Mahkamah Konstitusi: Catatan Sipil Harus Muat Gender Ketiga
8 November 2017
Mahkamah Konstitusi memenangkan gugatan kaum interseks yang menuntut agar gender ketiga dimuat dalam catatan Sipil. Selama ini, seseorang hanya bisa didaftar sebagai "lelaki“ atau "perempuan“.
Iklan
Mahkamah Konstitusi Jerman Bundesverfassungsgericht di Karlsruhe hari Rabu (8/11) memenangkan tuntutan opsi gender ketiga dalam sistem Catatan Sipil. Kaum Interseks, yang bukan laki-laki atau perempuan, harus bisa mendaftarkan identitas seksualnya di Catatan Sipil.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan, kepribadian warga adalah hak umum yang dilindungi oleh Konstitusi Jerman Grundgesetz. Karena itu, aturan yang hanya menawarkan opsi "lelaki" dan "perempuan" harus diubah. Mahkamah Konstitusi memberi waktu hingga akhir 2018 bagi legislatif untuk membuat aturan baru yang mengizinkan gender ketiga, atau tidak mencatatkan gender sama sekali.
Keputusan Bundesverfassungsgericht diambil dengan suara tujuh banding satu di Majelis Hakim.
Kasus dari tahun 2014
Menurut Mahkamah Konstitusi, jika warga yang jenis kelaminnya tidak dapat ditentukan secara pasti, namun dipaksa untuk dicatat sebagai "lelaki" atau "perempuan" dalam sistem Catatan Sipil, karena tidak ada opsi lain, maka hal itu jelas-jelas merupakan bentuk diskriminasi.
Mahkamah Konstitusi memenangkan gugatan seorang warga interseks, yang menuntut perubahan jenis kelaminnya di Catatan Sipil, di mana dia tercatat sebagai "perempuan". Analisis kromosom memang tidak bisa menentukan jenis kelaminnya. Karena itu, penggugat menuntut agar jenis kelaminnya dicatat sebagai "inter" atau "divers". Pada proses pengadilan di tingkat yang lebih rendah, penggugat sebelumnya mengalami kekalahan.
Di Jerman, kemungkinan mencatatkan gender lain selain "lelaki" dan "perempuan" sudah ada sejak 2013, namun hanya berlaku bagi bayi yang baru dilahirkan dan tidak berlaku bagi orang dewasa yang ingin mengganti daftar Catatan Sipilnya.
Sekitar 80 ribu orang interseks
Diperkirakan ada sekitar 80.000 orang di Jerman yang menyatakan dirinya sebagai interseks. Kelompok pendukung yang menamakan diri Dritte Option (Opsi Ketiga) menyambut keputusan itu dengan menulis Tweet: "Kami benar-benar terharu dan tidak sanggup berkata-kata. Ini nyaris merupakan sebuah revolusi kecil. Terimakasih atas segala dukungan hingga kini."
Kementerian Dalam Negeri Jerman menyatakan akan menghormati dan menerapkan keputusan tersebut. Beberapa negara seperti Australia, India, Selandia Baru dan Nepal mengenali jenis kelamin interseks dalam dokumen-dokumen resmi.
Tari Mengusir Takut: Kisah Waria di Pakistan
Ketika siang hari, Waseem berdagang aksesoris ponsel. Di malam hari ia berubah sosok jadi penari perempuan. Profesinya itu bukan tanpa risiko di negeri yang berada di bawah cengkraman kaum ultra konservatif itu
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Bergoyang di Malam Hari
Ketika malam menyaput Rawalpindi, Waseem berganti rupa. Pria berusia 27 tahun itu berlaku sebagai "hijra," yakni jenis kelamin ketiga. Jumlahnya diyakini mencapai ribuan di Pakistan. Kaum Hijra sangat diminati sebagai penari di pesta pernikahan atau kelahiran bayi. Acara semacam itu adalah satu-satunya kesempatan bagi waria Pakistan untuk diterima oleh masyarakat.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Normal di Siang Hari
Sewaktu siang menyambang, Waseem menjajakan aksesoris ponsel di sebuah pasar di jantung kota Rawalpindi. Rekan kerja dan teman-teman terdekatnya sekalipun tidak mengetahui aktivitas terselubungnya pada malam hari.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Kenalkan, Rani sang Penari
Buat Waseem, kehidupan gandanya itu diperlukan untuk mencapai kemakmuran. "Menjadi penari menggandakan penghasilan saya ketimbang cuma bekerja di toko," ujarnya. Buat kaum Hijra, hidup adalah pergulatan tak berujung. Mereka yang tak berbakat menjadi penari, kebanyakan terseret dalam arus prostitusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bersama dalam Keterasingan
Sebagian besar kaum muslim Pakistan membenci kaum yang disebut "mahluk antara perempuan dan laki-laki," itu. Tidak jarang Hijra menjadi sasaran penganiayaan di tempat-tempat umum. Sebab itu pula kaum waria Pakistan hidup menyendiri di dalam komunitas tertutup. "Hidup bersama penari lain seperti keluarga. Cuma bersama mereka lah saya merasa aman dan dihormati," ujar Bekhtawar, 43 tahun
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Diakui tapi Dicampakkan
Banyak kaum waria memilih anonimitas kota besar dan menyembunyikan identitas asli dari rekan kerja atau bahkan keluarga. Hukum di Pakistan sebenarnya memihak mereka. 2011 silam Mahkamah Agung di Islamabad memutuskan negara mengakui jenis kelamin ketiga. Artinya kaum Hijra berhak menuliskan jenis kelamin waria di dalam passpor, formulir kerja atau keuangan serta berhak memilih.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Demi Kesetaraan
Untuk pertama kalinya kaum transgeder seperti Bindiya Rana (ka.) mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, 2013 silam. Kendati gagal, ia tetap berjuang demi kesetaraan dan melawan diskriminasi.
Foto: picture-alliance/AP/Shakil Adil
Berani Akui Identitas Hijra
Hingga kini cuma segelintir kaum transgender yang berani membuka identitas dirinya seperti Amjad. "Satu-satunya hal yang tidak bisa saya lakukan adalah mengandung bayi," ujarnya.