Nanochip yang digunakan di ponsel pintar adalah hasil riset panjang para peneliti. Di salah satu pusat penelitian ternama di Jerman, riset di bidang teknologi nano melibatkan salah seorang mahasiswa asal Bali.
Foto: DW/N. Ahmad
Iklan
I Putu Eka Widya Pratama adalah mahasiswa Indonesia yang menjadi bagian dari tim peneliti teknologi nano di salah satu pusat riset terkemuka di dunia, Forschüngszentrum (FZ) Jülich. Mahasiswa semester akhir program Master jurusan Fisika RWTH Aachen itu melakukan penelitian di FZ Jülich sebagai bagian dari penyelesaian tesisnya di ranah fisika eksperimental. Pria yang biasa disapa Eka itu tergabung dalam kelompok riset Nanoscale Charge Transport Studied by Multi-Tip Scanning Probe Microscopy di pusat penelitian sains dan teknologi . Apa eksperimen yang ia lakukan dan bagaimana hasil penelitiannya? Simak bincang-bincang DW dengan Eka.
Deutsche Welle (DW): Eka, bisa kamu jelaskan secara sederhana apa yang kamu lakukan di kelompok riset ini?
Eka: Proyek saya adalah untuk membuat suatu jarum berukuran nanometer (nm) yang akan digunakan pada atomic force microscopy (AFM) untuk menganalisis semikonduktor nanochip sebelum digunakan pada teknologi ponsel pintar maupun komputer. AFM adalah alat untuk melihat benda yang berukuran nanometer, karena mikroskop optikal hanya bisa melihat benda berukuran mikrometer.
Perkenalkan, RWTH Aachen
RWTH Aachen memiliki reputasi legendaris sebagai pusat pendidikan dan penelitian di bidang teknik, ilmu alam dan matematika. Universitas ini juga menelurkan sosok Bacharuddin Jusuf Habibie, presiden ketiga Indonesia
Foto: picture-alliance/dpa/M. Becker
Pusat Penelitian Berparas Universitas
Sebanyak 500 direktur dan CEO perusahaan besar Jerman pernah mendaulat RWTH Aachen sebagai tempat terbaik buat menggeluti bidang teknik, elektro, mekanik dan ilmu alam lainnya. Universitas yang berdiri sejak 1870 ini juga termasuk lima besar dalam daftar universitas dengan anggaran penelitian terbesar di Jerman. Tidak heran jika lebih dari 40.000 mahasiswa mendaftarkan diri di universitas ini.
Foto: RWTH
Reputasi Berkat Prestasi
Reputasi mentereng RWTH Aachen berasal dari hasil penelitiannya. Sebanyak enam ilmuwan yang pernah mengajar atau belajar di universitas ini mengantongi penghargaan nobel. Salah satunya adalah Karl Ziegler, sosok yang penemuannya memungkinkan manusia memproduksi bahan plastik dalam jumlah besar dan terjangkau. Kini sekitar 500 professor mengajar di RWTH Aachen.
Foto: picture-alliance/dpa
Dilirik Mahasiswa Asing
Saat ini sekitar 7000 mahasiswa asing dari 108 negara menempuh studi di RWTH Aachen. Cina menempati urutan teratas dengan lebih dari 1000 mahasiswa, disusul oleh India, Turki dan Iran. Seperti yang bisa diduga, Fakultas Matematika, Informatika & Ilmu Alam dan Fakultas Teknik Mesin yang juga membawahi jurusan Teknik Penerbangan menjadi primadona calon mahasiswa.
Foto: DAAD/Volker Lannert
Kisah Habibie
Presiden ketiga Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie pernah menimba ilmu teknik penerbangan di RWTH Aachen. Saat itu ia termasuk ke dalam ratusan mahasiswa berbakat Indonesia yang diberangkatkan pemerintah ke luar negeri. Habibie yang sejak beberapa tahun lalu masuk dalam daftar Hall of Fame RWTH Aachen ini belajar di Jerman hingga mendapat gelar doktor dengan nilai Summa Cum Laude
Foto: DW
Harta Karun Sains dan Surga Mahasiswa
Perpustakaan milik RWTH Aachen tidak cuma mengoleksi jutaan buku dan karya ilmiah, tetapi juga menjadi pusat databank hak paten di bidang teknik yang terbesar di Jerman. Khususnya buat mahasiswa asing, Aachen menawarkan 4800 kamar di asrama mahasiswa yang tersebar di seluruh penjuru kota.
Foto: Thomas Riehle
Afiliasi Industri
Salah satu keunggulan unik yang dimiliki RWTH Aachen adalah kedekatannya dengan industri di Jerman. Selain proyek penelitian bersama, RWTH juga rajin mengundang perwakilan industri buat mengajar. Sederet perusahaan multinasional pernah mengirimkan petingginya ke Aachen, antara lain raksasa otomotif Jerman Volkswagen dan Porsche, atau produsen alat elektronik Bosch.
Foto: Peter Winandy
Ideal buat Pelajar
Kota Aachen yang cuma berpenduk sekitar 250.000 jiwa dan sedikit lebih kecil ketimbang kota Bandung ini sering disebut kota yang ideal buat mahasiswa. Selain biaya hidup yang relatif murah, Aachen juga menawarkan keragaman kultur lantaran menampung sekitar 40.000 warga asing dari berbagai negara.
