Data terbaru menunjukkan bahwa 20% lansia di Jepang akan hidup sendiri pada tahun 2050. Pemerintah didesak cari solusi agar para lansia tidak mengalami "lonely death" atau "meninggal dalam kesepian."
Iklan
Ikuko Arai akhirnya pensiun di usia 85 tahun, tepatnya pada 30 November. Ia mengaku senang bisa menyelesaikan perannya di sebuah organisasi nirlaba di Tokyo, tetapi ada kekhawatiran yang menghantuinya.
Ia khawatir berhenti bekerja akan membuatnya terisolasi dari masyarakat Jepang, yang berpotensi membuatnya sampai pada sebuah fenomena yang dikenal sebagai "lonely death” atau "meninggal dalam kesepian”. Arai sudah tinggal sendiri sejak suaminya meninggal dunia 16 tahun silam.
Fenomena ini memang umum terjadi di negara yang populasinya menua dengan cepat. Pada akhir November lalu, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Institut Nasional Jepang terkait Populasi dan Keamanan Sosial memproyeksikan bahwa di tahun 2050, jumlah lanjut usia (lansia) berusia 65 tahun ke atas yang tinggal sendiri di Jepang akan mencapai 10,83 juta orang, meningkat 1,5 kali lipat dibanding tahun 2020.
Ketika Kaum Lansia Thailand Kembali ke Sekolah
Kaum lansia di Thailand berbondong-bondong kembali ke sekolah dan belajar bersama teman sebaya. Program unik ini digagas untuk mengusir rasa sepi lantaran banyak lansia yang hidup sendiri setelah ditinggal keluarga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Kembali ke Sekolah
Mengenakan seragam baru berwarna merah putih, sekelompok lansia berusia 60an tahun pergi ke sekolah menumpang minibus layaknya murid pada umumnya. Banyak kaum lansia di Thailand yang mengikuti program kembali ke sekolah untuk menghindari kesendirian menyusul pergeseran demografi yang mengubah struktur keluarga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sendiri Tanpa Keluarga
Perubahan demografi di kawasan pinggiran Thailand menempatkan kaum lansia dalam posisi yang tak nyaman. Biasanya kaum lansia tinggal dan diurus oleh anak dan cucunya. Namun untuk mencari kerja banyak keluarga muda yang meninggalkan kampung halaman dan hijrah ke kota. Derasnya arus migrasi memaksa sebagian lansia hidup sendiri tanpa keluarga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Menua dalam Separuh Abad
Setelah Cina, negeri gajah itu mencatat laju penuaan demografi tercepat di kawasan. Saat ini Thailand memiliki 7,5 juta penduduk yang berusia di atas 65 tahun, sekitar 13% dari total populasi. Angka tersebut akan melonjak hingga 17 juta manusia pada 2040. Perkembangan ini memaksa pemerintah mengambil sejumlah kebijakan buat memperbaiki kondisi hidup para lansia.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Industrialisasi Ubah Struktur Keluarga
Meski antara lain disebabkan membaiknya layanan kesehatan gratis dan meningkatnya tingkat harapan hidup, fenomena di Thailand juga punya sisi muram. Menyusutnya angka kelahiran juga bertanggungjawab atas pergeseran demografi. Jika pada 1960an rata-rata perempuan di Thailand memiliki enam anak, kini jumlahnya hanya 1,5.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bebas Stres di Sekolah
Agar tidak kesepian, para lansia ini mengunjungi kelas bahasa Inggris seminggu sekali selama 12 pekan. Selain itu mereka juga ikut berlatih senam kebugaran. Adapun seragam sekolah yang dikenakan menambah kesan nostalgia terhadap program unik tersebut. "Hidup sehari-hari saja sudah sangat stres," kata Coochart Supkerd yang berusia 63 tahun kepada Reuters.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Teman Lawan Kesepian
"Kalau saya pergi sekolah, saya berdandan dan bertemu teman. Kami ngobrol dan tertawa bersama," kata Somjit Teeraroj, perempuan berusia 77 tahun yang ditinggal mati suaminya setelah 40 tahun usia pernikahan. Ia mengatakan aktivitas bersekolah membantunya berdamai dengan kehidupan baru seorang diri.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
"Bangga" pada Pengetahuan Baru
Sekolah di Ayutthaya, sekitar 80 km, dari Bangkok, adalah satu dari sekian banyak lembaga pendidikan yang ikut serta dalam program pendidikan kaum lansia yang digagas pemerintah Thailand. "Saya mungkin akan kembali merasa kesepian tapi saya juga bangga terhadap sekolah dan bahwa saya mendapat pengetahuan baru di kelas," kata Coochart Supkerd. (rzn/yf: Reuters)
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
7 foto1 | 7
Kecemasan karena hidup sendiri
"Kecemasan yang muncul karena hidup sendiri sangat besar,” kata Arai kepada DW. "Saya bisa membuat daftar semua kekhawatiran saya, tetapi saya akan melakukan yang terbaik selama saya sehat.”
