1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mampukah Cina Jadi "Pembawa Perdamaian" di Timur Tengah?

William Yang
28 April 2023

Cina telah mempromosikan dirinya sebagai pembawa perdamaian di Timur Tengah. Negara itu sukses menengahi kesepakatan damai antara Iran dan Arab Saudi. Saat ini Beijing berupaya menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang dan Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen
Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang mendesak Israel untuk mengadakan perundingan damaiFoto: China´s Ministry of Foreign Affairs/Xinhua/IMAGO // Bernd Elmenthaler/IMAGO

Cina telah meningkatkan "serangan pesona diplomatiknya" di Timur Tengah dalam beberapa pekan terakhir, dengan memposisikan dirinya sebagai pembawa perdamaian antara dua negara yang bersengketa di wilayah tersebut.

Setelah menengahi kesepakatan penting dengan membantu Iran dan Arab Saudi untuk membangun kembali hubungan diplomatik pada 6 April lalu, Cina saat ini berusaha memfasilitasi pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.

Menteri Luar Negeri Cina Qin Gang mendesak semua pihak untuk tetap "tenang" sambil menyerukan deeskalasi, seraya menekankan pembicaraan damai dan menerapkan solusi dua negara.

Qin mendorong Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen untuk melanjutkan pembicaraan damai dengan Palestina, dan lebih jauh mengatakan Cina "siap memberikan kemudahan untuk ini." Dalam percakapan terpisah dengan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad Al-Maliki, Qin menegaskan kembali sikap Beijing.

Menurut siaran pers dari Kementerian Luar Negeri Cina, dalam pembicaraan lewat telepon dengan Qin, Riyad Al-Maliki menyatakan, "mengapresiasi upaya Cina untuk memfasilitasi dimulainya kembali hubungan diplomatik antara Arab Saudi dan Iran. Al-Maliki mengatakan lebih lanjut,"ini menunjukkan peran Cina sebagai negara besar yang bertanggung jawab."

Pernyataan itu digaungkan oleh kantor berita Wafa yang berbasis di Tepi Barat, yang berafiliasi dengan Fatah, yang melaporkan Al-Maliki memuji keterlibatan Cina dalam mendukung stabilitas, keamanan, dan pembangunan di wilayah tersebut.

Al-Maliki juga meminta Cina untuk memperkuat hubungan dan mempercepat penandatanganan beberapa perjanjian bisnis, lapor Wafa.

Fokus Cina pada 'memperoleh sumber daya dan pasar'

Beijing memandang perselisihan yang sudah berlangsung lama antara berbagai negara di kawasan sebagai "destabilisasi" dan berpotensi berisiko bagi kepentingan bisnis jangka panjangnya.

Dawn Murphy, seorang profesor studi keamanan internasional di US Air War College, mengatakan kepada DW, "Kepentingan terbesar Cina di Timur Tengah adalah memperoleh sumber daya dan pasar, yang mencakup kepentingan ekonomi dan politik."

"Cina memiliki insentif untuk benar-benar menyelesaikan perselisihan ini, karena bisa mendapatkan keuntungan dari stabilitas di kawasan. Selain itu, dengan peran sebagai mediator memberi Cina kesempatan untuk menunjukkan bahwa itu adalah kekuatan besar yang ingin berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah. ," katanya kepada DW.

Cina 'pemain yang tepat di waktu yang tepat'

Meskipun Cina telah mengungkapkan aspirasinya untuk menjadi pemain yang lebih penting di Timur Tengah, beberapa pakar menganggap aspirasi dan pengaruh nyata Beijing di kawasan itu terlalu dibesar-besarkan.

"Cina melihat peluang dalam kesepakatan Iran-Saudi dan menyediakan platform," kata Tuvia Gering, pakar hubungan Cina-Timur Tengah di Diane and Guilford Glazer Center di Institute for National Security Studies in Israel (INSS), kepada DW .

Namun, kesepakatan itu merupakan hasil dari keterlibatan dua tahun antara Iran dan Arab Saudi, dengan bantuan dari negara-negara seperti Oman, Irak, dan Amerika Serikat. Gering mengatakan Cina adalah "pemain yang tepat pada waktu yang tepat" dan dalam kasus Israel dan Palestina, kedua belah pihak tidak tertarik untuk memulai pembicaraan damai, serta ada keraguan tentang peran Cina sebagai mediator yang seimbang.

"Cina mungkin melihat dirinya sebagai kekuatan yang seimbang untuk semua pihak, tetapi Israel tidak memiliki sentimen yang sama. Mereka melihat Cina sebagai pemain yang bias dan sepenuhnya sinis di kawasan yang tidak memiliki minat untuk menyelesaikan konflik ini. Hanya Cina yang mencetak beberapa diplomasi dan poin geopolitik," tambah Gering.

Setelah Qin menyatakan minat Cina dalam membantu memfasilitasi pembicaraan damai antara Israel dan Palestina, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan kepada saluran berita bisnis Amerika CNBC pada 19 April lalu, "Dengar, kami menghormati Cina, kami banyak berurusan dengan Cina, tapi kami juga tahu kami memiliki aliansi yang sangat diperlukan dengan sahabat baik kami, Amerika Serikat."

Bisakah Cina menentang dominasi AS di Timur Tengah?

Saat Cina ingin meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah, komunitas internasional juga mengikuti dengan cermat bagaimana negara itu dapat menentang tatanan regional yang telah lama didominasi oleh Amerika Serikat.

"Cina melihat dirinya menyediakan platform dan menyatukan pihak-pihak yang memiliki hubungan baik dengan Cina," kata Murphy dari US War College. "Saya tidak berpikir Cina berusaha untuk memberikan jaminan keamanan dan negara-negara di Timur Tengah, tidak berharap Cina memainkan peran yang sama seperti yang dilakukan AS," tambah Murphy.

Gering dari INSS berpendapat bahwa pejabat tinggi AS seperti Menteri Luar Negeri Antony Blinken memandang upaya Beijing untuk menjadi mediator dalam konflik regional sebagai perubahan positif.

"Mereka pikir Cina akhirnya bertindak sebagai kekuatan utama yang bertanggung jawab dan ini merupakan kesempatan untuk melanjutkan porosnya ke Asia Timur," katanya kepada DW.

"Saya tidak berpikir kita akan melihat Cina terlibat dalam konflik, tetapi kita mungkin melihat Cina membuka lebih banyak pangkalan militer, yang dapat dilakukan melalui kesepakatan dengan negara tuan rumah atau di bawah kerangka kerja PBB,” tambahnya.

(ha/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait