Mahkamah Arbitrase Den Haag Setuju Bahas Celah Timor
26 September 2016
Mahkamah Arbitrase di Den Haag menyatakan akan merundingkan sengketa perbatasan antara Timor Leste dan Australia di Celah Timor. Sejak lama Timor Leste mendesak agar perbatasan laut antara kedua negara dibahas.
Iklan
Mahkamah Arbitrase Internasiona di Den Haag (Permanent Court of Arbitration - PCA) hari Senin (26/09) menyatakan pihaknya memiliki kompeten "untuk melanjutkan proses konsiliasi" yang diprakarsai oleh Timor Leste namun hingga kini ditentang oleh Australia.
Dalam dengar pendapat bulan lalu, Timor Leste kembali mendesak PCA, lembaga arbitrase tertua dunia, untuk membantu mengakhiri sengketa perbatasan laut yang selama ini memperburuk hubungan antara kedua negara.
Australia sebelumnya menyatakan, PCA tidak memiliki jurisdiksi dalam sengekta perbatasan laut itu, karena Australia dan Timor Leste sudah menandatangani perjanjian.
Pemerintah Timor Leste menyatakan menyambut baik keputusan Mahkamah Arbitrase.
"Sama seperti ketika kita berjuang begitu keras dan begitu menderita untuk kemerdekaan, Timor-Leste tidak akan beristirahat sampai kita memiliki hak berdaulat yang lebih baik di darat maupun laut," kata tokoh pejuang kemerdekaan dan mantan perdana menteri Xanana Gusmao.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyatakan Canberra "menerima keputusan komisi (Mahkamah Arbitrase) dan akan terus terlibat dalam itikad baik dan langkah selanjutnya untuk proses konsiliasi."
"Kami berkomitmen untuk bekerja sama demi memperkuat hubungan kita dan mengatasi perbedaan-perbedaan kita di laut Timor," kata Julie Bishop.
Pemerintah Australia tadinya mencpoba meyakinkan para hakim di Mahkamah Arbitrase bahwa soal perbatasan laut sudah dirundingkan secara bilateral antara kedua negara pada tahun 2003. Tapi panel hakim menyatakan, korespondensi antara Canberra dan Dili saat itu "tidak merupakan perjanjian ... karena korespondensi itu tidak mengikat secara hukum."
Lima hakim di Komisi Mahkamah Arbitrase menyatakan, sengketa laut antara kedua negara perlu diselesaikan di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut, dan tidak melalui perjanjian yang dinamakan Certain Mritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS) dari tahun 2006.
Sengketa laut antara Timor Leste dan Australia terutama berkaitan dengan kawasan yang kaya minyak dan gas. Timor Leste yang baru saja merdeka tahun 2002 adalah negara miskin yang sangat tergantung pada ekspor minyak dan gas.
Perundingan antara kedua negara di bawah pengawasan Mahkamah Arbitrase kini akan dilanjutkan "di balik pintu tertutup", kata lembaga internasional itu.
Komisi PCA akan terlibat "dalam proses untuk menciptakan hubungan positif antara kedua belah pihak dan mencoba membawa mereka ke meja perundingan," kata Aaron Matta, peneliti senior Institute for Global Justice di Den Haag.
Dilema Cina di Selat Malaka
Cina mati-matian mempertahankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Padahal pasang surut perekonomian negeri tirai bambu itu bergantung pada Selat Malaka. Kelemahan tersebut coba dimanfaatkan AS dan India
Foto: picture-alliance/ChinaFotoPress/Maxppp
Surutkan Pengaruh
Dengan segala cara pemerintah Cina berupaya mencaplok Laut Cina Selatan (LCS). Faktor ekonomi dan militer adalah motivasi terbesar di balik langkah sarat konflik itu. Ironisnya bukan pada Laut Cina Selatan perekonomian Cina bergantung, melainkan pada Selat Malaka. Manuver Beijing dalam konflik LCS justru melenyapkan sisa pengaruh Cina di jalur laut antara Indonesia dan Malaysia itu
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Blokade Laut
Sebanyak 80% impor energi Cina diangkut dengan kapal melewati selat Malaka. Tanpanya mesin ekonomi negeri tirai bambu itu akan cepat meredup. Serupa dengan strategi Iran di Selat Hormuz, berbagai negara besar yang berkonflik dengan Beijing telah mengadopsi blokade laut ke dalam strategi militernya untuk menundukkan Cina.