Foto: Fotolia/davis
7 foto1 | 7
Apa hasil yang kamu dapatkan dari penelitian di FZ Jülich? Bisa juga jelaskan bagaimana penerapan praktis dalam kehidupan sehari-hari dari topik yang kamu teliti?
Hasil yang saya dapatkan dari penelitian ini adalah sebuah jarum yang berukuran nano dengan radius 10 nm. Jarum nano ini dapat digunakan untuk menganalisis nanochip (chip berukuran sangat kecil yang saat ini diaplikasikan ke perangkat ponsel pintar-red).
Apa yang membuatmu tertarik dengan fisika eksperimental?
Saya sangat tertarik dengan teknologi masa depan. Fisika adalah salah satu cara untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan teknologi terbaru untuk masa depan.
Apa pengalamanmu yang paling berkesan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang tergabung dalam kelompok riset internasional di bawah pengawasan seorang profesor Jerman?
Pengalaman paling berkesan bagi saya adalah ketika diberi kesempatan dan kepercayaan oleh profesor untuk menuntun, membimbing dan menjelaskan proyek yang telah saya kerjakan kepada seorang mahasiswa S2 yang akan menulis tesisnya di grup riset kami.
Mahasiswa Bali Peneliti Teknologi Nano di Jerman
I Putu Eka Widya Pratama menjadi bagian dari tim penelitian teknologi nano di pusat riset terkemuka Jerman, Forschungszentrum (FZ) Jülich. Pengalamannya kami sajikan lewat galeri gambar berikut ini.
Foto: DW/N. Ahmad
Menjadi bagian dari pusat riset ternama
I Putu Eka Widya Pratama, mahasiswa Indonesia asal Desa Kedonganan, Bali, melakukan penelitian untuk menyelesaikan tesisnya di Forschungszentrum (FZ) Jülich. Lembaga riset FZ Jülich merupakan pusat penelitian yang telah melahirkan banyak ilmuwan yang berjasa bagi perkembangan sains dan teknologi dunia. Salah satunya adalah Peter Grünberg.
Foto: DW/N. Ahmad
Ilmuwan Jerman peraih Nobel Fisika
Di FZ Jülich, Eka melakukan penelitian di Peter Grünberg Institut (PGI). Institut ini mendedikasikan namanya untuk ilmuwan Jerman yang meneliti di FZ Jülich, Peter Grünberg, yang menerima Nobel Fisika di tahun 2007. Atas jasanya, kini kita bisa memiliki hard disk drive yang memiliki kapasitas penyimpanan hingga ukuran terabita (TB).
Foto: Forschungszentrum Jülich
Mikroskop alat bantu riset yang sangat penting
Dalam penelitiannya, Eka bertugas membuat instrumen riset berbentuk jarum yang berukuran nanometer. Jarum ini akan digunakan sebagai semikonduktor nano chip untuk ponsel maupun komputer. Oleh karena itu, Eka sangat mengandalkan mikroskop untuk dapat melihat jarum berukuran nano yang ia buat.
Foto: DW/N. Ahmad
Instrumen riset yang tak kasatmata
Ini adalah foto hasil tangkapan kamera mikroskop dari instrumen riset Eka yang sebenarnya berukuran sangat kecil. Jarum dalam gambar sebenarnya berukuran 7,5 mikrometer. Bisa Anda bayangkan betapa kecilnya jarum tersebut, mengingat 1 mikrometer sama dengan 0,0001 centimeter!
Foto: DW/N. Ahmad
Ingin bekerja di perusahaan pembuatan chip nano
Mahasiswa Teknik Fisika RWTH Aachen ini berniat untuk melanjutkan studi doktoral setelah ia selesai dengan kuliah S2-nya. Ia juga berharap untuk bisa bekerja di perusahaan pembuat nano chip. (na/ts)
Foto: DW/N. Ahmad
5 foto1 | 5
Sebagai seorang pemuda Indonesia, yang berkiprah di ranah penelitian teknologi internasional, menurutmu hambatan apa sebenarnya yang dimiliki Indonesia untuk bisa menjadi terdepan layaknya Jerman di bidang penelitian dan teknologi?
Pertama, kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu masih kurang. Kita masih terlalu konservatif dengan bidang penelitian masing-masing. Contohnya, dalam grup penelitian saya terdapat orang dengan disiplin ilmu kimia, material sains, nano sains dan fisika. Kami sama-sama berkolaborasi untuk pengembangan alat analisis semikonduktor chip.
Hambatan yang kedua menurut saya yakni apresiasi untuk para peneliti di Indonesia masih sedikit. Terakhir, fasilitas penelitian kita masih kurang dibandingkan jerman.
Apa yang bisa Indonesia pelajari dari Jerman, terutama terkait pemajuan bidang penelitian dan teknologi?
Yang dapat dipelajari dari Jerman bagaimana para peneliti Jerman bekerja secara efektif, disiplin dan juga memiliki ide-ide kreatif dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Apa rencanamu setelah lulus?
Rencana setelah lulus saya ingin melanjutkan pendidikan doktor dalam bidang teknologi nano dan bekerja di salah satu perusahaan pembuatan nano chip.
(na/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.