari kekuasaan.

Masa depan Khan tak pasti

Imran Khan terpilih menjadi perdana menteri Pakistan pada tahun 2018. Pria berusia 69 tahun ini menjanjikan reformasi besar-besaran untuk menghilangkan korupsi dan kronisme.

Partai-partai oposisi menuduh Khan melakukan wanprestasi di bidang ekonomi, birokrasi dan kebijakan luar negeri. Pakistan menghadapi lonjakan angka inflasi, ketika pemerintah menghadapi defisit anggaran dan anjloknya cadangan devisa luar negeri.

Khan mengklaim kekuatan "asing" yag menginginkan dia disingkirkan, karena dia tidak akan mendukung mereka melawan Rusia dan Cina. Amerika Serikat (AS) dengan tegas membantah ikut campur urusan dalam negeri Pakistan.

Khan saat ini menghadapi tantangan politik terberat selama tiga setengah tahun masa jabatannya sebagai perdana menteri, dengan banyak anggota parlemen dari partainya Tehreek-e-Insaf (PTI) Pakistan dan sekutu koalisi utama mendukung mosi tidak percaya.

Pakistan terus dilanda krisis politik selama hampir 75 tahun keberadaannya, dan tidak ada perdana menteri Pakistan yang pernah menyelesaikan masa jabatan secara penuh.

rap/as (AP, Reuters, AFP, dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait