Brasil akan serahkan presidensi G20 kepada Afrika Selatan dengan inisiatif baru untuk mengangkat 500 juta orang dari kemiskinan pada 2030. Pakar ingatkan agar tidak memiliki ekspektasi tinggi.
Iklan
Apakah komunitas global masih memiliki setidaknya satu kesamaan? Kabar baiknya: Ya.
Saat ini, tampaknya kesamaan tersebut adalah inisiatif "Aliansi Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan" yang baru-baru ini diluncurkan pada KTT G20, di mana perwakilan pemerintah dari negara-negara industri dan negara-negara berkembang yang paling berpengaruh di dunia berkumpul.
Brasil memulai inisiatif baru ini, yang kini mencakup 82 negara, Uni Eropa, dan Uni Afrika.
Selain itu, 24 badan internasional, termasuk Bank Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), serta 31 organisasi non-pemerintah, terlibat dalam inisiatif ini.
Jerman termasuk salah satu negara pertama yang memberikan dukungan. Menteri Pembangunan Jerman Svenja Schulze, menggabungkan inisiatif baru ini dengan Aliansi untuk Ketahanan Pangan Global, yang didirikan dua tahun lalu sebagai bagian dari kepresidenan G7 Jerman.
Bank Pembangunan Inter-Amerika (IDB) berkomitmen menyediakan hingga $25 miliar (sekitar Rp375 triliun) untuk mendukung kebijakan dan program yang dipimpin oleh negara presidensi guna mengakhiri kemiskinan dan kelaparan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat 500 juta orang dari kemiskinan pada 2030.
Kelaparan, ancaman bagi kemanusiaan
Kelompok informal negara-negara G20 adalah salah satu dari sedikit arena di mana perwakilan pemerintah dari negara-negara dengan kepentingan yang bertentangan masih bertemu secara langsung.
Awalnya didirikan pada 2008 sebagai respons terhadap krisis keuangan Asia pada 1990-an, kelompok ini telah menjadi format di mana negara-negara Global North dan Global South, G7, dan negara-negara BRICS berkumpul.
"Dunia memproduksi lebih dari cukup makanan untuk menghapus kelaparan," demikian pernyataan dalam deklarasi akhir KTT G20.
Tidak ada kekurangan pengetahuan, melainkan kekurangan "kemauan politik untuk menciptakan kondisi akses yang lebih baik terhadap pangan," tambah pernyataan tersebut.
Meski begitu, Flavia Loss de Araujo, seorang pakar hubungan internasional dari Brasil, menganggap presidensi G20 Brasil, yang akan berpindah ke Afrika Selatan pada 1 Desember, sebagai sebuah keberhasilan.
"Brasil mendapat dukungan pada isu-isu paling penting yang diusulkan: kelaparan dan kemiskinan, isu-isu yang selalu diabaikan oleh negara-negara kaya," tulisnya dalam sebuah artikel untuk platform daring The Conversation, sebuah forum pertukaran antara akademisi dan jurnalisme.
'Banyak anggaran untuk pertahanan dan transisi energi'
Namun, Claudia Zilla, seorang pakar Amerika Latin dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP), memperingatkan agar tidak memiliki ekspektasi tinggi.
"Saat ini, banyak uang mengalir dari negara-negara industri ke sektor pertahanan dan transisi energi," katanya kepada DW.
Negara-negara tersebut "menegaskan kembali" komitmen mereka untuk "membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat" dan mengumumkan bahwa mereka akan "meningkatkan pendanaan iklim dari miliaran menjadi triliunan," kata Claudia.
Jutaan Selamat dari Kelaparan Berkat Bantuan dari Tempat Ibadah Umat Sikh
Saat pemerintah India berjuang menahan penyebaran COVID-19, komunitas sikh di New Delhi bekerjasama memberi makan jutaan orang setiap hari di tempat ibadahnya.
Foto: DW/S. Chabba
Tempat ibadah bersejarah
Di India hidup hampir 21 juta umat sikh. Ini membuat Sikhisme jadi agama keempat terbesar di negara itu. Salah satu pilar utama Sikhisme adalah "sewa" yang berarti: pelayanan. Tempat ibadah umat sikh yang disebut "gurdwaras" menawarkan makanan gratis bagi jutaan orang di seluruh dunia.
Foto: DW/S. Chabba
Restriksi akibat COVID-19 dipatuhi
Semua gurdwara di New Delhi ditutup akhir Maret lalu, ketika India melaksanakan lockdown. Walaupun tidak ada yang datang beribadah, staf grudwara tetap melaksanakan doa harian dan menolong warga miskin. Bulan lalu, tempat ibadah kembali dibuka untuk umum di India. Untuk itu, dilaksanakan pemeriksaan temperatur tubuh, pembersihan tangan dan penggunaan masker.
Foto: DW/S. Chabba
Dapur komunitas Sikh
Menurut filsafat Sikhisme, mereka yang taat beragama tidak boleh pulang tanpa bekal apapun. Jika berkunjung ke sebuah gurdwara orang bisa mendapat pelajaran dari guru Sikh, "parshad" atau kue-kue kecil dari tepung gandum dan makanan dari dapur komunitas.
Foto: DW/S. Chabba
Ribuan makanan disiapkan setiap hari
Dapur dibuka setiap hari pukul 3 pagi, untuk menyiapkan makanan bagi hampir 100.000 orang. Misalnya di dapur ini, laki-laki dan perempuan bekerja bersama memasak kacang-kacangan, roti dan nasi. Dananya berasal dari badan Delhi Sikh Gurdwara Management Committee (DSGMC) dan donasi dari warga sikh.
Foto: DW/S. Chabba
Pemberian makanan di 20 lokasi
Makanan kemudian diangkut truk dan mobil van ke seluruh penjuru New Delhi dan daerah sekitar seperti Noida dan Ghaziabad. Kawasan dipilih berdasarkan kebutuhan. Biasanya, jika di daerah itu tidak ada bantuan lainnya. Pejabat pemerintah dan NGO lokal juga meminta ribuan porsi.
Foto: DW/S. Chabba
Makanan bagi yang memerlukan
Bagi umat sikh, menolong orang miskin adalah kebajikan yang utama. Bahkan sebelum truk datang, orang-orang sudah mengantre untuk dapat makanan setiap hari. Yang datang adalah pria, perempuan, anak-anak yang hidup di jalan, orang lumpuh dan orang usia lanjut. Keluarga yang tidak punya penghasilan, terutama karena COVID-19 dapat bantuan untuk beberapa pekan.
Foto: DW/S. Chabba
Proses yang terorganisir baik
Ada dua antrean. Satu untuk pria-pria yang sehat. Antrean ke dua untuk perempuan, warga lansia dan mereka yang cacat. Proses untuk mendapat makanan terorganisir baik, tapi "physical distancing" sulit diikuti karena jumlah orang sangat banyak.
Foto: DW/S. Chabba
Antrean panjang
Bagi banyak orang yang menunggu di antrean, hanya ini makanan untuk hari itu. Bahkan ada yang membawa tas agar bisa membawa makan bagi teman atau anggota keluarga yang tidak bisa datang ke truk dari gurdwara. Truk-truk itu sudah mencapai lokasi-lokasi yang tidak terjangkau pemerintah maupun organisasi bantuan. (Ed.: ml/ap)
Foto: DW/S. Chabba
8 foto1 | 8
Dari Rio ke Belém
Hasil yang mengecewakan dari Konferensi Perubahan Iklim PBB terbaru di Baku menunjukkan bahwa Brasil memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan bahkan setelah akhir presidensi G20-nya.
Bagaimanapun, konferensi iklim berikutnya, COP30, akan berlangsung di Belém, Brasil, pada November 2025.
Brasil juga akan mengambil alih presidensi negara-negara BRICS pada 2025.
Kemungkinan besar, pengganti Brasil di G20, Afrika Selatan, akan melanjutkan topik perubahan iklim selama masa kepemimpinannya, meskipun dengan penekanan yang berbeda.
Iklan
Keringanan utang untuk perlindungan iklim?
Menurut Magalie Masamba, seorang pakar utang dari Universitas Pretoria, pendanaan untuk langkah-langkah perlindungan iklim dapat dikaitkan dengan beban utang yang terus meningkat di banyak negara di wilayah tersebut.
"Partisipasi yang bermakna akan membutuhkan upaya bersama untuk mendefinisikan dan memperjuangkan isu-isu yang kritis bagi Afrika, seperti restrukturisasi utang yang adil, mobilisasi pembiayaan iklim, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif," tulisnya dalam sebuah artikel untuk Africa Policy Research Institute (APRI).
"Peran kepemimpinan ini menawarkan kesempatan untuk mengatasi krisis utang kedaulatan Afrika dengan cara yang mempromosikan stabilitas ekonomi jangka panjang dan kesetaraan, sambil mendorong solusi pembiayaan inovatif untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan adaptasi iklim," lanjutnya.
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Pajak untuk orang super-kaya
Sementara itu, ide Brasil untuk menerapkan ambang minimum pajak global untuk orang super-kaya, mungkin hanya akan muncul dalam deklarasi akhir untuk sementara waktu. Padahal insiatif ini dapat digunakan untuk mendanai langkah-langkah perlindungan iklim dan program sosial untuk melawan kelaparan dan kemiskinan.
Koordinator G20 Brasil, Gustavo Westmann, petugas hubungan internasional presiden Brasil, mengatakan bahwa ia puas dengan langkah kecil itu untuk saat ini.
Dia mengatakan kepada DW bahwa saat ini, "kami telah berhasil menjadikan pajak untuk orang super-kaya sebagai isu, tetapi tidak lebih dari itu."