Solusi pengurangan emisi gas rumah kaca harus segera dilaksanakan, sebelum iklim Bumi, sistem produksi pangan dan cadangan air kolaps, tulis Universitas PBB dalam riset teranyarnya.
Iklan
Laporan iklim terbaru yang diterbitkan oleh Institute for Environment and Human Security (UNU-EHS) di Universitas PBB menyiratkan kemuraman. "Dampak yang mengerikan dan tidak dapat dicegah bagi manusia dan planet Bumi,” akan segera terjadi jika ekosistem global yang rusak tidak dapat dikembalikan lagi, demikian menurut para peneliti.
Enam titik kritis yang diuraikan dalam "Laporan Risiko Bencana yang Saling Berhubungan 2023" mencakup keringnya cadangan air tanah yang akan membahayakan produksi pangan dan kelangsungan hidup manusia di dunia yang kian panas dan hilangnya spesies kunci yang dapat memicu keruntuhan ekosistem.
"Saat kita mendekati titik kritis ini, kita sudah mulai merasakan dampaknya. Sekali kita melewatinya, akan sulit untuk kembali ke masa lalu,” kata Jack O'Connor, penulis utama dan peneliti senior di UNU-EHS.
Manusia tidak cuma mendorong planet ke titik kritis, namun juga memiliki solusinya. Mengurangi emisi dari pembakaran bahan bakar fosil, misalnya, akan sangat penting untuk memerangi "panas yang tak tertahankan” yang juga terkait dengan pencairan gletser dan kepunahan cadangan air tanah.
Para peneliti juga menegaskan, transformasi besar-besaran akan diperlukan untuk mengurangi risiko kekacauan iklim, sistem pangan dan pasokan air.
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Mempercepat kepunahan flora dan fauna
Alih fungsi hutan, eksploitasi sumber daya alam, perubahan iklim, polusi dan masuknya spesies invasif merupakan faktor yang mempercepat kepunahan flora dan fauna, yang berlangsung antara 10 hingga 100 kali lebih cepat ketimbang laju alami di bumi, demikian catatan UNU-EHS.
"Kita meningkatkan risiko kepunahan massal spesies-spesies yang saling berhubungan erat,” kata Zita Sebesvari, penulis laporan dan wakil direktur UNU-EHS.
Contohnya adalah lubang galian kura-kura gopher, yang ikut digunakan oleh lebih dari 350 spesies lain untuk berlindung, berkembang biak, mencari makan atau menghindari suhu ekstrem.
Pada pertengahan abad ini, sebanyak 10 persen spesies flora dan fauna di dunia diperkirakan akan musnah. "Laju kepunahan akan memuncak sebanyak 27 persen spesies pada tahun 2100", kata Sebesvari kepada DW.
"Kita perlu memikirkan kembali strategi konservasi,” kata wakil direktur UNI-EHS itu. Tujuannya bukan lagi menyelamatkan spesies yang terancam punah, melainkan untuk "menyelamatkan hubungan alami", yang berarti menghentikan penebangan hutan dan pengrusakan habitat yang menjadi penyebab kepunahan.
Bencana Banjir Terburuk Slovenia dalam Beberapa Dekade
01:40
Penipisan cadangan air tanah
Di luar gletser atau pegunungan, tanah menyimpan cadangan air terbesar di muka Bumi. Peran air tanah akan semakin penting karena terancam eksploitasi berlebihan di tengah krisis iklim. Menurut para peneliti, air tanah memasok air minum untuk lebih dari 2 miliar orang.
Celakanya, cadangan air di dalam akuifer berkurang lebih cepat dibandingkan kemampuan untuk mengisi kembali secara alami. Saat ini, sekitar 70% akuifer alami sedang atau telah dikeringkan untuk sektor pertanian.
Zita Sebesvari mengatakan, penanaman padi di wilayah kering Punjab di barat laut India, yang dulunya berkembang pesat, kini menjadi sangat bergantung pada air tanah. Kini, akuifer-akuifer tersebut dilaporkan mulai mengering.
Solusinya, kata Sebesvari, adalah konsep budi daya padi yang lebih holistik, termasuk memelihara lahan basah untuk membantu mengalirkan air ke dalam akuifer. Petani pada akhirnya perlu mengurangi pemborosan air, katanya.
Iklan
Panas yang tak tertahankan
Dampak langsung pencairan gletser akibat perubahan iklim adalah meningkatnya suhu panas ekstrem, yang sejak dua dekade terakhir telah menyebabkan rata-rata 500.000 kematian setiap tahunnya.