Iklan
"Sampai sekarang, saya tidak merasa terisolasi secara sosial karena pekerjaan saya, dan saya selalu sibuk, tetapi sekarang saya sudah pensiun, dan saya tidak akan punya kesibukan itu lagi, jadi ini adalah moment of truth saya,” ujarnya.
"Saya berencana mencoba menerapkan beberapa strategi biar saya tidak merasa terisolasi,” tambahnya.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Bekerja di sebuah organisasi nirlaba bernama Asosiasi Perempuan untuk Masyarakat Lansia yang Lebih Baik (WABAS) selama 32 tahun membuat Arai memiliki pemahaman yang kuat tentang tantangan yang dihadapi para lansia di kehidupan masyarakat Jepang yang serba cepat.
"Kami mendirikan asosiasi ini pada tahun 1983 dengan misi menyelamatkan para istri agar tidak terus-menerus harus memberikan perawatan bagi para lansia, dan membuat masyarakat Jepang menjadi tempat yang lebih baik bagi para lansia,” katanya.
"Dalam masyarakat kita, sudah lama diasumsikan bahwa merawat orang tua lanjut usia adalah peran anak laki-laki tertua dan istrinya, dan karena laki-laki bekerja, maka istrinya harus mengubah karier dan rencana hidupnya untuk merawat orang tua,” tambahnya. "Namun, hal itu telah berubah secara dramatis.”
"Kita hidup di era di mana para lansia tidak lagi tinggal bersama anak dan cucu mereka dalam satu rumah, mereka hidup sendiri. Banyak di antaranya, terutama perempuan, menginginkan kemandirian dan mengatakan bahwa mereka bisa bertahan hidup dengan uang pensiun dan tabungan mereka, tetapi tentu saja ada beberapa dampak negatifnya,” pungkas Arai.
Isolasi sosial hanyalah salah satu tantangan yang dihadapi para lansia ketika anak-anak mereka tidak tinggal di dekat mereka. Para lansia juga berpotensi mengalami kesulitan finansial, terutama ketika kondisi kesehatan mereka turun.
Ada kekhawatiran pula yang kini berkembang di kalangan komunitas lansia terkait kelompok kriminal terorganisir yang secara aktif mengincar para lansia yang tinggal sendirian, kata Arai. Jepang memang telah mengalami serentetan kasus pembobolan rumah, di mana para lansia terluka atau bahkan dibunuh oleh penyusup.
"Kami ingin pemerintah mencipatakan masyarakat yang aman bagi para lansia,” kata Arai. "Kami merasa sudah waktunya meningkatkan jumlah kelompok pengawas masyarakat dan mencari cara membantu para lansia menciptakan ikatan baru di lingkungan mereka.”
Pengawas Virtual Penjaga Keselamatan Lansia
03:17
Tantangan kesehatan fisik dan mental
Hiroshi Yoshida, seorang profesor ekonomi penuaan di Universitas Tohoku, mengatakan bahwa tantangan bagi para lansia Jepang di era modern sangatlah besar.
Menurutnya, masih banyak yang harus dilakukan untuk memastikan para lansia tidak menghabiskan hari-hari terakhir mereka sendirian dan menderita "kodokushi”, istilah dalam bahasa Jepang yang berarti "lonely death” atau "meninggal dalam kesepian.”
"Umur rata-rata orang Jepang saat ini sudah mencapai 80-an tahun, dan di masa depan, mungkin akan mencapai 100 tahun, tetapi kami melihat lebih banyak masalah kesehatan fisik dan mental pada orang-orang tua ini, yang menambah tekanan pada sistem perawatan kesehatan,” jelas Yoshida kepada DW.
"Isolasi sosial kini menjadi masalah di daerah perkotaan, tetapi masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan komunikasi antara orang-orang lanjut usia di daerah pedesaan,” tambahnya.
Yoshida merujuk pada sebuah studi internasional yang telah mendeteksi adanya hubungan antara lansia yang tinggal sendiri dan menderita kesepian, jatuhnya harga diri dan memburuknya masalah kesehatan.