Foto: AP
Neraka Logistik
Blokade laut masuki masa kejayaan pada era Perang Dunia II dilanjutkan pada Perang Dingin dan Perang Irak 1991. Cara ini terbukti efektif memutus suplai logistik sebuah negara yang terlibat dalam perang. Saking efektifnya, diktatur NAZI Jerman Adolf Hitler perintahkan armada kapal selamnya buat menyerang semua kapal dagang yang berlayar dari AS ke Inggris.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kasahara
India di Gerbang Selat Malaka
Sebab itu AS telah meracik strategi buat memblokir pasokan energi Cina di Selat Malaka. Baru-baru ini India bahkan menempatkan pesawat pengintai dan sejumlah kapal perang di Kepulauan Andaman dan Nicobar di gerbang utama Selat Malaka di Teluk Bengal. Jarak antara pulau Great Nicobar yang dijadikan pangkalan militer India dengan Selat Malaka cuma berkisar 650 kilometer
Foto: Getty Images
Jalur Kuno di Era Modern
Tidak heran jika Beijing sejak lama berupaya mencari jalan lain untuk mengimpor energi tanpa harus melewati selat Malaka. Untuk itu Cina berpaling dari laut dan fokus menggarap proyek infrastruktur di daratan. Rencana tersebut bukan hal baru. Beijing berniat menghidupkan kembali jalan sutera yang dulu aktif digunakan sebagai jalur dagang hingga abad ke-13.
Berpaling ke Myanmar
Salah satu wujudnya adalah proyek pembangunan pipa minyak seharga 2,5 milyar Dollar AS yang menghubungkan pelabuhan Kyaukphyu di Myanmar dengan Kunming di provinsi Yunan. Pipa sepanjang 2800 kilometer itu mampu mengalirkan 12 milyar ton minyak mentah per tahun. Proyek ini dituntaskan 2014 silam.
Pipa ke Teluk Persia
Proyek lain adalah menghubungkan pelabuhan Gwadar di Pakistan dengan provinsi Xinjiang. Koridor ekonomi itu buka akses Cina langsung ke negara produsen minyak di Teluk Persia. Tapi opsi ini tidak murah. Lantaran kondisi geografis yang didominasi pegunungan, biaya pembangunan pipa antara kedua wilayah bakal menambah ongkos 10 Dollar AS untuk setiap barrel minyak mentah.
Foto: picture-alliance/dpa
Gas dari Utara
Beijing juga berharap pada Rusia. Tahun 2014 silam kedua negara menyepakati pembangunan pipa minyak dan gas sepanjang 4800 km dari Angarsk menuju Daqing. Proyek seharga 400 milyar Dollar AS itu direncanakan bakal mampu mengangkut 1,6 juta barrel minyak per hari. Tapi Rusia menangguhkan pembangunan menyusul anjloknya harga minyak.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Fulai
Membelah Thailand
Cina bahkan mengusulkan pembangunan kanal laut di Thailand dengan mencontoh Terusan Panama. Proyek seharga 25 milyar US Dollar itu bakal menghubungkan Samudera Hindia dengan Teluk Thailand. Namun rencana ini ditolak oleh pemerintah di Bangkok lantaran masalah keamanan.
Opsi Terbatas
Analis berpendapat, rencana Cina membangun koridor darat untuk mengamankan pasokan energi justru menegaskan peran tak tergantikan Selat Malaka. Upaya Beijing diyakini cuma akan menambah keragaman jalur pasokan energi, tapi tidak akan mengurangi ketergangtungan Cina terhadap Selat Malaka.