Kejahatan Perang di Palestina Diselidiki, Israel Berang
4 Maret 2021
Jaksa Penuntut di Mahkamah Pidana Internasional ICC mengatakan akan membuka penyelidikan "tidak memihak" atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Palestina.
Iklan
Jaksa Mahkamah Pidana Internasional ICC di Den Haag, Fatou Bensouda, mengumumkan hari Rabu (3/3), ICC akan secara resmi membuka penyelidikan atas kejahatan perang yang dilaporkan di wilayah Palestina.
Fatou Bensouda mengatakan, penyelidikan itu akan dilakukan "secara independen, tidak memihak dan obyektif, tanpa rasa takut atau pilih kasih.''
Otoritas Palestina menyambut baik keputusan tersebut dan berharap penyelidikan itu akan mencapai akuntabilitas dan keadilan.
Sebaliknya Israel menuduh ICC sebagai "anti-Semitisme". Israel sebelumnya telah melakukan lobi intensif di belakang layar dan melancarkan kampanye media untuk memblokir penyelidikan itu.
ICC pada 5 Februari lalu, telah memutuskan bahwa mahkamah internasional itu memiliki yurisdiksi dalam kasus-kasus kejahatan perang. Klaim itu ditolak keras oleh Amerika Serikat dan Israel.
ICC buka penyelidikan setelah investigasi lima tahun
Fatou Bensouda menekankan, keputusan ICC untuk membuka penyelidikan "menyusul pemeriksaan pendahuluan yang melelahkan yang dilakukan kantor saya dan berlangsung hampir lima tahun."
Iklan
"Pada akhirnya, perhatian utama kami harus kepada para korban kejahatan, baik Palestina maupun Israel, yang timbul dari siklus panjang kekerasan dan ketidakamanan yang telah menyebabkan penderitaan dan keputusasaan yang mendalam di semua pihak," katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuduh ICC melakukan "kemunafikan dan anti-Semitisme'' dan berjanji akan sekuatnya "memperjuangkan kebenaran" sampai "keputusan yang memalukan ini" dibatalkan.
Sementara Kementerian Luar Negeri Pemerintahan Otonomi Palestina menyebut penyelidikan ICC sebagai "langkah yang telah lama ditunggu, dan melayani upaya tak kenal lelah Palestina untuk keadilan dan akuntabilitas."
My Lai - Monumen Kejahatan Perang Amerika
Dunia murka ketika prajurit Amerika Serikat membantai lebih dari 500 penduduk desa My Lai di tengah perang Vietnam 1968. Meski terbukti sebagai kejahatan perang, pelakunya kemudian diampuni oleh pemerintah di Washington
Foto: picture-alliance/dpa
Frustasi Berbuah Petaka
Memasuki dekade kedua Perang Vietnam, militer AS mulai kehabisan sabar menghadapi taktik gerilaya prajurit Viet Cong. Pada saat itulah sebuah satuan tempur pimpinan Letnan Kolonel Frank A. Barker diterjunkan ke selatan buat menguasai desa My Lai dan mengidentifikasi pejuang komunis. Saat itu komando sentral militer beranggapan setiap penduduk sipil harus dicurigai berpihak pada musuh
Foto: AP
Balas Dendam
Dalam operasi rahasia tersebut militer AS terutama membidik Batalyon 48 Vietcong yang diperkirakan bercokol di kawasan Son yang juga mencakup desa My Lai. Saat itu militer AS baru saja kehilangan lebih dari 4000 serdadunya dalam Serangan Tet yang dilancarkan Vietcong.
Foto: Getty Images
Bakar dan Hancurkan
Letkol Barker kemudian memerintahkan serdadunya untuk berlaku agresif, antara lain dengan membakar rumah, membunuh hewan ternak, meracuni sumber air dan membakar persediaan beras penduduk desa. Namun apa yang dilakukan tentara AS kemudian adalah melenyapkan desa My Lai dari peta.
Foto: picture alliance/CPA Media
Kengerian di Tanggal 16 Maret
Penduduk desa sedang bersiap pergi ke pasar ketika prajurit AS berdatangan. Tanpa aba-aba mereka mulai menusuki penduduk dengan bayonet, menjajarkan mereka di tembok lalu dilempar granat, mengeksekusi satu per satu dengan tembakan di kepala. Pembantaian itu sempat dihentikan saat jeda makan siang.
Foto: AP
Pahlawan dari Langit
Tidak semua serdadu AS ikut serta dalam pembantaian My Lai. Beberapa menolak membunuh. Pembantaian baru berakhir setelah pilot helikopter Hugh Thompson mengancam akan menembaki serdadu jika tetap melanjutkan pembunuhan. Ia berhasil menyelamatkan sebelas perempuan dan anak-anak. Kembali ke markas Thompson melaporkan aksi pembantaian yang ditanggapi oleh militer AS dengan menarik pasukan dari My Lai
Foto: AP
Tertutup Hingga Diungkap
Militer awalnya berusaha menutup-nutupi tragedi di My Lai dari publik. Laporan pertama yang muncul cuma menyebut angka 20 warga sipil. Baru ketika salah satu perwira yang terlibat, William L. Calley, diajukan ke mahkamah militer 14 bulan kemudian, media AS mulai mengendus sebuah skandal. Terutama laporan wartawan investigatif AS, Seymour Hersh, akhirnya mengungkap kejahatan perang tersebut.
Foto: AP
Tanpa Konsekuensi
Selain Calley, tidak ada prajurit lain yang terlibat pembantaian My Lai yang didakwa oleh pengadilan militer. Calley yang divonis hukuman kurung seumur hidup kemudian mendapat pengampunan dari Presiden Richard Nixon. Namun pembantaian My Lai kemudian mengubah animo warga Amerika Serikat dan memicu aksi demonstrasi anti perang.
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Reaksi dari komunitas internasional
Human Rights Watch (HRW) mengatakan keputusan pengadilan itu mengisyaratkan langkah menuju keadilan bagi para korban baik dari pihak Israel maupun dari pihak Palestina.
"Jadwal pengadilan yang padat seharusnya tidak menghalangi kantor kejaksaan untuk dengan gigih mengejar kasus-kasus terhadap siapa pun yang secara kredibel terlibat dalam kejahatan semacam itu,'' kata Direktur HRW Balkees Jarrah. "Negara-negara anggota ICC harus siap untuk melindungi dengan tegas pekerjaan pengadilan dari tekanan politik apa pun," tambahnya.
"Semua mata juga akan tertuju pada jaksa berikutnya Karim Khan yang akan mengambil alih jabatan itu," kata Balkees Jarrah. Jaksa penuntut Inggris Karim Khan akan menggantikan Fatou Bensouda pertengahan Juni mendatang.