1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahkamah Australia Tolak Perjanjian Pertukaran Pengungsi

31 Agustus 2011

Mahkamah Australia menilai kesepakatan pertukaran pengungsi antara Australia dan Malaysia tidak sah. Keputusan Mahkamah Australia merupakan pukulan besar bagi pemerintah Australia.

Kamp pengungsi Australia, selain menjadi tujuan juga sasaran protes pengungsiFoto: AP

Keputusan itu diumumkan setelah terjadinya dua kebakaran di pusat penampungan pengungsi di Darwin. Kebakaran itu diduga merupakan buntut kerusuhan setelah pejabat berwenang menolak permohonan pengungsi yang ditahan di kamp penampungan untuk merayakan Idul Fitri. Keputusan Mahkamah Australia merupakan pukulan besar bagi pemerintah Australia. DK

Mahkamah Australia Rabu (31/08) ini menolak rencana perjanjian pertukaran pengungsi antara pemerintah Australia dengan Malaysia. Pengadilan tinggi Australia itu mencapai suara mayoritas 6-1 untuk keputusan melarang Australia memulangkan 800 pencari suaka ke Malaysia dalam kurun empat tahun, dengan imbalan Australia wajib menerima 4000 pengungsi yang terdaftar di Malaysia.

Australia sudah lama menjadi tujuan pencari suaka yang mengharap memulai hidup baru di negara itu. Tahun lalu saja 6200 pengungsi perahu tiba di Australia. Kebanyakan berasal dari Afghanistan, Sri Lanka, Iran dan Irak. Para pengungsi ini menjadikan Malaysia dan Indonesia sebagai titik awal untuk menempuh perjalanan laut berbahaya ke Australia. Pemerintah Australia menyatakan bahwa perjanjian pertukaran pengungsi dilakukan berdasarkan konsultasi dengan Badan Urusan Pengungsi PBB UNHCR akan memenuhi segala bentuk tahapan legal.

 Perjanjian Pertukaran Pengungsi Cegah Penyelundupan Manusia

Perjanjian pertukaran pengungsi antara pemerintah Australia dan Malaysia ditandangani 25 Juli lalu di Kuala Lumpur. Dalam perjanjian itu dijamin opengungsi akan diperlakukan dengan baik dan dengan hormat. Selain itu Australia menyatakan bersedia menanggung biaya transportasi dan pelayanan kesehatan bagi para pengungsi. Selain untuk membendung perjalanan membahayakan yang ditempuh para pengungsi ke Australia, kesepakatan itu bertujuan meredam bisnis perdagangan ilegal manusia. Demikian disampaikan Menteri Imigrasi Australia Chris Bowen, pada saat penandantanganan perjanjian di Kuala Lumpur 25 Juli lalu. "Dengan penyelundupan manusia, di seluruh dunia tidak ada perlindungan bagi orang-orang yang  bersangkutan. Negara-negara yang bekerja sama untuk meningkatkan perlindungan ini sangat lega, bahwa Australia dalam rangka proses ini bersedia menerima 4000 pengungsi lainnya. Itu adalah hal yang menguntungkan bagi Australia, menguntukan bagi Malaysia dan kerugian bagi para penyelundup manusia.“

Di Mahkamah Australia pengacara pemerintah Australia menyampaikan argumen, bahwa Australia secara hukum dapat menyatakan Malaysia sebagai negara ketiga yang aman untuk proses permohonan suaka, mekipun tidak ada kewajiban domestik atau internasional untuk melindungi pengungsi.

Malaysia Belum Tandatangani Konvensi Pengungsi PBB

Mahkamah Australia menyatakan bahwa Malaysia belum menandatangani konvensi pengungsi PBB dan perjanjian pertukaran pengungsi itu tidak secara legal mewajibkan Malaysia untuk mengakui status pengungsi berdasarkan undang-undangnya. Menurut Mahkamah Australia negara ketiga yang sesuai untuk itu harus memiliki kewajiban berdasarkan hukum internasional atau domestik, guna melindungi pencari suaka dan pengungsi. Mahkamah Australia juga mengatakan bahwa Menteri Imigrasi Austalia Chris Bowen tidak memiliki kekuatan legal untuk memindahkan para pencari suaka yang permohonan suakanya belum diputuskan.

Sejauh ini pemerintah Australia belum mengeluarkan pernyataan sehubungan ditolaknya perjanjian pertukaran pengungsi dengan Malaysia tersebut. Kasus itu diajukan ke Mahkamah Australia oleh 16 pencari suaka, sebagai pengungsi-pengungsi pertama yang akan diterbangkan ke Malaysia  dari kawasan teritorial Australia di Pulau Christmas.

Dyan Kostermans/AP/DW/dpa

Editor: Hendra Pasuhuk