Malaysia bersiap mengikuti langkah Filipina mendekat ke Cina dalam isu Laut Cina Selatan. Amerika Serikat yang terancam kehilangan pengaruh berusaha mengikat aliansi dengan Vietnam.
Iklan
Konstelasi politik seputar konflik di Laut Cina Selatan perlahan bergeser. Menyusul kunjungan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ke Cina dua pekan silam, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak kini juga berniat mengambil langkah serupa dengan pemerintah Beijing.
Razak akan melawat ke Cina hari Selasa (1/11) dalam kunjungan selama enam hari. Di sana ia terutama berniat mempererat hubungan dagang, termasuk membahas berbagai "isu internasional dan regional." Tidak jelas apakah Razak juga berniat mengusung pendekatan bilateral seperti yang diusulkan Duterte.
Serupa Filipina, Malaysia beradu klaim dengan Cina seputar wilayah perairan di Laut Cina Selatan, terutama di Kepulauan Spratly. Kendati berulangkali menegaskan tidak akan berkompromi dalam hal kedaulatan, Razak juga menunjukkan sikap non konfrontatif terhadap Cina. Bersama Beijing ia akan menandatangani 10 kesepakatan, termasuk kerjasama di bidang pertahanan.
PM Razak menegaskan ia ingin menyelesaikan konflik di wilayah perairan kaya sumber daya itu secara damai. Menurutnya perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah prioritas utama.
Sementara Malaysia menjulurkan tangan ke arah Beijing, hubungan Cina dan FIlipina perlahan mulai membaik. Beijing mengumumkan pihaknya telah mengizinkan nelayan Filipina mencari ikan di perairan di sekitar Gosong Scarborough. Langkah tersebut dinilai sebagai "perkembangan yang perlu disambut," tutur Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana.
Meski begitu Cina tetap menurunkan kapal patroli di sekitar wilayah tersebut. Sebelumnya Jurubicara Kementerian Luar Negeri di Beijing, Hua Chunyin, mengatakan pihaknya telah membuat "kesepakatan yang baik" bersama Duterte terkait Gosong Scarborough. Tidak jelas berapa lama Cina akan mengizinkan nelayan Filipina melaut di perairan Scarborough.
Menanggapi perkembangan di kawasan, Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, berupaya menggandeng Vietnam, negara lain yang beradu klaim dengan Cina. Kerry mengatakan kedua negara saling berbagi komitmen yang sama mengenai Laut Cina Selatan. Ia dijadwalkan bertemu dengan Sekretaris Partai Komunis Vietnam, Dinh The Hyunh, Selasa (1/11).
Hyunh sendiri menyebut Kerry sebagai seorang "teman dekat" buat Vietnam. Selain pertahanan, kedua negara juga sedang merampungkan perjanjian perdagangan, Kemitraan Trans Pasifik (TTP).
Saling Tikam Berebut Laut Cina Selatan
Konflik Laut Cina Selatan menjadi ujian terbesar Cina buat menjadi negara adidaya. Meski bersifat regional, konflik itu mendunia dan mengundang campur tangan pemain besar, termasuk Amerika Serikat dan Indonesia.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Bersekutu dengan Rusia
Cina sendirian dalam konflik seputar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan. Kecuali Rusia yang rutin menggelar latihan militer bersama (Gambar), negeri tirai bambu itu tidak banyak mendulang dukungan atas klaim teritorialnya. Terutama karena klaim Beijing bertentangan dengan hukum laut internasional.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
David Versus Goliath
Secara umum Cina berhadapan dengan enam negara dalam konflik di Laut Cina Selatan, Taiwan, Vietnam, Malaysia, Brunai dan Filipina yang didukung Amerika Serikat. Dengan lihai Beijing menjauhkan aktor besar lain dari konflik, semisal India atau Indonesia. Laut Cina Selatan tergolong strategis karena merupakan salah satu jalur dagang paling gemuk di dunia dan ditengarai kaya akan sumber daya alam.
Foto: DW
Diplomasi Beton
Ketika jalur diplomasi buntu, satu-satunya cara untuk mengokohkan klaim wilayah adalah dengan membangun sesuatu. Cara yang sama ditempuh Malaysia dalam konflik pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Berbeda dengan Malaysia, Cina lebih banyak memperkuat infrastruktur militer di pulau-pulau yang diklaimnya.
Foto: CSIS, IHS Jane's
Reaksi Filipina
Langkah serupa diterapkan Filipina. Negara kepulauan itu belakangan mulai rajin membangun di pulau-pulau yang diklaimnya, antara lain San Cay Reef (gambar). Beberapa pulau digunakan Manila untuk menempatkan kekuatan militer, kendati tidak semewah Cina yang sudah membangun bandar udara di kepulauan Spratly.
Foto: CSIS Asia Maritime Transparency Initiative/DigitalGlobe
Di Bawah Naungan Paman Sam
Filipina boleh jadi adalah kekuatan militer terbesar selain Cina dalam konflik di perairan tersebut. Jika Beijing menggandeng Rusia, Filipina sejak dulu erat bertalian dengan Amerika Serikat. Secara rutin kedua negara menggelar latihan militer bersama. Terakhir kedua negara melakukan manuver terbesar dengan melibatkan lebih dari 1000 serdadu AS.
Foto: Reuters/E. De Castro
Indonesia Memantau
Indonesia pada dasarnya menolak klaim Cina, karena ikut melibas wilayah laut di sekitar kepulauan Natuna. Kendati tidak terlibat, TNI diperintahkan untuk sigap menghadapi konflik yang diyakini akan menjadi sumber malapetaka terbesar di Asia itu. Tahun lalu TNI mengerahkan semua kekuatan tempur milik Armada Barat untuk melakukan manuver perang di sekitar Natuna.
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto
Bersiap Menghadapi Perang
TNI juga membentuk Komando Operasi Khusus Gabungan untuk menangkal ancaman dari utara. Komando tersebut melibatkan lusinan kapal perang, tank tempur amfibi dan pesawat tempur jenis Sukhoi.
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
Indonesia Tolak Klaim Cina
Cina berupaya menjauhkan Indonesia dari konflik dengan mengakui kedaulatan RI di kepualuan Natuna dan meminta kesediaan Jakarta sebagai mediator. Walaupun begitu kapal perang Cina berulangkali dideteksi memasuki wilayah perairan Natuna tanpa koordinasi. Secara umum sikap kedua negara saling diwarnai kecurigaan, terutama setelah Presiden Jokowi mengatakan klaim Cina tidak memiliki dasar hukum
Foto: Getty Images/R. Pudyanto
AS Tidak Tinggal Diam
Pertengahan Mei 2015 Kementrian Pertahanan AS mengumumkan pihaknya tengah menguji opsi mengirimkan kapal perang ke Laut Cina Selatan. Beberapa pengamat meyakini, Washington akan menggeser kekuatan lautnya ke Armada ketujuh di Pasifik demi menangkal ancaman dari Cina.