1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makna Idul Fitri / Serangan Teror di Turki

25 November 2003
Tinjauan Pers Indonesia dengan tema: Makna Idul Fitri dan Serangan Teror di Turki. Menyambut hari Raya Lebaran 1 Syawal 1424 Hijriah, harian Jawa Pos menggali makna Idul Fitri, dalam hubungannya dengan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. Jawa Pos menulis:

Kembali ke fitri. Begitu umat Islam secara sederhana mengartikan Idul Fitri. Jalan pikirannya ialah, setelah menjalankan ibadah puasa selama sebulan, dengan segala perjuangan mengalahkan nafsu buruk, kita kembali suci. Kembali ke fitrah manusia. Kalau demikian, apa harapan kepada umat Islam yang telah kembali fitri itu? Tatanan sosial yang egaliter, kebersamaan, kesetaraan dan kesetiakawanan yang dapat menciptakan keadilan.
Negeri ini dikenal sebagai negeri kaya, sarat dengan sumber kekayaan dan sumber produksi. Ironisnya, masih banyak rakyat yang miskin.
Masih banyak yang menganggur.
Banyak yang tak punya harta benda memadai untuk dapat hidup layak.
Kekayaan yang melimpah belum dapat didistribusikan secara adil. Sampai usia kemerdekaan 58 tahun, belum juga terwujud pemerintahan yang bersih, berwibawa, bebas dari ego dan kehendak batil.
Nilai-nilai yang diajarkan kitab suci Alquran, kandungannya sarat dengan keadilan, kesetaraan, dan persamaan. Nyatanya, nilai-nilai itu sangat jarang terwujud dan mewarnai proses kenegaraan untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Akan sangat bermanfaat, jika semangat kesetaraan dan kebersamaan itu dapat diwujudkan dalam tata hidup berbangsa dan bernegara.

Rangkaian serangan teror di Istanbul juga menjadi sorotan harian-harian di Indonesia. Harian Kompas menilai, memang sulit menghadapi ancaman terorisme.
Setelah berbagai upaya dilakukan, ancaman itu terasa tidak surut, malah cenderung meningkat.
Selanjutnya Kompas menulis:

Upaya meredam gerakan terorisme masih kurang efektif. Kampanye melawan terorisme yang dilancarkan setelah serangan 11 September 2001 belum membawa hasil memuaskan. Masih banyak yang harus dilakukan bersama.
Apa pun motifnya dan di mana pun lokasinya, aksi teroris memberi efek psikologis yang menyeramkan bagi masyarakat global. Serangan teroris tidak hanya menimbulkan korban dan kehancuran secara langsung, tetapi juga menimbulkan efek psikologis yang luar biasa.
Target serangan teroris tidaklah pertama-tama tertuju pada korban, tetapi lebih untuk menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat luas.
Efek psikologis yang mencekam itulah yang menjadi target utama setiap tindakan teror. Seiring dengan itu, kaum teroris senantiasa menginginkan tindakannya menimbulkan dampak guncangan secara luas dan cepat. Kaum teroris ibarat aktor yang hendak mempertontonkan aksinya di panggung dunia.
Audiensnya adalah seluruh masyarakat internasional.
Dengan kemajuan telekomunikasi, serangan kaum teroris di Istanbul hanya dalam sekejap diketahui seluruh masyarakat global. Pengaruh psikologis dan rasa kengerian tidak berhenti dalam lingkungan wilayah Turki, tetapi dengan cepat mencekam seluruh masyarakat dunia. Dampak ancaman kaum teroris melampaui kekuatan aktualnya, dengan memanfaatkan efek publikasi media massa.