Robot Rawat Kaum Senior Jepang
Membelai, memandikan, membantu bergerak. Di rumah lansia di Jepang, robot semakin mendukung pekerjaan para perawat. Teknik ini mahal, tetapi diterima kaum lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Latihan dengan Pepper
Masyarakat di banyak negara tambah tua. Terutama di Jepang. Menurut perkiraan, tahun 2035 sepertiga warga Jepang sudah berusia 65 tahun atau lebih. Untuk merawat warga senior, sekarang robot-robot digunakan di rumah lansia.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Olah raga menurut contoh dari robot
Di rumah lansia di Tokyo, robot bernama Pepper memimpin latihan fisik. Dengan suara elektronisnya, robot secara sopan memberikan petunjuk, "Kanan, kiri, bagus!" Pepper sudah digunakan di sekitar 500 rumah lansia. Ia bisa memimpin kelompok olah raga dan melakukan perbincangan sederhana.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bermain dengan Aibo
Di rumah lansia Shin Tomi, robot menggantikan binatang peliharaan, dan bisa diajak bermain oleh para penghuninya. Di sini, seorang perempuan bermain dengan anjing robot Aibo. Di rumah lansia ini, perawat mengunakan 20 model robot. Pemerintah berharap, rumah lansia ini jadi panutan bagi rumah lansia lain, juga di luar negeri.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Mengelus-elus Paro
Ini robot anjing laut. Namanya Paro, dan ia tidak hanya punya bulu-bulu halus. Ia juga mengeluarkan suara senang jika dielus-elus. Pengembangan robot ini perlu 10 tahun, sekarang di seluruh dunia sudah ada 5.000 robot anjing laut, dan 3.000 di antaranya Jepang. Tapi Paro mahal. Di Jepang satu buah harganya 3.800 Dolar.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Kawan yang mahal
Banyak institusi Jepang membiayai ‘teman bermain yang mahal‘ dengan subsidi dari pemerintah. Para senior senang tentang perubahan itu. Paro tidak hanya bereaksi terhadap sentuhan, tetapi juga pada ucapan dan cahaya. Dia kemudian menggerakkan kepalanya, mengedipkan matanya atau melolong seperti anjing laut betulan.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Lebih kuat dengan baju robot
Robot tidak hanya jadi hiburan bagi para manula. Mereka juga harus membantu tugas-tugas pengasuh lansia, termasuk membantu mereka dalam membopong orang-orang tua - seperti yang dilakukan dengan baju robot yang juga disebut "baju otot" ini. Berkat benda ini, lebih mudah bagi pengasuh untuk menggendong orang tua.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Bantuan dalam perawatan sehari-hari
Baju robot membantu pengasuh manula jadi lebih kuiat dalam bekerja. Ini bagus untuk orang tua, karena merasa lebih aman dan tentunya juga lebih baik untuk pengasuh. Mesin-mesin pelapis baju ini mencegah sakit punggung yang disebabkan oleh aktivitas mengangkat atau menggendong pasien.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
Berjalan dengan bantuan robot
Mesin juga membantu manula untuk berjalan lagi, dengan menyediakan keseimbangan dan menunjukkan di mana manula harus meletakkan kaki mereka. Meskipun banyak keuntungannya, pemerintah yakin bahwa biar bagaimana pun mesin tidak dapat menggantikan manusia. Tetapi dengan kekuatan, mobilitas dan pengawasan, para robot ini juga memberikan pengasuh lebih banyak waktu untuk mengerjakan tugas lainnya.
Foto: Reuters/Kim Kyung-Hoon
8 foto1 | 8
Jepang semakin menua
"Untuk menghadapi masyarakat yang menua ini, pemerintah perlu membuat jaringan yang memungkinkan orang untuk berkomunikasi satu sama lain dengan lebih mudah dan mengatur kegiatan sosial bersama,” kata Yoshida.
"Hal itu akan membantu kesehatan fisik dan mental generasi ini dan mengurangi beban keuangan untuk merawat mereka karena mereka lebih sehat dan bahagia,” tambahnya.
Sama seperti Arai, Yoshida percaya bahwa perempuan adalah solusi bagi masyarakat Jepang yang menua. Dia menganjurkan agar perempuan usia kerja tidak diwajibkan menjadi pengasuh bagi kerabat yang lebih tua karena hal itu akan membuat mereka kehilangan karier, pendapatan yang lebih besar, dan daya beli, yang seharusnya dapat membantu meningkatkan konsumsi dan ekonomi secara keseluruhan.
"Kita membutuhkan lebih banyak perempuan dalam angkatan kerja untuk meningkatkan produktivitas ekonomi secara keseluruhan, dan hal ini berarti bahwa laki-laki perlu lebih banyak membantu di rumah,” pungkasnya.