1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

Mak Wulan di Paris: Transgender, Politik, dan Budaya Minang

7 Juli 2023

Wulan Chaniago, perawat yang tinggal di Paris, Prancis, ini mendedikasikan hidupnya untuk kebudayaan Minang. Ia menceritakan, semua berawal dari terpinggirkannya sebagai seorang transgender.

Wulan Chaniago, Diaspora Indonesia di Paris
Wulan Chaniago, diaspora Indonesia di Paris, aktif perkenalkan adat MinangFoto: Wulan Chaniago

"Pertama kali saat pemilu presiden tahun 2004, di daerah saya sendiri, Sumatera Barat, politisi memainkan politik mereka dengan mendiskreditkan salah satu golongan minoritas seperti Mak Wulan ini yaitu LGBT," demikian Wulan Chaniago yang akrab disapa Mak Wulan di media sosial dan lingkungannya, bercerita tentang asal muasalnya aktif berkesenian Minang. Ia melanjutkan kisahnya: "Di situlah terketuk hati saya, bagaimanapun caranya saya harus melestarikan budaya Minangkabau ini, dengan keadaaan diri saya ini sebagai seorang transgender. Karena saya tidak mau, mereka hanya melihat identitas saya dan identitas golongan saya," tuturnya.

Wulan yang tinggal di Paris, Prancis, ini berusaha menepis anggapan bahwa kaum lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) tidak bisa melakukan hal bermanfaat di dunia ini.

Lambat laun, dari tahun ke tahun ia semakin menunjukkan kepiawaiannya berkesenian. Wulan menguasai berbagai tarian nusantara. Namanya semakin berkibar saat ia 'turun gunung' membuat acara besar di ibu kota Prancis tahun 2015. "Jadi waktu itu, kami ada ada perkumpulan Minang di Eropa ini, namanya Minang se-Eropa. Kami suka membuat perkumpulan Minang setiap tahun, seperti silaturahmi, halal-bihalal."

Minang se-Eropa itu meminta apakah WNI di Paris bisa membuat salah satu pagelaran budaya sekaligus halal bihalal Minang se-Eropa. Namun, mereka terkendala biaya untuk sewa gedung, di mana ongkos sewa gedung di Paris relatif tinggi. "Jadi salah satu istri dari wakil duta besar itu orang Minang, kebetulan satu suku dengan Mak Wulan, Chaniago. Kebetulan kendalanya tidak punya gedung. Bagaimana mencari dana untuk membayar gedung? Gedung di Paris sangat mahal, ribuan (euro) ongkosnya. Dia bilang, wah, saya dukung. Buat saja di KBRI Paris. Toh, kita punya ruangan namanya Balai Budaya.”

Akhirnya Wulan dan rekan-rekannya menggelar Gebu Minang se-Eropa, Gelar Budaya Minang se-Eropa tahun 2015, "jadi seluruh Minang se-Eropa datang, lalu masyarakat Indonesia di Paris sangat antusias dan ikut bergabung. Nah di situlah awal saya, bagaimana terbesit di hati saya untuk melestarikan budaya Minang di Eropa ini,” ujarnya berseri-seri.

Acara seni yang dilakukannya tidak hanya terbatas di Prancis. Ia makin dikenal di kalangan diaspora-diaspora di negara-negara Eropa lainnya. Ia angkat sendiri tiga koper koleksi busana adatnya dan meluncur naik bus ketika harus mengikuti sebuah festival seni di Frankfurt, Jerman. "Bayangkanlah, naik bus dari Paris ke Frankfurt dengan jarak 13 jam perjalanan. Itu semua saya lakukan, karena Wulan ingin menunjukkan kepada masyarakat Sumatera Barat ini: jangan memojokkan kami hanya karena kami transgender. Bahwa kami transgender juga bisa membanggakan kebudayaan Indonesia di Eropa, bisa melestarikan budaya Indonesia di Eropa ini," tandasnya tegas.

Bermanfaat bagi dunia

"Jangan hanya bisa mendiskreditkan kami sebagai trangender, sebagai kaum minoritas yang dianggap menentang takdir, dianggap menentang kodrat. Tapi ada suatu hal di dunia ini yang bisa kami lakukan, untuk kami tunjukkan kepada manusia bahwa kami bisa bermanfaat untuk dunia ini. Itu saja. Maka dari situlah terbesit bagi Wulan untuk menunjukkan bagi masyarakat Minang, bahwa kami bisa melakukan suatu hal yang bisa membanggakan kalian semua," tambahnya.

Bukan hanya pagelaran seni, ia juga menyingsingkan lengan baju, jika ada WNI yang ingin menggelar acara adat Minang. Yang paling berkesan baginya, adalah saat membantu seorang WNI yang ingin menikah ala Minang. "Ada temanku bilang: Mak Wulan bisa enggak buatkan aku acara perkawinan Minang. Karena aku kan orang Minang, aku ingin menunjukkan kepada keluarga suamiku, kepada sahabat-sahabat suamiku, kepada kolega-kolega suamiku, ini loh budaya aku, budaya orang tuaku." Jadi Wulan mewujudkan keinginan dia. Wulan membuat pelaminan di gedung pada acara perkawinan kawannya tersebut. "Lalu Wulan buat acara benar-benar perkawinan Minang. Ternyata viral di Facebook, ratusan ribu yang menonton,” ujarnya girang. 

Dukungan suami

Suami Wulan pun bahkan kerap ikut membantu kegiatannya. "Suami mendukung sekali. Apalagi jika diminta untuk pasang pelaminan. Di pelaminan itu, Wulan kan enggak bisa pasang kayu-kayunya, segala macam. Jadi, itu suami Wulan yang membuat," tutur Wulan.

Semua upaya itu menurut Wulan berdampak bagi diri Wulan sendiri, yakni menimmbulkan rasa percaya diri dan kebanggaan sebagai warga Minang. "Wulan bisa bertemu dengan organisasi perempuan Minang yang sangat bergengsi namanya Indo Jalito Peduli. Perempuan-perempuan hebat di organisasi itu sangat menerima Wulan. Padahal mereka perempuan-perempuan hebat.” Organisasi ini juga yang memperkenalkan Wulan dengan Pemda Sumatra Barat. Mereka bilang: "Itu lho ada di Paris, namanya Wulan Panyalai Chaniago, Mak Wulan, ia bergerak di bidang kebudayaan Minang," pungkasnya bangga.

(ap/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait