1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mampukah Ahok Sanggupi Titah Jokowi?

11 Desember 2019

Presiden Jokowi instruksikan Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama untuk perbaiki neraca perdagangan serta memberantas mafia migas. Namun pengamat energi menilai Ahok hanya bisa melaksanakan fungsi pengawasan.

Basuki Tjahaja Purnama indonesischer Politiker
Foto: Kuncoro Widyo Rumpoko/Pacific Press/picture alliance

Senin (09/12) sore, setelah sekian lama akhirnya Presiden Joko Widodo bertemu dengan Komisaris Utama PT. Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama. Pria yang akrab dipanggil Ahok ini datang ke Istana Merdeka bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Dalam pertemuan tersebut, setidaknya ada empat instruksi yang disampaikan Jokowi kepada Ahok dan Nicke. Instruksi tersebut antara lain soal mengatasi defisit neraca perdagangan, mengawal program biodiesel 30 (B30), meningkatkan produksi minyak nasional salah satunya dengan pembangunan kilang minyak milik sendiri, dan pemberantasan mafia migas.

"Pesannya jelas. Tadi dijelaskan sama ibu (Dirut Pertamina), Presiden ingin memperbaiki defisit neraca perdagangan kita. Kunci paling besar sektor petrokimia dan migas," ungkap Ahok kepada awak media pascapertemuan dengan Presiden Jokowi.

Ahok menambahkan, dirinya kini fokus mengurusi manajemen Pertamina. "Beliau (Dirut pertamina) akan monitor siapa yang sebetulnya dapat subsidi, karena selama ini kan bilang habis habis habis. Pertamina sudah bikin semua, tugas saya bukan campuri bisnis Pertamina, tugas saya itu mengurusi manajemennya. Beliau yang mengurusi bisnis, karena saya komut (komisaris utama)."

Fungsi pengawasan

Menanggapi pertemuan tersebut, pengamat energi Aveliansyah menyebut dengan posisi yang dijabat Ahok kini, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mempunyai keterbatasan wewenang dalam mengimplementasikan instruksi Presiden yang dinilainya hanya sebatas fungsi pengawasan.

"Tapi setidaknya kita bisa berharap lebih sekarang terkait fungsi pengawasan di Pertamina, karena Ahok identik dengan pembaruan, ia banyak melakukan proses pembaruan birokrasi dan lain-lain. Cuma jika harus memenuhi apa yang diharapkan Jokowi tadi, agak kurang tepat karena keterbatasan wewenang Ahok sebagai komisaris. Namun setidaknya dia bisa berperan lebih jauh dalam mengawasi proses bisnis yang dijalankan oleh direksi Pertamina, sehingga tujuan yang diharapkan Presiden bisa tercapai," ujar Aveliansyah saat diwawancarai DW Indonesia, Rabu (11/12).

Walaupun beberapa pihak kerap mempertanyakan kompetensi Ahok di industri migas, namun Aveliansyah meyakini bahwa Ahok dapat menyanggupi titah Jokowi khususnya berkenaan dengan perbaikan neraca perdagangan.

"Saya pikir Ahok punya modal dalam proses belajarnya di industri migas. Meskipun ngga punya latar belakang di industri migas, Ahok kan sarjana geologi dan magister manajemen, tentu latar belakang tersebut dapat membantu dia dalam memahami ketidakpastian bisnis hulu migas, maupun kompleksitas bisnis hilirnya," papar Aveliansyah.

Beri waktu

Mantan Ketua Forum Geosaintis Muda Indonesia (FGMI) ini juga mengatakan bahwa saat ini publik terlalu dini menilai kinerja Ahok dalam menggantikan posisi komisaris utama Pertamina terdahulu yakni Tanri Abeng, yang juga merupakan mantan Menteri Pendayagunaan BUMN. 

"Tapi Ahok dikenal dengan pembaruannya terhadap perubahan suatu sistem. Dalam satu tahun ke depan seharusnya sudah bisa dievaluasi efektif atau ngga penunjukkan Ahok itu," imbuh Aveliansyah.

Dia berharap kehadiran Ahok kini dapat memberikan angin segar kepada perusahaan yang baru saja merayakan hari jadinya yang ke-62 tahun tersebut.

"Terutama dalam hal efisiensi dan pengawasan good corporate governance. Ahok sewaktu menjabat Gubernur Jakarta terkenal teliti dalam menyunat anggaran-anggaran yang ngga benar, walaupun komisaris ngga akan detail menguliti anggaran dalam skala mikro, namun secara makro pasti bisa diawasi. Mungkin apa yang dia pernah lakukan di DKI kemarin, dapat menumbuhkan sedikit harapan untuk kemajuan Pertamina ke depannya."

"Kalau untuk sekarang, ada sedikit harapan tapi ngga berekspektasi banyak," Aveliansyah menambahkan.

Baca jugaMenanti Gebrakan Ahok di BUMN

Senada dengan Aveliansyah, kepada DW Indonesia, pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto juga mengimbau semua pihak untuk memberi waktu kepada mantan Bupati Belitung Timur tersebut dalam mengemban tugasnya sebagai komisaris utama. Seiring dengan berjalannya waktu, kinerja Ahok pun dapat dievaluasi.

Namun Pri Agung menjelaskan ada beberapa pekerjaan rumah bagi Ahok dan pimpinan Pertamina lainnya untuk mewujudkan instruksi Jokowi, terutama di sektor investasi infrastruktur migas nasional.

"Memastikan dapat mengelola dan menyeimbangkan alokasi sumber daya yang ada untuk secara optimal menjalankan tugas-tugas dari pemerintah dan tetap melakukan aksi-aksi korporasi yang memang diperlukan sebagai suatu entitas usaha," pungkas Pri Agung.

rap/