1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Parlemen Inggris Tunda Brexit

19 Oktober 2019

Majelis Rendah Inggris telah memberikan suara mendukung amandemen yang secara efektif memaksa Perdana Menteri Boris Johnson untuk meminta perpanjangan baru Brexit.

Brexit - Boris Johnson gibt eine Erklärung im Haouse of Commons ab
Foto: picture-alliance/empics

Anggota parlemen Inggris memberi pukulan telak pada kesepakatan Brexit di menit-menit terakhir pada hari Sabtu (19/10) dengan menyetujui amandemen yang menunda Brexit sampai undang-undang terkait penarikan diri negara itu dari Uni Eropa disahkan.

Anggota parlemen memutuskan dengan 322 suara untuk mendukung langkah yang diajukan oleh mantan menteri kabinet Oliver Letwin.

Amandemen ini menunda keputusan apakah akan mendukung kesepakatan Brexit dan secara efektif memaksa Johnson untuk meminta perpanjangan ketiga kalinya keluar dari Uni Eropa. 

Keputusan tersebut merupakan kemunduran besar bagi Johnson, yang mengatakan kepada anggota parlemen segera setelah pemungutan suara bahwa pemerintah akan memperkenalkan undang-undang yang diperlukan minggu depan.

"Saya tidak akan menegosiasikan penundaan dengan Uni Eropa dan aturan hukum juga tidak memaksa saya untuk melakukan itu,"  tandasnya.

Oposisi desak perdana menteri patuhi hukum

Pemimpin oposisi Jeremy Corbyn menjawab bahwa "perdana menteri sekarang harus mematuhi hukum" dan meminta perpanjangan waktu untuk Brexit.

Bulan lalu, para anggota parlemen menyetujui undang-undang yang secara eksplisit memaksa Johnson untuk mengirim surat penundaan ke UE jika kesepakatan Brexit-nya tidak disetujui pada hari Sabtu ini. Sebelumnya Johnson sudah mencapai kesepakatan  yang direvisi dengan Brussels pada hari Kamis lalu.

Boris Johnson telah berusaha keras untuk memenangkan dukungan untuk pakta Brexit terbaru yang ia buat di Brussels tersebut, di mana Inggris dan Uni Eropa telah menyetujui syarat-syarat perjanjian baru.

Berbicara kepada anggota parlemen di majelis rendah, Johnson mengatakan mereka memiliki kesempatan bersejarah untuk mendukung "jalan baru ke depan" bagi Inggris dan Uni Eropa.

"Saya berharap ... bahwa ini adalah saat ketika kita akhirnya dapat mencapai resolusi itu dan mendamaikan naluri yang bersaing dalam diri kita," katanya. "Sekarang adalah waktunya bagi majelis rendah yang luar biasa ini untuk berkumpul dan mempersatukan masyarakat."

Namun pemimpin oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn mendesak para anggota parlemen untuk tidak mendukung kesepakatan itu, dengan mengatakan hal itu akan membahayakan pekerjaan, lingkungan dan pelayanan kesehatan Inggris.

Sementara itu, puluhan ribu demonstran anti-Brexit berkumpul di London untuk menuntut referendum.

Menjauhkan dari Uni Eropa

Pendahulu Johnson, Theresa May, gagal pada tiga kesempatan untuk mendapatkan persetujuannya yang disahkan oleh parlemen. Berbeda dengan pakta buatan Theresa May, kesepakatan yang dirangkai Boris Johnson semakin menjauhkan Inggris dari Uni Eropa.

Atas dasar ini ekonom mewanti-wanti terhadap dampak negatif pakta Brexit teranyar. Seperti dilansir The Guardian, studi terakhir memprediksi penghasilan tahunan semua warga Inggris akan terpangkas sebesar 2.000 Pounds atau sekitar Rp. 13 juta jika Brexit versi Boris jadi kenyataan.

Pemungutan suara hari Sabtu ini terhitung tiga tahun setelah hasil pemungutan suara menunjukkan 52% warga Inggris memilih untuk menjadi negara berdaulat pertama yang meninggalkan Uni Eropa.

Pertemuan di majelis rendah ini adalah pertemuan akhir pekan pertama Parlemen Inggris sejak invasi Falklands pada tahun 1982

 

ap/vlz((Reuters, dpa, Guardian)