1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Malaysia Hadapi Masa Sulit?

Koesoemawiria, Edith24 Juni 2008

Mosi tak percaya gagal diajukan, sementara jurnalis dilarang bergerak bebas di parlemen Malaysia.

Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad BadawiFoto: AP

Penyampaian mosi tidak percaya oleh Sabah Progressive Party, SAPP, terhadap Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi tampak gagal hari Senin. Para wakil parlemen dari Sabah tidak muncul untuk sesi parlemen, dan sidang itu berakhir dengan mosi untuk kenaikan harga BBM.

Mengenai tidak hadirnya para wakil SAPP itu, Steven Gan dari media internet "malaysiakini" mengatakan: “Saya kira ini hanya bualan panas, oposisi tidak mengajukan mosi tidak percaya karena kenyataan bahwa mereka tidak memiliki cukup pendukung untuk menggolkannya.”

Menurut Steven Gan, partai dari wilayah Timur itu tampaknya masih menunggu perkembangan situasi. SAPP, partai kecil yang menjadi anggota koalisi Barisan Nasional, hanya memiliki dua kursi dalam parlemen, tapi ada kekhawatiran gugatan mereka dapat mendorong meningkatnya suara-suara ketidakpuasan. Tian Chua, anggota parlemen dan mantan aktivis buruh itu menyebutkan, meski tak ada mosi tidak percaya, rakyat Malaysia tak percaya lagi kepada kabinet.

Belakangan tekanan mundur bagi Abdullah Badawi, yang dikenal juga sebagai Pak Lah semakin besar, apalagi debat parlemen hari Senin mengenai kenaikan harga pangan dan bahan bakar minyak, BBM, memicu protes dan unjuk rasa rakyat. Dalam perdebatan itu, Menteri Perdagangan (Dalam Negeri) Shahrir Samad menggambarkan kenaikan harga pangan dan BBM sebagai permasalahan global, yang berada diluar kontrol pemerintah Malaysia. Dalam upayanya mengurangi subsisi, pemerintah Malaysia menaikkan harga bensin sebanyak 41% dan harga diesel sebanyak 63% bulan ini. Padahal, rakyat Malaysia juga menghadapi inflasi yang terus melaju tinggi.

Sementara itu SAPP mengaku, mosi tak percaya itu tidak jadi diajukan karena partainya menghadapi ancaman dan tekanan besar. Presiden partai SAPP, Yong Teck Lee mengritik Badan Anti Korupsi Malaysia, ACA yang membuka kembali investigasi terhadap dirinya, ketika masih menjadi Menteri Utama Sabah di akhir 1990an. Menurut dia, hal itu dilakukan agar pihak-pihak lain takut untuk beroposisi. Padahal menurut Yong Tek Lee, pemerintah federal Malaysia gagal meningkatkan keamanan dan kesejahteraan Sabah. Menurut dia, Sabah seharusnya menerima empat kali lebih banyak dari hasil penjualan minyak bumi Malaysia, daripada yang diterimanya sekarang.

Gonjang ganjing itu dengan sendirinya menarik perhatian besar media, yang tampaknya merupakan keberatan tersendiri bagi administrator parlemen. Larangan bagi media untuk bergerak bebas di parlemen pun dikeluarkan. Akibatnya, lebih dari seratus jurnalis Malaysia memboikot rangkaian konferensi pers di parlemen. Menurut Steven Gan dari Malaysia kini, “kelanjutannya masih harus dilihat, tapi apapun yang diputuskan oleh para jurnalis itu akan kami dukung.” Steven Gan memperkirakan masalahnya lebih bersifat operasional. Namun menurut dia, alasan persisnya sampai kini belum diketahui. (ek)