Malala Tiba di Kampung Halaman dengan Penjagaan Ketat
31 Maret 2018
Malala Yousafzai, pemenang Nobel Perdamaian dari Pakistan, mengunjungi kampung halamannya, Mingora, di mana Taliban melukainya dengan tembakan di kepala tahun 2012.
Iklan
Malala Yousafzai (20) yang secara internasional menjadi ikon pentingnya pendidikan bagi anak perempuan dikawal dengan penjagaan keamanan ketat saat mengunjungi kampung halamannya di Lembah Swat yang tekenal sebagai kawasan yang tidak tenang akibat ancaman Taliban.
Malala berusia 14 tahun dan berada dalam bus sekolah ketika ditembak di bagian kepala oleh Taliban. Ia kemudian diterbangkan ke Inggris untuk menjalani pengobatan. Dalam kunjungan ke Mingora, ia didampingi ayahnya Ziauddin Yousafzai.
Jalan-jalan diblokir ketika helikopter yang membawanya mendarat di sebuah rumah milik pemerintah, sekitar satu kilometer dari rumah yang dulu dihuninya.
10 Perempuan Yang Ikut Toreh Sejarah Dunia
Penemu radioaktivitas, berjuang demi hak pilih dan menantang Taliban. Mereka perempuan yang pantang menyerah dan berani, walaupun menatap maut.
Foto: Getty Images
Firaun Perempuan Pertama
Setelah suaminya Firaun Thutmosis II mangkat, 1475 SM Hatschepsut tidak hanya mengambil alih pimpinan kerajaan dari putranya yang masih kecil, tapi juga jadi Ratu pertama Mesir. Selama 20 tahun masa pimpinannya, tercapai perdamaian dan perdagangan tumbuh pesat.
Foto: Postdlf
Pembela Negara
Seorang putri petani Perancis bernama Jeanne 1348 mendapat visi untuk menyelamatkan negara dan membantu kembalinya Raja Charles VII ke tahta saat berlangsung perang 100 tahun antara Inggris dan Perancis, Tapi upaya pembebasan Paris gagal, Jeanne ditangkap tentara Inggris dan dihukum mati dengan cara dibakar. Ia terkenal dengan sebutan Jeanne d'Arc.
Foto: Fotolia/Georgios Kollidas
Pemimpin Perang
Yekaterina II melakukan kudeta terhadap suaminya, dan mengangkat diri sebagai Tsarina Rusia. Ia tunjukkan mampu susun taktik dan melaksanakannya dengan sukses juga ketika mempersatukan seluruh wilayah Rusia di bawah kekuasaannya dan memimpin perang hingga Polandia dan Semenanjung Krim di Selatan. Untuk itu ia jadi satu-satunya penguasa perempuan dengan gelar "Yang Agung".
Foto: picture alliance/akg-images/Nemeth
Penguasa dengan Visi ke Masa Depan
Ketika Elisabeth I naik tahta di Inggris,negara sedang bergejolak. Tapi ia berhasil mendamaikan perang antara kaum Protestan dan Katolik serta memimpin kekaisaran Inggris masuk masa jaya. Kebudayaan ketika itu berada pada masa gemilang dengan pujangga seperti Shakespeare, dan armada laut Inggris berhasil mengalahkan Spanyol.
Foto: public domain
Pejuang Hak Perempuan
Emmeline Pankhurst (1858-1928) mendirikan gerakan yang memperjuangkan hak perempuan di Inggris 1903. Ia memperjuangkan hak memberikan suara bagi perempuan. Untuk itu ia mogok makan, membakar rumah dan dihukum. Tapi 1918 Pankhurst berhasil menggolkan hak perempuan untuk memilih mulai umur 30.
Foto: picture alliance/akg-images
Peneliti Gemilang
Marie Curie (1867-1934) penemu radio aktifitas adalah pionir di bidangnya. Untuk itu ia mendapat Nobel Fisika. Tapi ia juga menderita sakit akibat penelitiannya. Temuan unsur Radium dan Polonium juga mendapat hadiah Nobel kedua, untuk bidang kimia. Setelah kematian suaminya, Pierre ia mengambil alih posisinya dan jadi perempuan pertama yang mengajar di Universitas Sorbonne, Paris.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Korban Kekejaman NAZI
Anne Frank menulis buku hariannya antara 1942 dan 1944, yang sampai sekarang masih banyak dibaca orang sebagai saksi sejarah kekejaman NAZI dan pembantaian warga Yahudi Eropa. Pada foto ini ia berusia 13 tahun dan masih tertawa senang. Dua bulan kemudian ia pindah ke tempat persembunyian di Amsterdam, dan tinggal di sana sampai dideportasi NAZI ke kamp konsentrasi Auschwitz dan meninggal 1945.
Foto: Internationales Auschwitz Komitee
Perempuan Afrika Pertama Pemenang Nobel Perdamaian
Wangari Maathai sejak 1970 aktif tidak hanya dalam perjuangan bagi hak asasi manusia, tapi juga untuk kelestarian lingkungan. Bersama NGO "Green Belt Movement" ia menanam pohon untuk mencegah pembesaran kawasan gurun. Di negaranya sendiri ia kerap diejek, tapi 2004 ia mendapat Nobel Perdamaian bagi semua upayanya.
Foto: picture-alliance/dpa
Pejuang Termuda Hak Anak Perempuan
Malala Yousafzai sudah mulai mengkritik rejim teror Taliban di Pakistan saat berusia 11 tahun (2009). Ketika sekolah putri tempatnya menuntut ilmu ditutup, ia mulai berjuang bagi hak untuk mendapat pendidikan. Malala jadi korban upaya pembunuhan (2012) dan nyaris meninggal. Setelah sembuh ia menulis autobiografi berjudul "Saya Malala: Anak Perempuan Yang Ingin Dibunuh Taliban".
Foto: Getty Images
9 foto1 | 9
Malala juga didampingi saudara laki-lakinya Atal Yousafzai, dan kepala sekolah khusus bagi anak laki-laki Swat Cadet College, Guli Bagh.
Seorang pamannya mengatakan, Malala juga berencana untuk bertemu dengan teman-teman dan sanak keluarganya, sebelum kembali ke Inggris Senin lusa.
Berani menentang Taliban
2012, setelah tentara Pakistan melakukan pengikisan Taliban secara besar-besaran di kawasan lembah Swat, seorang pria bersenjata menaiki kendaraan yang ditumpangi Malala dan bertanya, "Siapa Malala?" kemudian menembak remaja yang ketika itupun sudah terkenal sebagai pejuang pendidikan bagi anak perempuan.
Ia sebelumnya sudah menulis sejumlah blog bagi redaksi Urdu di BBC, sebagai murid sekolah ketika Taliban berusaha mencanangkan hukum Islam dengan kekerasan. Dua murid lainnya juga terluka dalam serangan.
Malala mendapat perawatan di Birmingham, di mana ia menyelesaikan sekolah dan tahun 2014 menjadi pemenang Nobel Perdamaian yang termuda.
Selebriti Dukung #bringbackourgirls
Penculikan anak-anak perempuan Nigeria oleh kelompok Islamis Boko Haram disorot tajam dunia. Sekarang kampanye #bringbackourgirls menyebar luas lewat media sosial. DW mengangkat beberapa selebriti yang aktif.
Foto: Reuters
Malala Yousafzai
Aktivis muda Pakistan ini ditembak Taliban karena bersekolah, dan mempromosikan pendidikan bagi anak-anak perempuan. Malala juga ikut kampanye ini, dan menyatakan lewat media Amerika CNN, bahwa anak-anak yang diculik adalah "saudara perempuannya". Nama Boko Haram berarti: pendidikan barat adalah dosa.
Foto: Screenshot Twitter
Michelle Obama
Kedua anak Presiden AS, Barack Obama berusia hampir sama dengan anak-anak perempuan yang diculik Boko Haram. Istri Barack Obama menyebar foto ini lewat Twitter bersama kata-kata: "Doa kami menyertai para anak perempuan Nigeria dan keluarga mereka. Ini waktunya untuk #bringbackourgirls (kembalikan anak-anak kami)."
Foto: Twitter
Hillary Clinton
Mantan Menteri Luar Negeri AS memulai karirnya dengan bekerja pada organisasi Children Defense Fund, dan artikel ilmiahnya tentang anak-anak di bawah perlindungan hukum, sangat dihargai. Hillary Clinton menyebut penculikan anak-anak perempuan di Nigeria sebagai "tindakan terorisme."
Foto: Screenshot Twitter
Anne Hathaway
Bintang film pemenang Oscar 2014, Anne Hathaway sudah aktif sejak beberapa waktu lalu dalam pengumpulan dana bagi anak-anak dan untuk hak asasi manusia. Ia dan suaminya, Adam Schulman ikut dalam sebuah aksi untuk mendukung kampanye #bringbackourgirls.
Foto: Screenshot Facebook
Angelina Jolie
Artis film Angelina Jolie, bersama delegasi khusus PBB juga mendukung kampanye. "Saya muak mendengar peristiwa itu," demikian dikatakan Jolie tentang penculikan oleh Boko Haram. "Dan jika dipikirkan bahwa anak-anak itu berada entah di mana, takut dan disiksa, dan dijual… ini membuat berang, dan tidak bisa dimengerti, bahwa orang bisa melakukan hal itu," dikatakan Jolie.
Kini Malala menjadi mahasiswa di Universitas Oxford. Dalam wawancara dengan TV Pakistan Geo TV Jumat lalu ia mengatakan, situasi sudah membaik dan ia berencana untuk mencalonkan diri menjadi perdana menteri setelah menyelesaikan pendidikan.
"Ini negara saya, dan saya punya hak-hak sama seperti warga Pakistan lainnya," demikian Malala.
Kamis lalu, saat menyampaikan pidato, ia menangis ketika mengatakan, adalah "impiannya" untuk kembali ke negara asalnya, setelah bekerja bertahun-tahun.
Potret Kepulangan Keluarga Irak yang Diusir ISIS
Fotografer Khalid Al Mousily memotret kepulangan keluarga Ahmad yang diusir oleh ISIS. Meski sulit, penduduk kota cepat membangun kehidupan di antara puing-puing kota.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Terbangun dari Mimpi Buruk
Ketika Mosul dibebaskan dari cengkraman kelompok teror ISIS pada Oktober 2017 silam, kota di utara Irak itu nyaris rata dengan tanah. Namun demikian perlahan sebagian penduduk yang terusir mulai kembali. Fotografer Khalid Al-Mousily menemani keluarga Mohammed Saleh Ahmad saat pulang ke kampung halaman yang menyimpan segudang ingatan, baik dan buruk.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Antara Perpisahan dan Kepulangan
Ketika Mohammed Saleh Ahmed (ki.) ingin memulai perjalanan ke Mossul, ia disergap perasaan campur aduk. Meski senang bisa kembali ke kota kelahiran, ia juga sedih karena harus meninggalkan persahabatan yang dirajut bersama penghuni kamp pengungsi. Bersama merekalah, para penyintas perang Mossul itu, Ahmed bisa berdamai dengan situasinya di pelarian.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Satu Tahun di Kamp
Kamp pengungsi Al-Hammam al-Alil di selatan Mosul dibangun ketika koalisi bentukan Amerika Serikat mulai menyerbu benteng pertahanan ISIS di bagian barat kota. Kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu merebut Mosul pada 2014 dan memaksa penduduk tunduk pada kekuasaan absolut sang khalifat.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Awal Kehidupan Baru
Setahun silam keluarga Ahmad mengubur harapan bisa pulang ke Mosul dalam waktu dekat. Namun ketika ditawarkan kesempatan buat kembali, ia tidak berpikir panjang dan segera mengemas perabotan dan barang pribadi keluarganya. Hanya selang beberapa hari tetangga dan saudara membantu memuat barang di dalam truk kecil yang membawa mereka menjemput kehidupan baru.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Puing dan Reruntuhan
Setelah kehancuran ISIS, bagian barat Mosul menjelma menjadi puing-puing dan reruntuhan. Mohammed (Ki.) terkejut melihat nasib kota kelahirannya itu. "Saya tidak bisa lagi mengenali apapun," ujarnya ketika berjalan bersama adiknya, Ahmed, melalui jalan utama di Mosul.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Kesederhanaan adalah Kemewahan
Setibanya di rumah lama, isteri Mohammed, Iman, segera menyiapkan makan malam keluarga. Meski sederhana, kehidupan di Mosul dirasakan jauh lebih baik ketimbang di kamp pengungsi.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Normalisasi Lewat Komedi Putar
Mohammed cepat menyesuaikan kehidupan di Mosul. Ia mendapat pekerjaan di perusahaan konstruksi milik pamannya. Normalisasi kehidupan pasca ISIS berlangsung lebih cepat dari yang diduga. Mohammed sekarang sudah mulai berpergian ke salon, menemani isteri belanja atau mengajak anak-anaknya ke taman bermain yang baru dibuka.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
7 foto1 | 7
Di Pakistan, opini publik tentang Malala terpecah-belah. Sebagian orang yang berpandangan konservatif mengecam Malala sebagai agen Barat yang bertujuan untuk mempermalukan negara. "Pakistan tidak diperlakukan dengan baik bagi pahlawan-pahlawannya," demikian ditulis harian Dawn, Jumat lalu.
Sementara sejumlah aktivis hak-hak perempuan, termasuk Nighat Dad, memberikan tanggapan sangat positif bagi pertemuan mereka dengan Malala Kamis pekan lalu.
ml/ap (AFP, Reuters, AP)
Di Mana Perempuan Berkuasa
Di dunia ada 194 negara yang diakui secara internasional. Sebagian besar dipimpin pria. Perempuan jarang memimpin pemerintahan. Tapi mereka yang berkuasa benar-benar pemimpin yang kuat.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Angela Merkel
Merkel berusia 62 tahun, dan jadi kanselir sejak 2005. Ia adalah pemimpin perempuan pertama Jerman, dan sekarang sedang berkampanye untuk periode ke empat. Putri seorang pendeta, yang besar di negara komunis Jerman Timur itu punya gelar Doktor di bidang kimia, dan dijadikan "Tokoh 2015" oleh majalah Time.
Foto: picture-alliance/dpa/O.Hoslet
Theresa May
Theresa May adalah perdana menteri perempuan ke dua di Inggris, setelah Margaret Thatcher yang memimpin di tahun 1980-an. May (60) dulu menjabat menteri dalam negeri, dan resmi jadi perdana menteri Juli 2016, hanya beberapa pekan setelah Brexit. Berapa lama ia akan memerintah belum jelas. Tetapi sebuah jajak pendapat yang baru diadakan menunjukkan ketidaksukaan warga terhadapnya.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Tyagi
Tsai Ing-wen
ia adalah perempuan pertama yang jadi presiden Taiwan. Inaugurasinya Mei 2016 menyebabkan Cina membekukan hubungan dengan negara pulau, yang dinilai Cina provinsi yang membangkang. Tsai menyatakan tidak akan tunduk pada tekanan untuk takluk kepada Cina.
Foto: Reuters/T. Siu
Ellen Johnson Sirleaf
Perempuan yang berusia 78 tahun ini sudah jadi presiden Liberia sejak 2006. Ia juga jadi perempuan pertama yang memimpin negara di Afrika. 2011, Sirleaf dan dua aktivis prempuan lain dari Liberia dan Yaman dianugerahi Nobel Perdamaian, untuk "perjuangan tanpa kekerasan untuk keamanan perempuan, dan hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam penegakkan perdamaian."
Foto: Reuters/N. Kharmis
Dalia Grybauskaite
Dalia Grybauskaite adalah perempuan pertama yang memimpin Lithuania, di tepi Laut Baltik. Ia kerap disebut "Iron Lady" atau "Magnolia Baja" karena punya sabuk hitam dalam karate dan selalu berbicara dengan tegas. Grybauskaite (61) sudah memangku beberapa jabatan pemerintahan sebelum dipilih jadi presiden tahun 2009, kemudian untuk periode ke dua di tahun 2014.
Foto: Reuters/E. Vidal
Erna Solberg
Norwegia juga dipimpin perempuan. Erna Solberg (56) jadi perdana menteri 2013, dan jadi perempuan kedua yang memangku jabatan itu, setelah Gro Harlem Brundtland. Kebijakan suakanya yang ketat menyebabkan orang memberikannya julukan "Iron Erna."
Foto: picture-alliance/dpa/V. Wivestad Groett
Beata Szydlo
Ia adalah perdana menteri perempuan Polandia yang ketiga, dan memangku jabatan sejak November 2015. Fokus politiknya: menjamin keamanan bagi seluruh warga Polandia, dan berperan dalam keamanan Uni Eropa. Sebelum jadi perdana menteri, ia jadi walikota dan anggota parlemen.
Foto: picture-alliance/W. Dabkowski
Saara Kuugongelwa-Amadhila
Perdana menteri ke empat Namibia ini mulai menjabat tahun 2015. Kuugongelwa-Amadhila (49) hidup di pengasingan di Sierra Leone ketika remaja. Ia mendapat pendidikan tinggi di AS, tamat kuliah dengan gelar di bidang ekonomi, sebelum kembali ke Namibia tahun 1994, dan mulai aktif dalam politik. Ia perempuan pertama yang memimpin pemerintahan Namibia, dan jadi pendukung kuat hak-hak perempuan.
Foto: Imago/X. Afrika
Michelle Bachelet
Michelle Bachelet sudah jadi presiden di Chili sejak 2014. Ini periode ke dua. Ia sudah pernah jadi presiden Chili dari 2006-2010. Ketika muda ia pernah dipenjara dan mengalami penyiksaan di Chili. Ia kemudia tinggal di pengasingan di Australia dan Jerman Timur, di mana ia kuliah kedokteran. Setelah kembali ke Chili tahun 1979, ia mendorong diadakannya transisi menuju demokrasi.
Foto: Getty Images/AFP/C. Reyes
Sheikh Hasina Wajed
Majalah bisnis AS, Forbes menempatkan perempuan berusia 69 tahun ini dalam daftar 100 perempuan paling berkuasa tahun 2016. "Sheikh Hasina Wajed memimpin negara dengan populasi ke delapan terbesar di dunia, yaitu 162 juta. Dan ia mulai berkuasa sejak 2009." Demikian ditulis Forbes. Penulis: D. Breitenbach, C. Burack (ml/hp)