Mahkamah Eropa Larang Transfer Data Facebook ke Server di AS
16 Juli 2020
Mahkamah Eropa melarang modus transfer data Facebook dari Uni Eropa ke AS. Putusan ini bisa berdampak pada mekanisme transfer data ribuan perusahaan AS di Eropa.
Iklan
Mahkamah Eropa yang berkedudukan di Luksemburg menolak kesepakatan yang memungkinkan perusahaan teknologi melakukan transfer data pribadi dari server di Uni Eropa ke Amerika Serikat. Data-data itu bisa ditransfer melalui mekanisme lain, kata putusan Mahkamah Eropa hari Kamis (16/7).
Kasus itu berawal dari gugatan warga Austria, Maximilian Schrems, yang menuntut Facebook ke Mahkamah Eropa. Facebook menerapkan mekanisme berdasarkan kesepakatan "Privacy Shield" yang memungkinkan perusahaan melakukan transfer data antar server.
Penggugat berpendapat, Privacy Shield terbukti gagal melindungi data penduduk Eropa secara memadai, karena UU Keamanan di AS bisa mengharuskan perusahaan teknologi menyerahkan data kepada badan pemerintah. Mahkamah Eropa sekarang menyatakan bahwa kesepakatan itu tidak sah menurut UU Perlindungan Data Eropa.
Transfer data dari Uni Eropa ke luar negeri akan diizinkan di bawah mekanisme hukum lain yang disebut klausul kontraktual, di mana perusahaan di luar Eropa berkomitmen terhadap perlindungan data Uni Eropa dan undang-undang privasi.
Kemenangan aktivis privasi data di Eropa
Maximilian Schrems menyambut keputusan Mahkamah Eropa yang memenangkan gugatannya.
"Sepertinya kita mencetak kemenangan 100%," tulisnya lewat Twitter setelah berita awal tentang vonis itu.
Dalam gugatannya, Maximilian Schrems berargumen bahwa apa yang dilakukan Facebook melanggar hukum perlindungan data pribadi. Data-data pengguna Facebook di Eropa dikelola oleh kantor pusat Facebook di Irlandia, untuk kemudian ditransfer ke cabang perusahaan di AS tanpa izin dari pengguna.
Maximilian Schrems mengatakan, karena badan intelijen Amerika Serikat dapat mengakses data pribadi pengguna Facebook dari Uni Eropa, itu berarti bahwa data warga Uni Eropa tidak terlindungi. Juga tidak ada cara bagi pengguna Facebook untuk menolak transfer datanya ke AS.
Komisaris Perlindungan Data Irlandia lalu mengajukan kasus itu ke Pengadilan Tinggi Irlandia, yang merujuknya ke Mahkamah Eropa.
Kepuasan dan Perfeksionisme - Mengapa Otak Kita Suka Instagram?
Media sosial termasuk Instagram bisa menjadi sumber informasi, tetapi lebih sering menyulut perasaan tidak puas dan kurang bisa bersaing. Tapi mengapa sulit meninggalkan media sosial?
Foto: picture-alliance/PhotoAlto/F. Cirou
Perfeksionisme semu dan jebakannya
Terutama dalam Instagram, kecenderungan bandingkan diri sendiri dengan orang lain sangat mudah muncul. "Orang lain hidupnya tampak lebih cool - merasa kurang OK di berbagai area sangat mudah," kata Victoria van Violence, seorang influencer. Padahal gambar yang ditampilkan kadang sangat jauh dari kenyataan. Dan itu bukan rahasia lagi. Mengapa sulit tinggalkan Instagram?
Foto: picture-alliance/dpa/J. Schmitt-Tegge
Ingin cepat merasakan kepuasan
Menurut Instagram, penggunanya lebih dari 500 juta per hari. Apa yang terjadi di otak jika gunakan Instagram? Dar Meshi, pakar ilmu syaraf dari AS, uji pengguna media sosial dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Jika orang dapat pemberitahuan bahwa postingnya disukai, sistem penghargaan di otak aktif. Sama halnya jika kita diberi makan, minum, uang atau jika terpuaskan kalau ketagihan obat.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/ADR
Sulitnya menentukan batas
Orang rasakan keuntungan dari media sosial, karena melaluinya bisa berhubungan dengan ratusan atau ribuan orang tanpa perlu keluar rumah. Meshi mengungkap, belum pernah ada orang tua yang kehilangan hak urus anak, karena terlalu lama gunakan media sosial. Tapi ada orang yang susah tidur, susah konsentrasi, bahkan kehilangan pekerjaan karena tidak bisa meninggalkan media sosial untuk waktu lama.
Foto: picture-alliance/imagebroker/V. Wolf
Sehat atau tidak sehat?
Peneliti menduga, pengguna aktif yang juga mendapat jempol dari pengguna lain, lebih merasa senang, daripada pengguna pasif. Dalam hal membandingkan diri dengan orang lain, profesor etika media, Petra Grimm berkata, "Ini masalah, jika setelah membandingkan, orang turunkan nilai dirinya sendiri, atau menetapkan, orang lain lebih hebat." Membandingkan juga persulit pengguna muda menemukan jati diri.
Foto: Imago/Westend61
Bagaimana dengan anak-anak?
Petra Grimm melihat kekurangan dalam pendidikan di sekolah. Langkah preventif harus diambil, kata Grimm dan menambahkan, guru-guru harus terangkan strategi bisnis di balik media sosial. Murid juga harus diberikan informasi dan kesempatan refleksi konsekuensi media sosial. Influencer van Violence tekankan, "Jika tidak punya hubungan dengan orang lain di dunia nyata, kita tidak punya apapun."
Foto: picture-alliance/SvenSimon/F. Hoermann
Orang harus bisa mengatur sendiri penggunaan media sosial
Baik influencer Victoria van Violence, maupun ilmuwan Petra Grimm, dan Dar Meshi tidak menyebut media sosial sesuatu yang sepenuhnya buruk. Mereka menyebutnya kesempatan unik untuk berhubungan dengan orang lain. Tetapi kita bisa dan harus menentukan sendiri, bagaimana mereka gunakan media sosial. Orang yang sebabkan kita sedih tidak perlu diikuti lagi, katanya. (ml/vlz)
Foto: picture-alliance/PhotoAlto/F. Cirou
6 foto1 | 6
Digunakan ribuan perusahaan AS
Kesepakatan Privacy Shield saat ini digunakan oleh lebih 5000 perusahaan AS di Eropa, yang kini harus merevisi mekanisme transfer data mereka.
Kelompok lobi teknologi AS yang berpengaruh, CCIA, mengeritik keputusan Mahkamah Eropa, yang disebutnya telah " menciptakan ketidakpastian hukum bagi ribuan perusahaan besar dan kecil di kedua sisi Atlantik."
"Kami percaya bahwa pembuat kesepakatan Uni Eropa dan AS akan dengan cepat mengembangkan solusi berkelanjutan, sesuai dengan hukum Uni Eropa, untuk memastikan kelanjutan aliran data yang mendukung ekonomi trans-Atlantik," kata CCIA dalam sebuah pernyataan.