1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan HakGlobal

Malala Kecam 'Apartheid Gender' Taliban di Afganistan

13 Januari 2025

Peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, memperingatkan bahwa penguasa Taliban di Afganistan telah menerapkan lebih dari 100 undang-undang yang melanggar hak perempuan. Ia juga mengecam serangan Israel di Jalur Gaza.

Malala Yousafzai berbicara di sebuah konferensi di Islamabad
Malala Yousafzai meminta para cendekiawan muslim, menteri, dan pemimpin lainnya untuk menentang para penguasa Taliban di AfganistanFoto: Aamir Qureshi/AFP

Peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, mendesak para pemimpin muslim dunia untuk tidak "melegitimasi" penguasa Taliban di Afganistan.

Malala menyampaikan pernyataan tersebut pada pertemuan puncak tentang pendidikan anak perempuan di negara-negara Islam, yang diselenggarakan oleh Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Muslim Dunia di Islamabad, Pakistan, Minggu (12/01).

Malala meraih Nobel Perdamaian pada usia 17 tahun setelah selamat dari luka tembak di kepala yang dilakukan oleh militan Taliban di PakistanFoto: Aamir Qureshi/AFP

Malala: Tolak 'apartheid gender' Taliban

Malala mengatakan bahwa Taliban telah menerapkan lebih dari 100 undang-undang yang melanggar hak-hak perempuan, yang ia kecam sebagai "apartheid gender."

"Tidak ada yang Islami tentang ini," kata Malala. "Di Afganistan, seluruh generasi anak perempuan akan dirampas masa depannya. Sebagai pemimpin muslim, sekaranglah saatnya untuk bersuara dan menggunakan kekuatan Anda."

Sejak mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, Taliban telah memberlakukan pembatasan yang secara efektif melarang perempuan dari kehidupan publik.

Malala, yang berasal dari Kota Mingora di Lembah Swat, wilayah barat laut Pakistan yang didominasi suku Pashtun, selamat dari luka tembak di kepala oleh seorang militan Taliban Pakistan pada tahun 2012 saat berada di dalam bus sekolah. Ia kemudian dipindahkan ke Inggris untuk menjalani perawatan medis dan melanjutkan pendidikan di sana.

Malala mengungkapkan kebahagiaannya bisa mengunjungi negara asalnya, dengan mengatakan: "Pakistan adalah tempat saya memulai perjalanan dan tempat hati saya akan selalu berada."

Ia juga menyebutkan bahwa lebih dari 12 juta anak perempuan di Pakistan tidak bersekolah.

Pada Desember lalu, Taliban menyerang target di dalam Pakistan setelah serangan udara Pakistan dilaporkan menewaskan puluhan orang. Islamabad menuntut agar Taliban mengendalikan kelompok militan Tehrik-e-Taliban Pakistan (TTP) yang bertanggung jawab atas berbagai serangan di Pakistan.

KTT di Islamabad dihadiri oleh 150 delegasi dari puluhan negara berpenduduk mayoritas muslimFoto: Aamir Qureshi/AFP/Getty Images

Malala kecam serangan Israel di Gaza

Malala juga mengecam serangan Israel di Jalur Gaza, menyoroti bencana kemanusiaan di wilayah Palestina.

"Di Gaza, Israel telah menghancurkan seluruh sistem pendidikan," katanya. "Mereka telah mengebom semua universitas, menghancurkan lebih dari 90% sekolah, dan menyerang warga sipil yang berlindung di gedung sekolah tanpa pandang bulu."

Pada September 2024, UNICEF melaporkan bahwa 45.000 siswa kelas satu di Gaza tidak dapat memulai pendidikan mereka dan 625.000 pemuda tidak dapat bersekolah untuk tahun kedua.

Israel telah berulang kali mengatakan bahwa Hamas dan kelompok militan lainnya menggunakan fasilitas sipil seperti sekolah dan rumah sakit di Gaza untuk tujuan militer.

Malala menjadi peraih Nobel termuda pada usia 17 tahun karena kampanyenya untuk hak anak-anak memperoleh pendidikan.

ha/pkp (AFP, dpa, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait