Brexit akhirnya menjadi kenyataan, karena Inggris secara resmi mengakhiri periode transisi dan meninggalkan serikat pabean dan pasar tunggal Uni Eropa.
Iklan
Inggris mempersiapkan diri untuk perubahan besar terkait hubungannya dengan Uni Eropa (EU) pada 1 Januari 2021, hari pertama setelah berakhirnya fase transisi 11 bulan yang berfungsi untuk memperlancar keluarnya Inggris dari blok tersebut.
Inggris secara resmi meninggalkan UE pada 31 Januari 2020, tetapi secara efektif tetap terikat dengan blok itu dalam hal bea cukai dan pengaturan komersial sambil mengupayakan kesepakatan perjanjian perdagangan bebas.
Mulai tengah malam waktu Brussel dan 11 malam waktu London, Inggris tidak lagi menjadi anggota serikat pabean dan pasar tunggal UE. Tahun baru juga mengakhiri kebebasan keluar masuknya orang antara Inggris dan hampir semua negara UE, kecuali Irlandia.
Aturan khusus sekarang juga diberlakukan untuk Gibraltar, sebuah teritori seberang laut Britania di pesisir selatan Spanyol. Pembicaraan antara pemerintah di London, Madrid, dan Gibraltar pada hari Kamis (31/12) jelang pergantian tahun memperebutkan kesepakatan yang membuat Gibraltar memasuki zona Schengen.
Dalam pidato tahun barunya, Perdana Menteri Boris Johnson mengatakan Inggris akan menjadi negara yang "terbuka, murah hati, berpandangan luas, internasionalis ,dan perdagangan bebas" begitu meninggalkan lingkungan Uni Eropa.
"Ini momen yang luar biasa bagi negara ini," kata Johnson. "Kita memiliki kebebasan di tangan kita, dan tergantung kita untuk memanfaatkannya sebaik mungkin."
Meski begitu, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan penyesalan atas keluarnya Inggris dari UE. "Inggris tetap tetangga kami sekaligus juga teman dan sekutu kami," kata Macron dalam pidato tahun barunya.
"Pilihan meninggalkan Eropa, Brexit ini, adalah dampak malaise Eropa dan banyak kebohongan dan janji palsu."
Sebelumnya, anggota parlemen Inggris telah menyetujui kesepakatan perdagangan pasca-Brexit pada hari Rabu (30/12), hanya sehari sebelum akhir periode transisi UE-Inggris.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.
Foto: Reuters
11 foto1 | 11
Apa saja yang berubah?
Warga negara UE tidak lagi memiliki hak bersyarat untuk pindah ke Inggris untuk bekerja dan menetap, begitu pula sebaliknya. Mulai sekarang, mereka harus mengikuti aturan imigrasi dan mendapatkan visa kerja.
Iklan
Orang-orang dari Inggris yang ingin tinggal di sebagian besar Uni Eropa selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 180 hari akan membutuhkan visa. Namun, penduduk UE yang mengunjungi Inggris akan dapat tinggal hingga enam bulan tanpa visa.
Pemeriksaan perbatasan bea cukai akan kembali diberlakukan untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade. Terlepas dari kesepakatan perdagangan bebas, pelancong dan pedagang diperkirakan akan menghadapi antrean dan hambatan berupa dokumen tambahan.
Selain itu, meskipun kedua belah pihak berjanji untuk melanjutkan kerja sama keamanan, polisi di Inggris akan kehilangan akses cepat ke basis data di seluruh Uni Eropa tentang sidik jari, orang yang dicari, dan catatan kriminal.