Macron Kunjungi Indonesia, Perkuat Kerja Sama Bilateral
28 Mei 2025
Pada 2025, kerjasama bilateral Prancis dan Indonesia telah berlangsung 75 tahun. Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan kunjungan diplomatik ke Indonesia pada 27-29 Mei 2025 guna mempererat hubungan diplomatik kedua negara. Kunjungan tersebut adalah bagian dari rangkaian kunjungan kenegaraan Macron ke tiga negara di Asia Tenggara yakni Vietnam, Indonesia, dan Singapura.
Dalam pidato sambutan kepada Macron, Presiden Indonesia Prabowo Subianto menyatakan, "Saya menyambut baik pertemuan hari ini karena keadaan geopolitik internasional dan geoekonomi penuh dengan ketidakpastian. Terima kasih sekali lagi kunjungan kehormatan yang diberikan.”
Sejak beberapa hari sebelum kedatangan Macrom, Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Pertahanan Indonesia, menyatakan bahwa salah satu agenda kedatangan Macron adalah penandatanganan nota kesepahaman terkait industri alat utama sistem senjata (alutsista). Hubungan kerjasama bilateral Indonesia-Prancis melampaui itu.
Awal mula kerjasama pertahanan
Gagasan kerjasama dalam sektor pertahanan antara Indonesia dan Prancis tercatat dalam pertemuan kemitraan strategis bilateral pada 2011. Salah satu poin kesepakatan dalam kemitraan strategis menyebut bahwa di sektor pertahanan dan keamanan, kedua negara bersepakat untuk terus meningkatkan kerjasama di bidang pelatihan dan pendidikan perwira-perwira militer dan ranah industri pertahanan yakni pembelian alutsista. Dari pertemuan tersebut, pemerintah Indonesia berharap bahwa dalam jangka panjang, Indonesia bisa memproduksi alutsista di negeri sendiri.
Khairul Fahmi, pengamat pertahanan dan penggagas Institute for Security and Strategic Studies, menyatakan bahwa kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Prancis menguat sejak Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan periode 2019-2024.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pada 2021, Prabowo memenuhi undangan Menteri Pertahanan Prancis kala itu, Florence Parly, untuk menandatangani perjanjian kerjasama di bidang pertahanan. Perjanjian tersebut memperkokoh perjanjian kemitraan strategis lewat poin kerjasama dalam bidang intelijen, pelatihan dan pendidikan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi, industri pertahanan, serta pengembangan dan penelitian industri pertahanan.
Sejak saat itu sampai dengan hari ini, pemerintah Indonesia- Prancis setidaknya telah merealisasikan sejumlah kerjasama dalam bentuk pengadaan 42 jet tempur Rafale - yang akan tiba secara bertahap di Indonesia pada 2026, dua kapal selam Scorpene, perakitan helikopter Caracal, radar pengawasan udara, juga sistem komando terpadu untuk laut dan udara.
Kerjasama tersebut kembali diperkuat dengan ditandatanganinya nota kesepahaman terkait pengembangan alat utama sistem senjata strategis. "Khususnya alutsista strategis, pesawat tempur dan juga kapal selam,” kata Sjafrie Sjamsoeddin ketika menyambut kedatangan Macron, 28 Mei 2025, sebagaimana dikutip dari Tempo.
"Kerjasama Indonesia dengan Prancis menjadi alternatif yang sangat menarik terutama di tengah rivalitas negara-negara besar (Amerika Serikat, Cina, Rusia)....Indonesia tidak harus direpotkan dengan berbagai macam persoalan yang terkait rivalitas di kawasan,” kata Khairul.
Di lain sisi, menurut Khairul, kerjasama bilateral ini penting karena Prancis juga punya kepentingan untuk menjaga stabilitas di kawasan Indo Pasifik. "Prancis perlu menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis non blok guna mendorong keseimbangan kekuatan tanpa dominasi AS, Cina, Rusia… Indonesia adalah potential hot spot,” tutur Khairul.
Kerjasama Hilirisasi dan perlunya perhatian terhadap lingkungan
Dalam ranah lingkungan hidup dan iklim, Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia dan Prancis akan menandatangani nota kesepahaman di ranah kehutanan. Menurut Raja Juli, kerjasama tersebut akan meliputi 12 area. Pemerintah Indonesia dan Prancis akan berkolaborasi untuk memperkuat sistem pengelolaan hutan hingga mitigasi iklim.
Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi menyatakan bahwa Macron memiliki komitmen iklim yang cukup kuat. Salah satunya terbukti ketika ia memberi bantuan dana untuk pelestarian hutan di beberapa negara seperti Vanuatu, Brasil, Papua Nugini.
"Kita bisa memanfaatkan teknologi Prancis untuk menyelamatkan hutan, mendorong transisi energi, dan mendorong Prancis memberikan dukungan untuk Just Energy Transition Partnership. Ini bisa jadi momentum bagi pemerintah agar kita mendapat dukungan,” kata Andi.
Namun ia tidak menampik bahwa perlu ada hal yang diperhatikan terkait bantuan Prancis untuk sistem pengelolaan hutan. "Di lain sisi, mereka (pemerintah) tidak bisa menyelamatkan proses deforestasi yang saat ini terjadi di Papua untuk proyek lumbung pangan,” kata Andi. Andi menekankan bahwa pemerintah Indonesia saat ini masih melangsungkan rencana pembukaan lahan untuk proyek 2 juta hektar lumbung pangan di Merauke yang merusak ekologi kawasan tersebut.
Hal senada juga diungkap oleh Boris Patentreger, Direktur Senior untuk Prancis dari Mighty Earth saat merespons ucapan Macron soal kerjasama bilateral di sektor agrifood. Ia menagngap, penting untuk Macron menyikapi deforestasi yang terjadi di Indonesia.
Ranah lain yang sempat disinggung dalam pertemuan bilateral ini adalah mineral kritis. Indonesia masih jadi negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Salah satu perusahaan Prancis, Eramet, telah lama berinvestasi di Weda, Halmahera untuk membangun proyek hilirisasi di Weda Bay.
Dalam kunjungan pada 28 Mei 2025, Macron bersama Prabowo juga menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Danantara Indoensia, Indonesia Investment Authority, dan Eramet. Kerjasama tersebut bertujuan mengembangkan ekosistem bahan baku baterai kendaraan listrik di Indonesia.
"Kita harus mengecek Apakah safeguard yang diterapkan Eramet bisa diterapkan di Indonesia. Ketika ada gap antara safeguard dengan regulasi lingkungan Indonesia yang menurut kita lebih rendah, maka perusahaan harus memilih menerapkan safeguardnya sendiri yang sesuai standar internasional,” lanjut Andi.
Editor: Yuniman Farid