Kelembapan yang tinggi membuat panas semakin tidak tertahankan karena mencegah penguapan keringat dan membatasi mekanisme pendinginan alami tubuh, menurut laporan UNU-EHS.
Akankah Peningkatan Suhu Lampaui Batas 1,5 Derajat pada 2026?
Pakar iklim PBB mengungkap hal yang dikhawatirkan akan jadi kenyataan. Penelitian menunjukkan suhu rata-rata global akan meningkat di atas 1,5 derajat Celsius dalam empat tahun ke depan.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Maraknya kebakaran hutan
Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) PBB mengungkap adanya kemungkinan sekitar 50% dalam lima tahun ke depan akan terjadi peningkatan suhu 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Kebakaran hutan, misalnya seperti di Taman Nasional Plumas California pada tahun 2021, dapat terjadi.
Foto: David Swanson/REUTERS
Cuaca ekstrem
Menurut Sekjen WMO Petteri Taalas, penelitian terbaru menunjukkan peningkatan suhu melebihi batas 1,5 derajat Celsius, yang ditetapkan sebagai batas maksimal pada perjanjian Paris. Hal ini dapat mengakibatkan cuaca ekstrem, contohnya banjir akibat hujan deras di kota Zhengzhou di Cina pada 2021.
Foto: Aly Song/REUTERS
Kerusakan ekosistem
Di tahun 2015 silam, para pemimpin dunia setuju untuk membatasi kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius, saat itu tidak diprediksi bahwa perubahan iklim akan terjadi begitu cepat. Dampaknya terlihat pada kerusakan ekosistem. Misalnya Laut Marmara di Turki yang sudah tercemar oleh air limbah, setidaknya 60% spesies hewan dilaporkan menghilang.
Foto: Umit Bektas/REUTERS
Gletser dan lapisan es mencair
Taalas mengkhawatirkan suhu panas luar biasa yang terjadi di Arktik. Dia mencontohkan, melelehnya gletser Jakobshavn di Greenland hingga menyebabkan sejumlah bongkahan es terbuang ke laut dari tahun 2000 hingga 2010. Hal ini menyebabkan kenaikan permukaan laut setinggi 1 milimeter. “Apa yang terjadi di Arktik berdampak pada kita semua,” kata Taalas.
Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
Dampak fatal
Umat manusia akan dipaksa untuk menghadapi dampak dari perubahan iklim dan cuaca ekstrem, misalnya Badai Ida di tahun 2021 yang menghancurkan rumah milik Theophilus Charles di Louisiana (dalam gambar). Taalas memperingatkan bahwa batas 1,5 derajat Celsius tidak ditetapkan secara sembarangan. Nilai itu menandai dampak perubahan iklim jadi berbahaya bagi umat manusia dan Bumi.
Foto: Adrees Latif/REUTERS
Kemungkinan buruk bagi perlindungan iklim
Para pengamat lingkungan sangat mengkhawatirkan perkembangan perubahan iklim, meskipun banyak penduduk Eropa yang fokus dengan perang di Ukraina. Apa pun yang terjadi di Eropa timur, darurat iklim masih akan terus berlangsung bagi umat manusia. (mh/vlz)
Foto: Christoph Hardt/Geisler-Fotopres/picture alliance
6 foto1 | 6
Ketika suhu melebihi 35 C (95 F) selama lebih dari enam jam, tubuh tidak lagi mampu mendinginkan diri dan sebabnya dapat mengakibatkan kegagalan organ atau kerusakan otak.
Laporan tersebut merujuk kepada penelitian yang meramalkan bahwa pada tahun 2070, sebagian wilayah Asia Selatan dan Timur Tengah sudah akan melampaui ambang batas tersebut.
Dengan sekitar 30% populasi Bumi saat ini sudah terpapar gelombang panas selama setidaknya 20 hari per tahun, jumlahnya dapat meningkat menjadi lebih dari 70% pada tahun 2100.
Saat ini pun, sudah banyak negara di dunia yang mendekati titik kritis tersebut. Di sini adaptasi, semisal menyediakan tempat berteduh dan perumahan yang lebih sejuk, perlu segera dilaksanakan.
Menurut PBB, kerusakan akibat bencana yang berhubungan dengan cuaca telah meningkat tujuh kali lipat sejak tahun 1970an. Pada tahun 2022, bencana cuaca ekstrem menyebabkan kerugian ekonomi global sebesar $313 miliar. UNU-EHS melaporkan, jumlah bencana iklim diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2040.
Akibat meningkatnya risiko bencana cuaca ekstrem, premi asuransi juga meningkat sebesar 57% sejak tahun 2015. Akibatnya, perusahaan mulai meninggalkan wilayah yang memiliki tingkat risiko tinggi.